Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.888 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 17-07-2024 dengan 2.280 highlight, 17 headline, dan 109.421 poin. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kebaikan Hati di Gerbong Kereta Api (Sebuah Kisah di Masa Lalu)

28 September 2020   17:45 Diperbarui: 28 September 2020   18:23 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Porter di Stasiun Pasar Senen Jakarta - www.tribunnews.com

 
"Aduh, banyak sekali. Aku tidak akan sanggup membawa semua barangku sendiri. Ah, bahkan dalam keadaan seperti inipun, aku hanya sendirian!" Sepi dan begitu tenang malam itu, seolah tiada merasa kegundahan hati seorang gadis yang sibuk memikirkan barang-barang bawaannya. 

Sambil masih terus mengomel dalam hati, dilanjutkannya mengepak setiap barang bawaan yang akan dibawanya besok. Sampai ia dikagetkan oleh sapaan kecil dari balik jendela kamarnya. 

"Kak Tia pulang dengan siapa besok dan naik apa?" Tia menegakkan kepalanya ke arah orang yang bicara padanya. Ternyata adik kosnya. "Hemm ada juga yang peduli padaku" Tia tidak langsung menjawab Riri yang sedang melayangkan pandang ke setiap dus berisi barang-barang Tia. 

"Ya ampun Kak Tia, banyak sekali bawaannya?" Tia hanya tersenyum kecil, kelihatan jelas bahwa dia tidak benar-benar ingin tersenyum. "Aku pulang sendirian besok pagi jam 6 naik kereta api ekonomi." Wajah Riri melukiskan kekagetan yang tak terlukiskan. 

"Apa? Sendirian naik kereta ekonomi dengan barang sebanyak ini? Ga salah Kak? Udah pesan tiket dan dapat tempat duduk?" Tia hanya menggeleng sambil melanjutkan kesibukannya mengepak barang-barangnya. Ya satu lagi selesai. Total bawaannya adalah 2 dus besar dan 2 tas besar. Lumayan banyak jika dibawa sendirian. 

"Hati-hati ya Kak. Besok minta tolong bapak pengangkut barang di stasiun. Paling bayar 10 ribu aja. Itu udah paling banyak Kak. Jangan dikasi lebih. Keenakan nanti mereka." Tia hanya mengangguk kecil sambil mengatakan terimakasih untuk perhatian Riri. Lalu Riri pamit ke kamarnya sendiri untuk tidur.

"Jam empat pagi aku harus bangun dan bersiap di bawah. Untung aku sudah janjian dengan pak Amad untuk jemput aku besok. Semoga pak Amad tidak lupa." Tia pun terbawa ke alam mimpi, seolah sudah di rumahnya tercinta tanpa harus menempuh perjalanan panjang di kereta api. 

Tia tersadar bahwa semua hanya mimpi ketika alarmnya berbunyi tepat pukul 4 pagi. Secepat yang dia bisa, Tia segera bersiap dan turun ke depan rumah dengan barang-barang bawaannya. Pak Amad, tukang becak itu tidak lupa dan sudah menunggunya di depan rumah. 

"Terimakasih Tuhan karena menolong pak Amad untuk mengingat harus menjemputku pagi ini." Tia menyapa pak Amad yang segera membantunya membawa barang-barangnya. Setibanya di stasiun kereta api, tidak seorang pun bapak pengangkut barang yang ditemuinya. 

"Ah, kenapa tidak ada satupun dari mereka di luar sini. Aku tidak mungkin masuk ke dalam stasiun tanpa pertolongan orang lain membawa semua barangku ini. Aku juga tidak mungkin meninggalkan semua barangku di sini sementara aku mencari bapak pengangkut barang. 

Ya begini ini kalau sendirian. Katanya aku punya teman banyak di sini, tapi buktinya aku tetap aja sendiri saat aku perlu pertolongan begini. Aku rasanya pengin menangis aja. Tuhan, tolonglah aku." Tia hanya bisa berdoa dalam hati dan berharap pada pertolongan Tuhan. 

"Ah, bodohnya aku, mengapa dari tadi terus mengeluh dalam hati. Aku memang sendirian tapi tidak sungguh-sungguh sendirian. Dimanakah percayaku pada Tuhan? Bukankah Tuhan sudah menolong mengingatkan pak Amad menjemputku pagi ini, aku yakin Tuhan akan tolong aku juga sekarang." Lalu Tia kembali berdoa dalam hatinya dan menantikan pertolongan Tuhan.

