Pada masa kecil, satu hal yang saya nanti menjelang bulan Ramadan adalah ajakan keluarga untuk berziarah ke makam. Saya sebenarnya waktu itu belum tahu pasti makna ziarah ke makam. Saya hanya ikut saja. Almarhum kakek saya yang selalu rajin membersihkan makam kakek dan nenek buyut saya. Hal seru yang saya rasakan adalah bisa menempuh perjalanan menuju makam.
Letak makam relatif jauh dari rumah kami. Saya dan keluarga naik sepeda beramai-ramai. Peralatan yang kami bawa juga harus lengkap. Mulai dari sapu lidi, sabit hingga cangkul kecil/pancong. Wah, untuk apa semua itu? Makamnya memang kurang terawat. Jadi perlu kerja bakti untuk membersihkan makam.
Ada yang membawa sabit untuk menyabit rumput di sekitar makam. Lalu sapu lidi untuk membersihkan sisa rumput. Kemudian yang membawa pancong kecil juga untuk digunakan membersihkan tanaman liar di sekitar makam. Kerja keras untuk membersihkan makam dilakukan kami bersama-sama. Ada keseruan tersediri bagi saya di masa kecil.
Kami juga membawa aneka bunga tabur untuk ditaburkan di makam kakek dan nenek buyut. Ada beberapa jenis bunga yang kami beli di pasar, ada juga yang kami bawa petik dari halaman depan rumah. Mulai dari bunga mawar, kenanga, soka, melati dan lain-lain.
Saya paling senang melihat bunga-bunga itu. Saya selalu minta yang membawa bunga. Bunga-bunga yang kami beli di pasar biasanya dibungkus daun pisang. Bukan hanya itu, mengumpulkan bunga-bunga yang kami petik dari halaman rumah pun menjadi kegiatan yang menarik. Rasanya seru sekali setiap akan diajak nyekar ke makam oleh kakek saya.
Dulu, jalan menuju makam belum diaspal seperti sekarang. Kami harus melewati jalan yang berlapis tanah. Jika tidak hujan, masih bisa ditempuh dengan lancer. Tapi kalau habis hujan, siap-siap sandal yang kami pakai terasa lebih berat. Tanah liat menempel di sandal kami. Memberi beban perjalanan menuju makam. Namun kami bisa membersihkannya di area dekat sumur alam. Airnya dingin sekali.
Belum lagi kalau kami bertemu tetangga atau kenalan jauh di makam atau dalam perjalanan menuju makam.Â
Kakek saya yang terkenal sangat ramah ini, pasti akan menyapa siapapun yang Beliau temui dalam perjalanan. Jadi bisa sangat lama baru bisa sampai makam. Itulah keakraban di desa kami pada waktu masa kecil.
Sesampainya di makam, kami mulai kerja bakti membersihkan makam lalu dilanjutkan tabur bunga seperti yang saya kisahkan di atas. Kakek saya biasanya mengajak kami menjelang bulan Ramadan dan menjelang Lebaran. Iya, itu kenangan di masa kecil saya.
Sekarang kakek saya sduah almarhum. Kakek yang dulu mengajak kami mengunjungi makam, kini menjadi yang kami kunjungi di makam. Bahkan Almarhum Bapak saya pun sudah tidak bisa bersama kami pergi ke makam. Karena Beliau pun kini kami kunjungi ke makam. Rasanya sedih jika mengenangnya sekarang. Tradisi kami ke makam memang masih sama, namun yang ikut kami ke makam sudah tidak sama. Kakek, Nenek dan Bapak sudah berada di makam untuk kami kunjungi.
Bagiamanpun, kebersamaan kami di masa lalu sudah memberi saya kenangan yang manis, kenangan yang indah tentang kebersamaan dalam keluarga. Setiap menjelang bulan Ramadan dan Lebaran, kenangan-kenangan ini akan terus bermunculan. Bunga-bunga di halaman depan rumah kami juga bebrapa sudah tak ada lagi. Tidak sama dan sebanyak masa kecil saya.
Inilah seuntai kisah saya di bulan Ramadan. Semoga setiap kita yang masih dikelilingi keluarga terdekat, bisa terus menyayangi dan menghormati mereka. Karena kita tidak pernah tahu sampai kapan batas waktu yang Tuhan berikan pada kita untuk bisa terus bersama mereka yang kita kasihi. Mari mengasihi keluarga kita setulus hati.
Salam kasih
Written by Ari Budiyanti
18 Mei 2020
Artikel ke 22 samber thr 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H