Bangku itu kosong. Sudah satu mimggu aku tak melihat dia. Biasanya di setiap senja kudapati hadirnya di sudut sana. Berteman buku-bukunya yang tak kutahu bacaan apa. Kenapa aku merindu dia yang bahkan tak peduli keberadaanku.Â
Anthony, betapa kasihannya dirimu. Batinku dalam diam melagu. Selalu kulantunkan nada-nada yang aku tebak dia akan suka. Semua melodi indah bernuansa romantika kisah cinta. Tapi tak bergeming dia dari buku-bukunya. Mengapa. Sungguh ku tak tahu alasannya.
Dia seperti menikmati sepinya. Dia seperti meresapi kesendiriannya. Keberadaanku seolah tak bermakna. Satu bulan tanpa kusadari aku sudah mengamati dia di kejauhan dan dia tidak. Tapi aku masih berusaha ada di sana. Hingga sore itu mengejutkanku.Â
Saat aku tak yakin, kupilih lagu itu. Kenanganku bersama kekasih hatiku di masa lalu. Lagu indah penuh rasa rindu. Serenade gubahan Franz Schubert. Memang aku tahu musik instrumental saja tanpa lirik lagu. Dengan biola kesayanganku, hartaku paling berharga yang selalu kubawa kemanapun juga. Aku suka menghabiskan senjaku di taman itu terlebih sejak kulihat dia yang tak ku tahu nama.Â
Menjadi guru musik pemberi les biola ternyata cukup bagiku memenuhi kebutuhan sehari-hari. Banyak penggemar biola yang menjadi pemula di kota tempat aku tinggal. Dan mereka memintaku menjadi guru les mereka bermain musik biola. Aku pun menyetujui. Waktu kerjaku sudah kubatasi selain senja hingga malam menjelang. Dan mereka pun sepakat denganku. Aku menikmati pilihan hidupku ini. Beraneka lagu bisa kumainkan bersama mereka murid-muridku di les biola.Â
Senja hingga petangku sering kuhabiskan di taman itu. Tak jauh dari tempat aku memberikan les biola. Menjadi tempat singgahku setelah mengajar musik. Lama-kelamaan aku menjadi betah di sana. Terlebih sejak kudapati sosok cantik penggemar buku. Tapi diamnya tidak mengacuhkanku. Membuatku ragu apa dia tahu.Â
Hingga sore saat aku memainkan Serenade Franz Schubert, dia baru menunjukkan pedulimya. Tertegun saat kubuka mataku dan kami bertatapan. Indahnya kedua bola matanya itu memikatku dan membuatku tak bisa berkata apa. Hanya senyuman bisa kuberikan untuk membenamkan debar rasaku.Â
Terlebih saat dia bertepuk tangan menyambutku seusai memainkan nada lagu itu. Mengapa? Â Hanya bisa berujar terimakasih padanya. Dan hari-hari berikutnya saat kulihat dia, akupun selalu menyelipkan alunan musik Serenade. Demi menarik perhatiannya.Â
Saat aku tak kuat lagi maka kukisahkan semua pada adik sepupuku, Dika. Dia sudah seperti saudara kandung bagiku.
Dika terdiam mendengar kisahku. Saat ku ceritakan tentang dia. Akhirnya Dika memutuskan untuk pergi ke taman bersamaku. Namun Dika sengaja tak duduk dekatku agar lebih leluasa mengamati dia  seandainya ada di taman.Â
Dika bercerita telah bertemu dengan teman lamanya waktu di kampus dulu. Namanya Laras. Dan menurut cerita Dika, mungkin Laras adalah nama wanita yang kumaksud. Karena dari penjelasanku, hanya ada Laras yang duduk di bangku itu dengan berteman buku-buku. Dika memberiku selamat dan mengatakan kalau benar itu Laras maka berbahagialah aku. Aku harus mengusahakan mendapatkan hatinya.Â