"Aku rasa aku harus masuk ke dalam stasiun dan mencari bapak pengangkut barang. Tak apalah kutinggalkan barang-barangku sementara di sini. Semoga tidak hilang. Aku serahkan pada tangan Tuhan saja." 

Tia segera masuk ke dalam stasiun dan berusaha mencari bapak pengangkut barang tapi tidak seorangpun dari mereka yang kelihatan. Wah benar-benar tidak beruntung. Dengan langkah lemas, Tia kembali ke barang-barangnya di luar. Ingin rasanya hati terus mengeluh namun Tia menyemangati diri untuk terus bersyukur dalam keadaan apapun. 

"Tuhan tolong aku untuk tidak mengeluh lagi dan biarkan aku bisa bersyukur dengan keadaan ini. Amin." Seorang bapak keluar dari dalam stasiun memikul barang yang sangat besar. Tia tersenyum senang dan segera memanggil bapak tersebut untuk membantunya setelah tugas pertamanya selesai. 

Bapak tersebut segera membantu Tia membawa barang-barangnya dan Tia pun minta tolong sampai nanti dibawakan ke atas kereta api. Nama bapak itu adalah pak Karso. Tia bersyukur pada Tuhan yang telah menolongnya dengan mengirim pak Karso untuk membantunya di saat yang tepat.

Kereta api yang akan mengantar Tia sampai ke rumah, belum datang juga. Tia mulai membaca bukunya sambil menunggu. Orang-orang yang ada di sekitar Tia hampir semuanya merokok. Rasanya ingin marah lagi. Tia rasanya ingin menegur orang-orang tersebut namun tidak mungkin juga karena itu di tempat umum dan tidak ada larangan untuk merokok. 

Ada saja hal yang membuatnya ingin kembali mengeluh namun Tia kembali berusaha mengucap syukur dan berdoa agar Tuhan menolongnya tidak mengeluh lagi. Akhirnya kereta api yang dinantikan pun datang. Tia melihat pak Karso buru-buru menghampirinya dan menolongnya membawa barang-barangnya sambil sedikit memberi nasehat padanya agar berhati-hati sepanjang perjalanan. 

Dalam hati Tia ingin ketawa juga, tak seorang pun teman dekatnya mengatakan itu padanya namun seorang bapak pengangkut barang yang baru dikenalnya menunjukan perhatian kecil padanya. "Terimakasih Tuhan untuk pak Karso yang sudah mau peduli padaku." Kembali Tia bersyukur dalam hatinya. 

"Terimakasih Pak Karso karena telah membantu saya dan atas nasehatnya." Tia mengulurkan uang selembar 20 ribuan. Pak Karso menatap uang tersebut dengan rasa sangat berterimakasih. Mungkin tidak biasanya orang mengupahnya sedemikian besar. Pak Karso mengakhiri pertemuan tersebut dengan mengatakan terimakasih dan selamat jalan kepada Tia.

Kereta api pun segera berjalan. Penuh sesak dengan penumpang karena masih masa-masa liburan. Pantas saja seramai ini, pikir Tia. "Terimakasih Tuhan atas pertolonganMu sampai aku ada di kereta api ini dengan barang-barangku yang banyak." 

Tia kembali membaca bukunya meskipun kadang terhenti karena kantuk menyerangnya berulang kali. Tia membaca tentang kisah seorang anak yang suka mengeluh dan mempermalukan diri sendiri karena sifatnya itu namun kemudian melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya, anak tersebut tidak lagi menjadi orang yang suka mengeluh. 

Tia tersenyum dan membayangkan dirinya sebagai anak tersebut. Pelajaran yang diterimanya pagi ini menolongnya untuk tidak mengeluh. "Tuhan, tolong aku agar tidak mengeluh lagi sepanjang hari ini. Amin." Lalu Tia kembali melanjutkan membaca bukunya.

Di stasiun Madiun, cukup besar juga jadi kereta api ini pun berhenti. Itu tidak mengherankannya namun ada hal lain yang segera menarik perhatiannya. Beberapa petugas PJKA berjongkok tepat di samping gerbong kereta yang ditempatinya. 

Perasaan Tia langsung tidak  nyaman. Kalo ini memang tidak biasa. Dari seorang bapak di seberang tempat duduknya, Tia tahu bahwa roda gerbong kereta tersebut rusak dan ada bagian yang hampir lepas, sangat berbahaya bila dinaiki terus. Tia tahu artinya dia dan para penumpang di gerbong tersebut pun harus turun untuk pindah ke gerbong lain yang sudah disediakan oleh PJKA. 

