Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.888 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 17-07-2024 dengan 2.280 highlight, 17 headline, dan 109.421 poin. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kakakku, Sahabat Sejatiku (Sebuah Kisah Literasi)

15 September 2020   11:24 Diperbarui: 15 September 2020   11:48 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Slideshare.net/rumahbianglala


Hancur harapanku, papa juga tidak menunjukkan dukungannya padaku meski papa hanya geleng-geleng kepala. 

"Menurutku menjadi penulis juga mempunyai masa depan yang cerah, Pa, Ma, buktinya Shakespeare dan Kahlil Gibran, juga beberapa penulis dunia, mereka sangat berjasa bagi masyarakat, karya-karya mereka selalu diingat meski mereka sudah tiada. Irna, kamu juga suka baca novel, puisi dan cerpen-cerpen, coba kalau tidak ada penulisnya, kamu mau baca apa? Aku rasa cita-cita Via sangat bagus. "


Wow, dukungan penuh dari kakakku tersayang, mas Iwan, pahlawanku, harapanku muncul kembali apalagi setelah itu mas Iwan tersenyum sambil mengacungkan kedua ibu jarinya ke arahku. " Siip, aku mendukungmu Via."


Papa, mama dan mbak Irna beranjak pergi dari ruang tamu, tempat dimana kami tadi berkumpul. Mereka pergi tanpa kata dan sepertinya tidak mempedulikan perasaanku. Aku sungguh kecewa, lalu berlari ke kamar, menangis dan mulai menuliskan semua kemarahan dan kekecewaanku dalam buku harianku, sampai aku tertidur. Hari itu, aku lupa berdoa sebelum tidur karena sangat sedih.


Paginya, Mas Iwan mengajakku ke toko buku dan berjanji membelikaku beberapa buku. Itu cara mas Iwan menghibur hati adiknya yang sedih. Di toko  buku, aku memilih beberapa buku bacaan kesukaannku.


 "Via, kenapa kamu memilih buku-buku ini?" Mas Iwan ternyata tidak setuju dengan buku-buku yang kupilih. "Memang kenapa dengan buku-buku ini, apa ada yang salah?" tanyaku heran dan sedikit kecewa.


Mas Iwan menanggapiku dengan senyum dan menjawab: "Kalau ingin jadi penulis, kamu harus membiasakan diri membaca buku-buku yang berkualitas lebih baik. Misalnya karya sastra terkenal baik dari Indonesia maupun dunia. Dengan demikian kamu dapat sekaligus belajar tata bahasa dan budaya yang berbeda-beda. Lalu kamu bisa memadukan dalam karya-karyamu."


Aku menggelengkan kepalaku sambil mengernyitkan kening. "Aku tidak mengerti." jawabku dengan sangat polos. "Oke. Begini Via. Dalam setiap karya sastra pasti tersimpan nilai-nilai moral yang membangun pola pikir suatu masyarakat tertentu, khususnya di tempat penulis itu berasal. Jadi kamu bisa belajar banyak hal dari penulis yang berbeda-beda. 

Dari situlah kamu bisa menulis karya-karya yang bermutu yang bisa membangun pola pikir pembacanya. Yang penting menulis terus, jangan berhenti berjuang, kalau sudah terkenal uang akan datang sendiri."


Aku mulai mengerti dan menganggukkan kepalaku. "Aku paham, pak dokter." Sahutku sambil tersenyum dan penuh semangat. "Bagus, sekarang mari kita cari buku-buku yang pantas jadi konsumsimu, ayooo!!" kata mas Iwan seperti komandan pasukan saja. Lalu kami mencari buku-buku yang mas Iwan maksudkan.


Waktu cepat berlalu dan telah kuputuskan untuk mewujudkan impianku menjadi penulis. Aku mengambil jurusan sastra di salah satu universitas negeri dikota kami. Memang papa, mama dan mbak Irna tidak juga menunjukkan dukungan mereka padaku tapi mas Iwan selalu menunjukkan dukungannya padaku. Bahkan seringkali mengirimkan karya-karyaku ke berbagai media masa, dari puisi, cerpen, juga berbagai artikel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun