Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.953 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 27-10-2024 dengan 2.345 highlights, 17 headlines, 111.175 poin, 1.120 followers, dan 1.301 following. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Ini Dia, 12 Puisi Istimewa Persembahan Saya di Bulan Bahasa

11 Oktober 2020   17:38 Diperbarui: 11 Oktober 2020   19:24 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunga Kopi. Sumber foto Majalah OttenCoffee

Saya mendominasi tulisan di akun Kompasiana saya dengan puisi. Semua puisi yang saya buat adalah puisi hati. Inspirasi datang dalam sekejap berpadu dengan kemauan dan lahirlah puisi-puisi dari hati. Saya memberinya label #PuisiHatiAriBudiyanti.

Namun di bulan bahasa ini, ada hal baru yang saya coba pelajari dan kembangkan dalam hal berpuisi. Berawal dari anjuran membaca Kamus Besar Bahasa Indonesia yang selanjutnya menemukan beberapa kosakata unik yang jarang digunakan.

Menarik juga untuk dicoba. Saya pun berpuisi dengan beberapa kata. Tiga kata pertama yang menjadi ide puisi adalah sempadan, senarai dan semenjana.

Dokpri
Dokpri
1. Berdasarkan  KBBI, sempadan artinya adalah batas. Saya menjadikannya sebagai tema puisi berjudul: Di Sempadan Langit Siang Ini. Ini adalah persembahan puisi karya pertama saya di bulan bahasa menggunakan kosakata unik.

Dokpri
Dokpri
2. Puisi kedua menggunakan kata senarai yang artinya daftar. Puisi saya berjudul: Kau Ada di Senarai Rinduku. Menurut saya pribadi judul ini menjadi menarik karena kata yang digunakan sedikit berbeda dari biasanya. 

3. Kosakata ketiga adalah semenjana yang artinya biasa atau sedang. Saya sangat menyukai puisi saya ini. Saya menggambarkan dalam puisi tersebut tentang seseorang yang biasa-biasa saja. Jadi jangan terlalu memuja karena bisa kecewa. 

Judul puisi ketiga saya adalah Hanya Semenjana (Jangan Memuja).

Dokpri
Dokpri
4. Selanjutnya pada puisi keempat, saya memadukan ketiga kata tersebut, senarai, semenjana dan sempadan. Judul puisinya adalah Menghitung Hujan di Hatiku. Di dalam puisi ini saya juga menggunakan kosakata puspa yang artinya bunga dan netra yang artinya mata. 

Sudah ada empat puisi yang saya sajikan di atas. Saya lanjutkam dengan kosakata berikutnya. 

5. Puisi kelima saya menggunakan kata buah pena yang artinya karangan atau tulisan. Dua kata ini termasuk ungkapan. Ungkapan adalah gabungan beberapa kata yang membentuk makna baru.

Dokpri
Dokpri
Puisi kelima saya juga berjudul sama dengan kata yang saya sebutkan di atas, yaitu Buah Pena. 

Beberapa waktu lalu Kompasiana memilih topik pilihan bertemakan fiksi horor yang membuat saya sedikit jengah mengunjungi Kompasiana selama dua minggu.

Namun ini tetap menginspirasi saya menemukan dua kata menarik yang jarang saya gunakan yaitu jeri dan kejerian.

6. Kata jeri dalam KBBI berarti takut. Kata kejerian ada dalam Tesaurus Bahasa Indonesia yang bisa diartikan horor atau ketakutan.

Puisi keenam saya berjudul: Jangan Ada Kejerian di Antara Kita. 

Dokpri
Dokpri
 

7. Masih menyambung puisi sebelumnya, saya menggunakan kata yang sama, kejerian, untuk mengungkapkan isi hati saya agar kita tidak lagi menebarkannya di karya kita.

Dokpri
Dokpri
Judul puisi ketujuh saya adalah Mengapa Tebarkan Kejerian. 

Mohon maaf ya teman-teman Kompasianer. Ini hanya pendapat pribadi saya saja. Maafkan kalau ada perbedaan pendapat di antara kita. Karena setiap kita mempunyai kegemaran topik yang berbeda. Jadi sah-sah saja. 

8. Kata selanjutnya yang saya pilih adalah kadera. Kadera artinya adalah kursi. Puisi saya berikutnya, sebagai karya kedelapan berjudul Kadera Rakyat Jelata dan Tahta Raja.