Tia langsung ingat betapa banyak barang yang hendak diturunkannya. Dia melihat ke sekelilingnya dan berharap ada yang peduli padanya namun jelas saja tidak ada. Semua orang sbuk dengan barangnya masing-masing.

 Sepertinya ini alasan yang tepat untuk mengeluh, pikir Tia. Namun segera Tia ingat buku yang baru dibacanya dan doa yang dinaikannya dalam hati agar tidak lagi mengeluh sepanjang hari ini. "Tuhan, tolong aku mengatasi masalah ini dengan tetap mengucap syukur." 

Lalu Tia membawa barang-barangnya dalam 2 kali angkut. Ya lumayan membuatnya lelah dan jadi pusat perhatian. Tapi Tia bersyukur karena semua terlampaui dengan baik tanpa mengeluh. Kini Tia harus menunggu gerbong yang baru. Apa lagi yang akan terjadi. 

"Mengapa tidak ada bapak pengangkut barang yang bisa membantuku sekarang karena aku harus membawanya satu kali angkut. Aku masih harus berebut tempat duduk juga dengan penumpang yang lain. Aku tidak suka keadaan ini tapi harus tetap bersyukur dan berdoa. Tuhan tolong aku."    

Dari kejauhan nampak gerbong kereta api yang baru telah disediakan dan akan segera diserbu oleh para penumpang. Sebenarnya Tia mempunyai tiket dengan tempat duduk namun Tia tidak yakin kalau orang-orang akan menuruti peraturan yang ada. 

Tia sudah pengalaman naik kereta ekonomi dengan berbagai problemanya. Sekarang yang membuatnya bingung adalah mengangkut semua barangnya sekali jalan. 

Para penumpang lain sudah berlarian ke arah gerbong kereta yang baru. Tia masih juga tengok kanan kiri mencari pertolongan dari bapak pengangkut barang sambil terus berdoa dalam hatinya, "Tuhan tolong aku." Lalu Tia melihat salah satu pengangkut barang tapi tidak juga mendengarnya meski sudah berulang kali dipanggilnya. 

Tia benar-benar hampir tidak percaya, dalam keadaan yang begitu kacau ini, hatinya diliputi dengan ketenangan dan tidak ada keluh kesah keluar dari mulutnya yang ada hatinya terus berdoa. Tuhan kembali menolong Tia dan bapak tersebut melihat ke arah Tia dan segera berlari menolongnya membawa barang-barangnya yang sangat banyak itu. 

Tia hampir tidak percaya dengan kejadian yang baru menimpanya. Tuhan kembali menolongnya. "Terimakasih Tuhan atas pertolonganmu."

Setibanya di gerbong kereta api yang baru, Tia mengucapkan terimakasih dan memberi uang lebih banyak ke orang yang membantunya barusan. Tapi memang orang ini tidak seramah pak Karso yang membantunya di stasiun Gubeng Surabaya tadi pagi. Orang itu langsung aja pergi begitu menerima uang dari Tia. 

Sementara itu tempat duduk Tia ditempati orang lain dan orang tersebut tidak mau pergi dengan alasan ia datang duluan. Akhirnya Tia duduk di kursi lain dan ia pun disuruh pergi oleh orang yang memiliki kursi tersebut. Tia paling tidak suka ribut dengan penumpang yang lain, yang tidak dikenalnya itu. 

Perjalanannya masih panjang, sekitar 8 jam lagi. Tia tidak bisa membayangkan jika sisa perjalanannya harus dilampauinya dengan berdiri. Ingin rasanya mengeluh lagi namun Tuhan menolong Tia untuk bisa bersyukur dan menghadapi dengan tenang. 

Dan seorang bapak yang tadi duduk di depannya, memperjuangkan tempat duduk mereka sampai akhirnya ia berhasil duduk di tempat semula. "Terimakasih Tuhan atas pertolonganmu yang tidak habis-habisnya sepanjang perjalananku ini." kata Tia dalam hatinya.

Perjalanan terus berlanjut dan Tia mendapati uangnya habis karena diberikan sebagai bayaran untuk orang-orang yang membantunya mengangkat barang-barangnya. Tia merenungkan kembali segala kejadian yang dialaminya sepanjang perjalanannya. 

Ia tahu benar, ada perasaan lega ketika semua berjalan lancar termasuk orang-orang pembawa barang yang Tuhan sediakan tepat pada waktunya. Memang uang yang diberikan cukup banyak untuk mereka namun ia menyadari semua itu tidak sebanding dengan kemurahan hati Tuhan yang telah menolongnya mengatasi setiap masalah yang timbul dalam perjalannya. 

