Beberapa minggu terakhir ini, di sela-sela kepenatan aktivitas mengetik materi dan tugas untuk siswa, saya membaca satu buku. Buku ini sudah saya beli beberapa bulan lalu, sebelum covid datang ke Indonesia. Buku berjudul Cegah Kekerasan pada Anak yang ditulis oleh Ibu Suzie Sugijokanto.
Saya, sebagai seorang guru anak-anak  SD, merasa sangat perlu membaca buku ini. Buku yang ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami. Jadi meskipun penat dengan pekerjaan lainnya, membaca buku ini menjadi satu refeshing tersendiri buat saya. Cara saya menyegarkan pikiran dan mengisi diri.
Ibu Suzie menulis buku ini sebagai kelanjutan buku sebelumnya yang berjudul Panduan Praktis Pendidikan Anak Usia Dini. Beliau menyatakan keprihatinannya mengenai kondisi di Indonesia terhadap anak-anak. Mereka begitu rentan mengalami kekerasan.
Bahkan saking banyaknya kasus kekerasan anak di Indonesia, FBI (Federal Bureau Investigation) menyatakan bahwa Indonesia menjadi surga bagi kejahatan pedofilia. Demikian saya kutip dari kata pengantar buku Cegah Kekerasan pada Anak.
Buku ini terdiri dari 10 bab yang membahas secara menyeluruh, mulai dari membahas mengenai tema tanggung jawab sebagai orang tua, tahap-tahap perkembangan anak, pendidikan seksual yang sehat, bullying, kekerasan terhadap anak, cyber crime pada anak, paedophilia, kasus pedofilia di Indonesia, Child Sex Tourism (CST) hingga child trafficking.
Tanggung jawab sebagai orang tua dibahas mendalam dalam buku ini dengan bahasa yang mudah dimengerti. Contoh-contoh praktis diberikan seperti pemberian 10 tips berbagi tanggung jawab antara suami istri dalam mengasuh putra-putrinya.
Lima dari sepuluh tips di atas akan saya sebutkan di sini, yaitu berdoa bersama, bekerja sama dalam satu tim, bersikap konsisten, dengarkan anak dan berkomunikasi untuk menyelesaikan masalah. Lima tips lainnya bisa Anda temukan saat membaca buku ini.
Tahap-tahap perkembangan anak juga perlu diketahui, mulai dari bayi usia 0-6 bulan, yang ternyata bisa diamati perkembangan kognitifnya. Lalu berlanjut pada usia 6-12 bulan yang bisa dilihat perkembangan fisiknya. Perkembangan sosial emosional anak perlu diketahui juga pada usia 6-24 bulan. Itu beberapa hal yang dibahas dalam buku ini untuk anak-anak baduta (bawah dua tahun).
Anak pada usia dini (2-5 tahun) mempunyai perkembangan kognitif, fisik, sosial emosional yang lebih kompleks daripada anak baduta. Berlanjut saat mereka memasuki usia sekolah, 6-12 tahun, hingga masa remaja juga dibahas dalam buku ini.
Saya tidak mungkin menuliskan semuanya. Anda bisa membaca detailnya dalam buku tersebut. Hal penting yang ingin saya sampaikan adalah, bahwa dengan mempelajari setiap perkembangan anak dalam segala usia mereka, akan menolong kita menemukan cara yang tepat dalam memperlakukan anak-anak. Tanpa pengetahuan yang tepat, tanpa sadar akan terjadi salah asuhan atau didikan.
Saya sering sekali mengalami kesedihan hati melihat anak-anak malang di sekeliling saya yang terpaksa menerima perlakuan tidak pantas atau tidak semestinya dari orang dewasa. Meskipun itu seolah-olah hal wajar bagi masyarakat tempat anak-anak tinggal, seringkali tetap mengusik hati saya.