Dalam puisi ini, saya menggambarkan dua kebahagiaan yang dirasakan secara berbeda. 

Dokpri
Dokpri
9. Berikutnya sebagai tema puisi kesembilan, saya menemukan kata menarik, kahwa yang artinya adalah kopi.

Puisi kesembilan saya berjudul Setangkai Bunga Kahwa. Yang lebih menarik lagi, saat saya mencari ilustrasi untuk puisi ini, saya menemukan gambar bunga kahwa. Cantik dan indah berwarna putih. 

Saya jadi bertambah pengetahuan baru tentang bunga kopi atau kahwa.

Bunga Kopi. Sumber foto Majalah OttenCoffee
Bunga Kopi. Sumber foto Majalah OttenCoffee
10. Kata yang kesepuluh adalah kahwaji yang artinya penjual kopi. Saya gabungkan dengan kata karim yang artinya murah hati. 

Dokpri
Dokpri
Judul puisi saya yang kesepuluh adalah Kahwaji Nan Karim.

Puisi ini mengajak kita untuk berbagi kebaikan pada sesama yang dicontohkan dalam pribadi seorang kahwaji yang karim atau penjual kopi yang murah hati.

11. Puisi kesebelas menggunakan kata kelasah dan mengensel. Mungkin kedua kata ini terdengar asing buat kita. 

Kata kelasah artinya adalah gelisah atau tidak tenang. Sementara kata mengensel artinya meniadakan atau menunda. Berasal dari kata dasar kensel yang artinya hapus atau tunda. 

Saya berpikir ada kemungkinan ini serapan dari kata bahasa Inggris cancel yang artinya juga tunda. Menarik ya belajar bahasa Indonesia.

Dokpri
Dokpri
Puisi berjudul Jangan Relakan Kelasah Mengensel Bahagiamu, saya buat memenuhi permintaan salah satu sahabat Kompasianer.

Tema puisi berkaitan dengan mental health. 

Puisi ini saya sesuaikan juga dengan tema topik pilihan mengenai Hari Kesehatan Jiwa 2020. Hari Kesehatan Jiwa Sedunia ini diperingati pada tanggal 10 Oktober kemaren. Meskipun tidak mendapat label pilihan oleh editor Kompasiana, saya tetap menyukai puisi saya ini.

Sumber tangkapan layar dari FB pada 10 Oktober 2020. Dokpri
Sumber tangkapan layar dari FB pada 10 Oktober 2020. Dokpri
Sebuah ajakan untuk melawan perasaan gelisah tanpa alasan. Jangan membiarkan perasaan tersebut meniadakan kebahagiaan kita. 

Puisi ini spesial untuk sahabat saya mbak Ayu Diahastusti, Kompasianer asal Solo yang artikel-artikelnya selalu menginspirasi dan sering dapat label artikel utama. 

12. Puisi keduabelas persembahan saya berjudul Kataklisme dan Sajak Malammu. Puisi ini menggambarkan perasaan sedih saya dengan kondisi negri beberapa hari lalu. 

Kataklisme bisa diartikan sebagai huru hara hebat. Rasanya saya hanya ingin menenggelamkan diri dalam sajak-sajak yang memberikan kedamaian dan sejenak melupakan rasa sedih saya.

Dokpri
Dokpri
Dalam puisi ini ada ajakan untuk menebarkan damai dalam kata-kata dan tulisan kita. Ini menjadi doa tulus saya bagi bangsa Indonesia. Jangan lagi ada kataklisme dan semoga ada kedamaian berbangsa dan bernegara.

Itulah 12 puisi saya. Sebuah persembahan tulus selama bulan bahasa yang diperingati bersama  di bulan Oktober 2020.

Bagaimana dengan Anda? Bagaimana cara Anda mengisi bulan bahasa? Semoga berkenan membagikannya dalam kolom komentar artikel saya ini.

Salam literasi. Salam Bulan Bahasa. Salam Damai Indonesia.

...

Written by Ari Budiyanti

11 Oktober 2020

Ditulis untuk memperingati Bulan Bahasa dan Hari Kesehatan Jiwa 2020 yang keduanya jatuh di bulan yang sama yaitu bulan Oktober.

Artikel ke 1088

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun