Aku terkejut ketika tiba-tiba dia mengambil satu paket puzzle itu dan menyerahkan pada Dika. "Ini untukmu Dika. Aku punya satu dan kamu juga." Dika sama terkejutnya denganku, bahkan lebih, dia tersenyum lebar seakan tidak percaya mendapat mainan baru itu.Â
"Kamu harus janji ya, untuk menjaganya baik-baik, jangan sampai ada bagian yang hilang. Tanteku bilang, kalau kita punya barang, kita harus menjaganya, itu tandanya kita bersyukur sama Tuhan yang telah memberikan barang tersebut pada kita. Ya kan Tante?" Aldi menatapku sambil tersenyum senang.
Aku mengangguk dan tersenyum lebar. Aku bangga dengan keponakanku ini. Dia mau berbagi mainan kesayangannya  dengan temannya. Ia juga mau mengajari temannya bermain. Setelah Dika pulang, aku bertanya pada Aldi, "Kenapa Aldi mau memberikan mainan tersebut ke Dika? Bukankah Aldi sangat menyukainya?"Â
Aldi mengangguk senang dan menjawabku "Karena aku mau berbagi mainan, Tante. Aku bersyukur sama Tuhan karena Tuhan sudah memberikanku mainan yang sangat bagus. Aku sangat senang. Aku yakin kalau Dika juga sangat senang waktu aku memberikan mainan itu. Bukankah Tante pernah bilang padaku, kalau melihat teman kita senang, kita juga ikut senang? Aku juga senang melihat Dika senang."
Rasanya hatiku berlimpah dengan sukacita atas hati Aldi yang mau berbagi. "Waktu Aldi memberikan mainan kesayangan Aldi ke Dika, Aldi juga sedang melakukan perintah Tuhan lho. Ingat dengan ayat hafalan yang selalu dibaca di sekolah minggu? "Â
Aldi langsung berseru dengan lantang "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu ialah, kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."
Aku dan Aldi tersenyum puas. Meskipun tinggal di desa dengan jenis mainan terbatas namun bukan berarti terbatas pula kemampuannya untuk menghafal ayat.Â
Aldi sangat senang datang ke sekolah minggu untuk mendengarkan cerita Alkitab dan ayat hafalan. "Tante senang karena Aldi tidak hanya hafal ayat itu, tapi juga melakukannya." Â
...
Written by Ari Budiyanti
Cerpen yang ditulis di masa lampau saat pergi ibadah ke gedung gereja masih bisa dilakukan karena pandemi belum menyapa tanah air.