Tempias rasa tercipta karena kata
Yang menggores tajam ke relung hati
Jika tak kuasa menahannya saja
Terlampiaskan dalam larik puisi
Ketika kuatnya gemuruh kasih sayang
Pada jiwa yang tak bisa memilih
Karena nyata dalam dunia bukan bayang
Yang terajut menjadi pilihan kasih
Harus kulukiskan dengan apa besarnya
Perlukan gunung sebagai pembanding
Atau kupadankan dengan kedalaman apa
Samudera rayakah menjadi pesaing
Sungguh tak bisa ku menyandingkan
Dengan yang terbesar atau terdalam
Karena cinta sejatinya adalah ketulusan
Bukan semata berjuta rasa terpendam
Mungkin kau tak paham apa ku bilang
Ini sebuah kisah hati yang terlukai
Ketika kata-kata yang tak ditimang
Meluncur tanpa ampun penuh maki
Nada suara meninggi menjadi-jadi
Lupa pada siapa sedang berkata
Bila ada maaf itu karena luasnya nurani
Pun mengingat sebuah relasi jua
Bila mereka kata, sabar itu tanpa batas
Mungkin hanya Tuhan pemiliknya
Karena aku sadari hanya manusia
Yang tak bisa selalu menahan luka
Saat ku masih juga menyapamu
Setelah semua goresan tajam kata
Hanya karena kujagai sepanjang kalbu
Dalam untaian doa untuk yang kucinta
Aku bukan mencinta membabi buta
Aku pun bukan tak bisa membenci
Namun bila aku masih di sini juga
Mengingat darah sama mengalir diri
Tak kan cukup semua larik kata
Untuk mengingatkan diri agar melupa
Bila tentang luka yang menggoda
Dalam kehidupan sepanjang masa
Bisakah kau memilih diam saja
Bila katamu terangkai untuk melukai
Bisakah kau berubah murni jiwa
Dalam pertobatan sejati nan abadi
...
Written by Ari Budiyanti
11 Januari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H