Ia melihat kemurahan hati Tuhan melalu orang-orang yang membantunya. Sekali lagi Tia bersyukur atas segala hal yang dialaminya. Tia melanjutkan membaca buku dan sesekali tertidur karena kelelahan. Ia terbangun ketika hampir sampai stasiun di kotanya.

Sempat muncul keresahan hati untuk menurunkan barang-barangnya yang banyak itu. Bagaimana jika di pintu kereta api banyak orang yang juga tidak mau memberinya tempat untuk dia dan barang-barang bawaannya itu.

 Bagaimana jika kereta api harus segera melaju sebelum dia sempat menurunkan semua barangnya. Ia menyadari bahwa hatinya sedang meragukan kemurahan hati Tuhan lagi. "Tuhan, ampuni aku yang tidak percaya ini. Aku telah melihat satu persatu kemurahan hatiMu melalui pertolongan orang-orang yang Kau utus. Tolong aku Tuhan untuk memercayakan semua padaMu. Amin." 

Tia kembali berdoa dalam hatinya. Kini ia sudah tiba di stasiun terdekat dengan kotanya. Ia bersegera bersiap mengambil barang-barangnya dan hendak mengaturnya di pintu gerbong keretanya. 

Ketika ia hendak mengambil satu barangnya di tempat barang yang cukup tinggi, ia tidak bisa karena terlalu berat dan herannya semua orang yang duduk disitu, sedikitpun tidak ada yang peka dan mau menolongnya. Ia mencoba lagi dan tetap tidak bisa. 

Tia sempat panik sejenak namun ia menyadari ada pertolongan Tuhan senantiasa. Seorang bapak penjual asongan menolongnya mengambil barang-barangnya satu persatu. Ia tidak memintanya, tapi Tuhan mengutus bapak tersebut untuk menolongnya. 

Tia mengucapkan terimakasih. Lalu dia membawa barang-barang tersebut ke pintu gerbong dan beberapa orang di dekat pintu gerbong membantunya membawa barang-barang tersebut bahkan mau memberikan tempat padanya. 

Salah satu dari mereka mengatakan, "Tenang mbak, nanti saya akan Bantu mbak menurunkan barang-barang ini. Jangan kawatir." Bahkan orang tersebut menghimbau orang-orang di sekelilingnya, yang ternyata keluarganya, untuk memberi Tia kesempatan turun lebih dulu dengan barang-barangnya. Tia merasa sangat terharu dengan pertolongan Tuhan melalui orang-orang tersebut.

"Tuhan, terimakasih lagi atas kemurahan hatiMu yang mengelilingiku melalui orang-orang yang berbuat baik padaku, orang-orang yang tidak kukenal." Kembali ucapan syukur dan doa dinaikannya pada Tuhan yang telah mengasihinya dan menunjukkan kemurahan hati padanya. 

Kalau Tuhanku adalah Allah yang murah hati, tentunya, aku harus menjadi umatNya yang juga murah hati dan menabur banyak kebaikan pada orang-orang di sekitarku, bahkan orang-orang yang tidak kukenal sekalipun. 

Akhirnya Tia sampai di stasiun kota kelahirannya dan orang tersebut menepati janjinya, menolongnya menurunkan semua barangnya. Ibunya terkasih sudah menjemputnya dan meminta pak tukang becak untuk membantu Tia membawa barang-barangnya sampai ke rumah.

Perjalanan kali ini sungguh-sungguh menolongnya belajar banyak hal. Khususnya mengalami kemurahan hati Tuhan, yang sudah mengasihinya.  "Aku yakin, Tuhan menunjukan kemurahan hati padaku dan Tuhan mau aku juga bermurah hati pada orang-orang disekelilingku. 

Tuhan tolonglah aku menjadi saluran berkat bagi orang lain, siapapun dan dimanapun aku berada, agar kemurahan hatiMu dapat mereka rasakan melalui aku, amin"

....


Written by Ari Budiyanti, 11 Agustus 2008

Artikel ke 1064

...

Note: Setting cerita adalah di Gerbong Kereta Api Ekonomi di masa lampau sekitar tahun 2008. Semua nama dalam cerpen adalah fiksi semata. 

Cerpen ini saya tayangkan persembahan khusus untuk ulang tahun KAI, yang diperingati hari ini, 28 September 2020.

Selamat atas perkembangan dan kemajuan pelayanan di Kereta Api Indonesia. Salut

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun