Tahun 2020 diawali dengan duka bagi bangsa. Curahan hujan lebat dan berbagai faktor lainnya menyebabkan terjadinya bencana banjir di banyak wilayah di Indonesia. Banjir di area Jabodetabek bahkan sampai menyebabkan adanya korban jiwa. Sungguh kondisi yang sangat memprihatinkan dan mengerikan.Â
Banyak kerugian material yang diderita warga korban banjir. Foto-foto area yang kebanjiran muncul disertai video-videonya pula. Sungguh saya pribadi sangat sedih dan menyesalkan semua bencana yang terjadi pada bangsa kita di awal tahun ini.
Kota tempat saya mencari nafkah pun tak luput dari bencana yang sama. Beberapa rekan kerja di sekolah tempat saya mengajar juga rumahnya kebanjiran.
Terbilang ada sekitar 17 staf guru, karyawan dan cleaning service yang rumahnya kebanjiran. Tentu saja sebagai solidaritas rekan sekerja, kami menggunakan dana sosial yang dikumpulkan tiap bulan untuk menolong rekan-rekan kerja kami  yang kebanjiran.
Bahkan yayasan tempat saya bekerja pun menggalang dana untuk diberikan pada korban bencana banjir di area Tangerang Selatan. Perlu sekali memupuk rasa kebersamaan dan solidaritas antar masyrakat. Setidaknya kita berusaha membantu dengan dana yang diberikan tulus pada para korban bencana banjir di sekitar kita.Â
Beberapa murid juga menceritakan kisah sendu karena rumahnya kebanjiran dan air masuk cukup tinggi di dalam rumah. Bahkan tak sedikit yang terpaksa mengungsi di rumah tetangga jauh.Â
![Banjir di Bekasi. Dokumen pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/01/09/photogrid-1577858520515-5e174820097f367cde0ec513.jpg?t=o&v=770)
Beberapa rekan Kompasianer yang tinggal di Jakarta juga mengalami musibah banjir ini. Saya melihat beberapa postingan rekan-rekan Kompasianer di facebook mengenai kondisi rumah yang kebanjiran. Memang sangat menyedihkan. Saya tidak asal bicara. Karena saya pun sering mengalami musibah kebanjiran di rumah saya di kampung.
Bencana banjir kalau sudah datang menimpa, tak akan pilih-pilih. Orang kaya maupun orang miskin tertimpa banjir yang sama. Tidak membedakan dan tidak pandang bulu. Itulah yang terjadi saat banjir melanda.Â
Apakah penderitaan dialami hanya saat banjir semata? Tentu tidak. Penderitaan berikutnya yang merupakan satu paket adalah penderitaan pasca banjir. Kerugian material yang harus diterima para korban banjir pasti menyita pikiran. Emosi menjadi berat dan penat.Â
Selanjutnya, ketika harus mulai membersihkan rumah sisa banjir, sungguh menyita energi raga ini. Jika tidak bisa mengimbangi dengan suplai makanan yang cukup, bisa menyebakan penyakit.
Ini kisah saya sebagai korban bencana banjir beberapa tahun lalu di kampung. Sungguh itu adalah salah satu masa terberat yang pernah saya alami. Bagaimana tidak. Hampir satu Minggu penuh rumah kami kemasukan air banjir.
Warna coklat yang menandakan betapa kotornya. Masih untung bagi kami sekeluarga, banjirnya tidak sampai menyentuh ranjang tertinggi di rumah. Dengan demikian kasur masih bisa diselamatkan.Â
Tidak terbayang untuk korban banjir yang sampai atap. Kerusakan  besar-besaran dan kerugian materi tak terhitung jumlahnya.Â
![Saat banjir masuk rumah kami.kenangan masa lalu. Photo by Ari](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/01/09/fb-img-1578586054504-5e1756c6d541df51d05287a3.jpg?t=o&v=770)
Saya ingat saat semua keluarga mengungsi ke toko milik almarhum kakek nenek saya, saya memilih tinggal di runah yang kebanjiran. Betapa bodohnya saya membahayakan diri saya saat itu hanya takut barang-barang saya hanyut.Â
Bukan hanya itu, melihat ular air berenang membuat saya merinding setengah mati. Saya akhirnya menyerah. Saat kondisi tak lagi terkendali secara emosi, saya memilih ikut mengungsi. Listrik sudah dimatikan di area tempat tinggal kami. Penduduk desa yang kebanjiran sudah mengungsi semua.Â
Saya hanya berpikir saat itu, kalau saja saya mengalami kerugian besar secara materi, saya harus bisa ikhlas. Dukungan doa rekan-rekan saya sungguh menolong saya untuk bertahan. Bahkan ada rekan dari Bandung datang mengunjungi saya. Sungguh sebuah support moral yang sangat dibutuhkan.Â
![Aneka barang naik kursi atau meja. Banjir di rumah Ibu di kampung. Tahun 2014. Photo by Ari](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/01/09/fb-img-1578587540792-5e175790097f3655441a7535.jpg?t=o&v=770)
![Sisa banjir di halaman depan rumah. Photo by ari](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/01/09/fb-img-1578586141757-5e1757cf097f3625f8699a52.jpg?t=o&v=770)
Perlu kita bijaksana mengomentari para warga yang kena banjir. Kelelahan fisik dan emosi membuat orang-orang ini lebih sensitif dari segala macam kecaman atau sekedar omongan tak berarti dari sesamanya. Sebaiknya kita menjaga tutur kata kita saat berkomentar.
Mungkin itu kisah saya saja. Salah satu masa kelam dalam hidup saya saat banjir melanda. Herannya Ibu saya hanya bilang begini, "Banjir kan rame-rame tidak sendirian, semua kena, tidak usah terlalu pusing. " Mungkin untuk menghibur diri saja ya. Taoi jujur saya pusing berat waktu itu.
Lebih parah lagi saat kami kira banjir telah surut dan pergi dari rumah. Kami bersih-bersih dan sangat kelelahan. Tapi banjir datang lagi dan masuk rumah lagi. Inipun pernah kami alami. Rasanya ini menjadi semacam titik terlemah dalam hidup saya. Lelah fisik dan emosi.
Rasanya ingin Tuhan panggil saya saja waktu itu daripada menanggung lelah yang tak terkira. Mengerikan ya bahaya secara psikis yang dialami korban banjir seperti saya. Mata saya juga sempat bengkak. Mungkin lingkungan pasca banjir yang kotor menginfeksi saya. Tapi syukurlah bisa sembuh.
Begitulah kira-kira memori saya di masa lalu saat banjir melanda berulang kali di kediaman tercinta dan hampir merenggut nyawa. Syukur kepada Tuhan saya dan keluarga masih tertolong sehingga masih bisa melanjutkan hidup hingga saat ini.Â
Turut prihatin sedalamnya dari hati saya bagi semua warga Indonesia yang terkena banjir. Semoga lekas surut dan ada pemulihan pasca banjir bagi fisik dan mental. Teriring doa tulus dari saya yang pernah dan sering kebanjiran rumahnya di amss lalu. Semoga tidak ada lagi banjir-banjir besar di kemudian hari. Salam empati dari saya.
...
Written by Ari Budiyanti
9 Januari 2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI