Bulan Juli tinggal di penghujungnya. Saya sudah menulis 80 artikel termasuk puisi di dalamnya selama 29 hari. Mungkinkan saya menyelesaikannya menjadi 90 tulisan dalam 1 bulan? Saya merasa seperti menantang diri sendiri saja.
Kemarin dengan penuh emosi karena kondisi saya, saya menuliskan artikel yang bernada perpisahan. Namun hati saya sangat tidak ingin berhenti menulis namun karena kondisi fisik saya membuat terbawa perasaan dan seolah saya seperti kehilangan harapan untuk bisa terus menulis.
Syukur kepada Tuhan. Dua hari ini kondisi saya membaik dan saya medapat cukup kekuatan untuk refreshing mind dengan menuangkan dalam karya di Kompasiana.
Kawan, banyak berita tidak menyenangkan mengelilingi kita. Tak bedanya dengan saya. Ada ketakutan-ketakutan tersendiri yang membuat saya mengira kesempatan menulis saya hanya tinggal hari kemaren saja. Karena itulah saya mendedikasikan tulisan ke 1.701 sebagai ucapan terima kasih saya pada banyak orang.
Saya khawatir jika kesempatan itu tetiba diambil dari saya dan saya pergi tanpa pamitan. Saya tidak suka itu. Sambutan hangat dari banyak rekan kompasianer sudah membuat saya merasa berada di tengah-tengah keluarga penulis.
Komunitas yang saya rasakan pengaruh baiknya dalam hal mengembangkan minat dan semangat saya dalam menulis. Meskipun saya rindu sapaan-sapaan hangat para rekan kompasianer yang sudah mulai meninggalkan rumah menulis bersama ini.
Banyak rekan kompasianer baru yang jarang mau menyapa lebih dulu pada karya-karya saya. Kebiasaan saya menyapa kompasianer baru di Kompasiana juga berkurang. Biasanya saya suka berkeliling Kompasiana membaca karya puisi baru para rekan kompasianer. Sekarang juga sudah jarang saya lakukan.
Kembali ke tema tulisan ini ya. Saya ingin terus menulis sampai kesempatan itu benar-benar diambil oleh Tuhan dari saya. Biarlah saya menulis dengan bahagia di sini tanpa merasa terbebani lagi oleh segala pemikiran dan pendapat orang lain pada karya saya.
Saya kadang sedih mengetahui orang-orang yang menilai rendah karya saya. Menganggapnya jelek. Tidak berkualitas. Tidak layak mendapat artikel utama. Ah hanya begitu saja isinya. Atau apapun penilaian itu, ternyata tanpa sadar sudah membebani pikiran saya.
Saya lupa menikmati kebahagiaan dalam menulis itu sendiri. Saya lupa dengan mereka yang mengapresiasi saya dengan berbagai kata-kata motivasi. Menghargai karya saya. Menganggap saya pegiat literasi. Menjadikan saya inspirasi dalam semangat menulis.
Saya melupakan itu semua dan fokus pada pendapat yang tidak menyenangkan hati saya. Saya sedih. Saya lupa caranya bahagia dengan tulisan saya sendiri.