Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 3.000 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 20-12-2024 dengan 2.392 highlights, 17 headlines, 112.449 poin, 1.133 followers, dan 1.315 following. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

(Jangan) Beri Aku Buku. Perihal Mengoleksi Buku

13 Juli 2020   22:56 Diperbarui: 14 Juli 2020   00:10 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Mbak, dapat buku baru lagi?" tanya adik saya. Keluarga saya tahu benar, kalau saya ulang tahun biasanya panen buku. Maksudnya, teman-teman dekat saya suka memberi saya hadiah buku. Mereka sudah tahu kesukaan saya, membaca buku. Hadiah paling umum untuk penggemar buku, ya  buku itu sendiri.

Pengalaman sangat langka saya dapatkan waktu di Surabaya. Ini seperti kota surga buku buat saya. Bagaimana tidak, tempat kerja saya bersebelahan dengan toko buku. Lalu di lantai atas toko buku tersebut ada perpustakaan.  Saya termasuk anggota di dalamnya. Bagaimana tidak bisa dibilang surga buku buat saya?

Belum lagi banyak toko buku yang sering memberi diskon khusus bagi sekian banyak (sejumlah) pembeli pertama. Pagi-pagi, toko buku belum buka, sudah bersiap di depan toko. Wah ada-ada saja ya kisah saya. Pernah juga saya hampir seharian di toko buku tersebut karena nyaman. Ada tempat khusus untuk baca-baca. Pagi hingga sore saya bisa hanya tinggal tenang di toko buku.

Satu kali waktu berulang tahun, saya mendapat hadiah voucher buku dengan jumlah yang banyak dari teman-teman saya. Mereka saking bingungnya mau beri saya hadiah buku apa, jadi diberi voucher untuk membeli buku, bebas pilih di toko buku dekat tempat kerja saya. Siapa sih yang jadi tidak kalap pegang uang sejumlah itu untuk dibelanjakan buku?

Jadi mereka mengumpulkan uang dan terkumpul sebanyak jumlah tertentu (yang tidak sedikit menurut saya) untuk membeli voucher buku, lalu dijadikan hadiah ulang tahun saya. Saya saja mengingat kenangan itu hampir tidak percaya kalau pernah mengalaminya. Begitulah, banyak koleksi buku saya adalah pemberian teman. Tidak semuanya saya beli dengan uang sendiri.

Pernah juga saya pulang dari Surabaya untuk sebuah kunjungan, tiba-tiba mendapat pertanyan dari Ibu saya. "Ari, beli buku lagi ya di Surabaya." Kaget juga dapat pertanyaan itu. perasaan saya tidak beli banyak buku. Hanya beberapa buklet kecil yang saya memang sudah lama ingin punya. Paling, tidak sampai seratus ribu untuk membeli beberapa buklet sekaligus.

Ibu menunjukkan paket yang datang dari Surabaya, setumpuk buku tebal. Saya kaget juga, tidak merasa membeli buku, tapi ada kiriman buku. Ternyata buku itu dikirim seorang teman lama. Dulu waktu kuliah saya sering pinjam koleksi bukunya yang mahal-mahal. Tapi saya tak pernah punya kesempatan membeli buku-buku bagus tersebut.

Buku hadiah teman. Dokpri
Buku hadiah teman. Dokpri

Buku-buku karya penulis favorit saya Philip Yancey dan dokter Paul Brand. Betapa bersukacitanya saya mendapat setumpukan kiriman buku baru. Semuanya buku baru beli di toko buku. Terlihat dari kemasan bukunya. Wah langsung saya telepon teman saya untuk memastikan, ternyata benar itu dikirim untuk hadiah buat saya. Saya saja tidak tahu, ada hadiah dalam rangka ingat persahabatan kami di masa lalu ya. Saya terima saja.

Buku hadiah teman. Dokpri
Buku hadiah teman. Dokpri
Teman saya ingat kalau saya suka buku-buku itu dan membelikannya untuk saya. Kejutan manis dari Tuhan. Padahal boleh dibilang, kami juga lama tidak kontak. Rejeki tak lari kemana ya. Itu salah satu kisah menarik saya dengan kiriman buku dari teman.

Pada waktu saya memutuskan pindah kerja dekat kampung halaman, seorang teman juga memberi hadiah perpisahan berupa buku. Waktu saya keluar dari tempat kerja lainnya, beberapa teman kenalan saya, juga memberikan buku tebal sebagai kenangan lainnya. 

Buku-buku itu seolah mempunyai magnet untuk melekat pada saya. Datang sendiri tanpa saya minta. Membayangkan memiliki buku-buku itu saja, saya tidak pernah.

Dokpri. Hadiah dari teman
Dokpri. Hadiah dari teman

Waktu saya bekerja di Jakarta dan mengikuti satu kegiatan diskusi buku, saya rutin mendapat buku gratis. Kami membaca dan mendiskusikannya bersama. Selama 1 bulan habis 1 buku. Kadang lebih dari 1 bulan untuk membahas satu judul buku. Dari klub baca ini saya mendapat beberapa buku juga.

