Aku tersenyum, " Sangat bahagia, perjuanganku selama 4 tahun ini ternyata tidak sia-sia. Itu semua berkat dukungan mas Iwan yang selalu sabar dan setia membimbingku. Tadi papa, mama dan mbak Irna memberikan selamat, mereka juga meminta maaf atas sikap mereka selama ini yang tidak mendukungku."
Mas Iwan mengangguk-anggukan kepala, "Aku sengaja diam dan tidak menyinggung prestasimu, karena memang sudah waktunya kamu bangga dan percaya diri atas talenta atau karunia atau kelebihan yang Tuhan berikan kepadamu. Setiap orang mempunyai kelebihan yang berbeda, dan pasti unik, kelebihan itu adalah karunia dari tuhan yang harus dikembangkan semaksimal mungkin dan dibaktikan kepada Tuhan dan sesama kita."
"Bila kita tidak menggunakannya, bisa-bisa diambil kembali oleh Tuhan, kalau itu sampai terjadi siapa yang rugi, kan kita juga. Makanya waktu aku tahu kamu menemukan talentamu, aku langsung mendukungmu. Ini sudah aku pilihkan beberapa puisi dan cerpen yang menurutku pantas dibukukan." Aku mengangguk, "Terimakasih Mas, aku percaya dengan pilihan mas Iwan."
Hari berlalu dengan cepat, seiring dengan penyusunan bukuku, karya pertamaku. Aku selalu menunggu peluncuran perdana buku kumpulan puisiku yang berjudul "Nuansa Kalbu" karena sebagian besar isinya bersumber dari suara hatiku.
Besok adalah hari peluncuran bukuku, hari yang telah kunantikan selama 4 tahun. Kesabaran dan dukungan mas Iwan, setiap sentuhan cinta kasih dan nilai-nilai moral yang ia tanamkan dihatiku tak akan pernah hilang selamanya, dan akan kulakukan sepanjang hidupku.Â
Tuhan terimakasih atas mas Iwan yang telah Kau berikan kepadaku sebagai kakakku dan yang terpenting sebagai sahabat sejatiku, yang selalu setia menjagaku dalam doa-doanya. Â Â Â
( selesai )
 ....
Written by Ari Budiyanti
Di suatu masa yang lalu
...