Ada salah satu kenalan saya, beliau sudah almarhum, mengetahui saya sangat suka buku, memberikan juga sekumpulan buku koleksinya. Jadi buku-buku itu diberikan tanpa saya memintanya. Mereka tulus memberikan karena mengetahui kegemaran saya. Itu saja.

Saya juga suka memberi hadiah buku pada teman-teman saya. Apalagi jika mereka berulang tahun. Rasanya buku merupakan pilihan hadiah paling tepat menurut saya. Tapi mungkin tidak bagi mereka, terutama yang tidak suka membaca buku. Saya belajar tentang hal ini.

Pernah saya memberikan satu buku, dan saya mendapati buku tersebut tidak pernah disentuh, masih dalam kemasannya selama bertahun-tahun. Berarti, saya salah memberikan hadiah rupanya. 

Setidaknya itu pikiran saya. Tapi sudahlah, itu hak setiap orang untuk bersikap pada buku. Saya jadi belajar untuk memilih hadiah lain. Tidak harus buku. 

Mengenai koleksi buku saya, sebenarnya saya tidak pelit meminjamkan buku. Hanya saja, saya selalu berharap buku-buku saya juga dijaga baik-baik oleh yang pinjam. Karena itu harta karun saya. 

Saya tidak pernah melipat lembaran kertas buku saya. Saya selalu menggunakan pembatas buku. Buku-buku saya juga (dulu) selalu saya beri sampul plastik transparan.

Pernah satu kali ada teman yang mengembalikan buku saya sudah lepas-lepas halamannya. Sedih sekali hati saya. Masa iya mau marah-marah atau minta ganti. Tidak begitu juga, paling lain kali tidak saya pinjami buku lagi. Itu saja.

Ada juga nasib buku saya yang terkena kuah sayur saat dipinjam teman, sedih juga. Saya bersihkan dan sampai saya semprot parfum agar bau kuah sayur itu hilang.

Buku disemprot parfum dengan hati-hati agar tidak merusak kertasnya. Wah sampai segitunya saya dengan koleksi buku saya. Begitulah saya menjaga harta karun saya ini.

Sekarang saya sudah mempunyai perpustakaan pribadi sendiri. Buku-buku koleksi saya sebagian besar juga pemberian orang lain. Terkadang saya juga membawa koleksi buku anak ke sekolah untuk jadi bacaan murid saya. Ini menolong anak-anak melihat langsung kalau gurunya juga membaca dengan rutin.

Koleksi buku anak. Dokpri
Koleksi buku anak. Dokpri
Mereka senang membaca buku-buku saya.
Bahkan ada murid yang sampai memberi saya hadiah ulang tahun berupa sebuah buku yang dipilihnya sendiri. Karena dia memperhatikan buku-buku kesukaan saya dari diskusi kami.

 Ada banyak cerita dengan buku. Itu kisah saya.
Koleksi buku saya kumpulkan dengan nama : ABy Online Library yang artinya Ari Budyanti Perpustakaan Online. Sebenarnya ini hanya untuk memudahkan saya mengingat judul-judul buku yang saya punya agar tidak sampai beli buku dengan judul yang sama. Pernah satu kali saya beli buku karya Kahlil Gibran dua kali dengan judul sama yaitu Sayap-Sayap patah.

Dokpri
Dokpri

Waktu pulang ke rumah, saya mendapati ternyata saya pernah beli buku itu. saya kira saya membacanya waktu pinjam teman. Jadi perpustakaan online saya ini murni isinya koleksi pribadi dan bukan untuk dipasarkan atau diperjualbelikan.

Menariknya, banyak teman yang merasa mendapat rekomendasi buku bagus dan mengajak saya berdiskusi tentang judul buku yang saya unggah di media sosial saya. Bukankah ini salah satu cara mengembangkan literasi pula? Setidaknya begitu menurut saya pribadi.

Mari terus mengembangkan literasi mulai dari diri sendiri. Ini akan menolong lingkungan sekitar kita agar juga ingin ikut gemar membaca. Jadi mengoleksi buku menjadi satu pilihan saya untuk terus bergiat di dunia literasi. Mengoleksi dan membaca buku pastinya ya.

Masih ingin memberi saya hadiah buku? Jangan, buku saya sudah banyak sekali. Berikan saja buku itu pada teman-teman Anda lainnya. Jangan beri saya buku lagi ya. Itu kisah saya seputar dunia perbukuan. Untuk menutup kisah ini, ada satu cerita, simak ya.

Pernah satu kali demi mengurangi beban membawa buku dalam jumlah banyak keluar kota, saya membagi-bagikan buku saya pada teman-teman dekat saya. Jadi buku-buku itu berkurang karena pindah kepemilikan. Meski bukan buku baru, namun kondisi buku saya selalu terjamin untuk diberikan pada orang lain. Saya selalu menjaga buku-buku saya.

Saya tuliskan kisah ini sebagai satu jejak kehidupan lainnya yang ingin saya tinggalkan. Mari terus berbagi kebaikan lewat tulisan dengan ketulusan.

Salam literasi
....
Written by Ari Budiyanti
13 Juli 2020

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun