"Masuk" terdengar suara dari dalam ruangan setelah kuketuk pintu. Ada debar kurasa saat memasuki ruang kerja pak Rian namun kutahan. Langsung kukatakan padanya untuk segera makan makanan yang kubawa. Seperti dugaanku dia masih bekerja dan belum makan siang.Â
Responnya sangat dingin. Bisa kulihat dia terkejut tapi disamarkannya dengan sikap dinginnya. Aku hanya disuruh meletakkan sop ayam itu di atas meja dekat pintu. Sementara dia terus bekerja. Sedikit kupaksa dia untuk segera makan siang saat itu juga. Tapi astaga, apa itu, dia hanya menatapku tajam. Tatapannya itu, aduh jika terlaku lama berdiri di sini bisa ketahuan rasaku padanya.Â
Cepat-cepat aku pergi dari ruangannya setelah berpamitan kilat. Astaga keluar dari ruangannya membuatku masih juga berdebar kencang. Tak terbayang jika tinggal lebih lama di sana. Bisa melompat jantung hatiku keluar dari tempatnya.Â
Hari ini, tak mau lagi aku menemuinya sebelum semua pekerjaanku selesai dan laporanku beres. Astaga, mengapa aku merasakan ini pada atasanku sendiri, ketua timku yang baru satu bulan ini kukenal. Masa iya cinta datang tiba-tiba.Â
Bukankah aku sedang menyimpan cintaku hanya untuk pria itu, yang tak sengaja kudengar senandungnya di taman bunga dua bulan lalu. Saat malam minggu, seperti biasa ku menghabiskan waktu di taman bunga dekat rumah ketika seorang pria datang duduk di belakangku.Â
Petikan gitarnya lembut dan aku terus ingat lagu yang dinyanyikannya. Suaranya juga merdu. Sayang aku tak berani menyapanya. Sekedar menoleh untuk memastikan wajahnya aku tak tak berani. Bagaimana kalau dia marah dan tidak suka. Tapi pria itu terus hadir dalam anganku. Dan selalu kudoakan agar dipertemukan dengannya.
Siapakah dia? Bukankah hatiku hanya untuk dia yang tak kutahu nama. Tapi mengapa sekarang rasaku berubah, aku merasa sedang jatuh cinta pada pak Rian. Astaga, apa boleh begitu? Sosok pria dewasa yang kusuka karena begitu giat bekerja dan mau sabar mengajariku mengerjakan tugas-tugas baruku. Meski tampak dingin di luar tapi bisa kurasakan kelembutan di hatinya.
"Sekar, aku senang kamu menangkap maksud perkataanku tadi dengan cepat" suara itu menyentakkan lamunanku. Aku baru sadar kalau masih berdiri di depan ruangan pak Rian sedari tadi. Dan aku ketahuan oleh pak Ardi yang hanya bicara singkat dan pergi melewatiku sambil berkata " Cepat selesaikan pekerjaanmu, jangan buat ketua timmu menunggu lama dia tidak suka orang malas."
Mendengar "clue" itu, aku segera bergegas ke ruanganku dan berusaha sebisaku menyelesaikan tugas laporanku. Ingin aku bawa padanya dan bertanya. Namun, ketahuan sekali aku tidak mau berusaha dulu. Meski dia tidak keberatan membantuku. Aku ingin tunjukkan padanya aku bisa tanpa bantuannya.
Tepat jam lima sore aku selesaikan semua tugasku. Bantuan diberikan beberapa rekan kerja senior untuk hal-hal yang tak kupahami. Mereka tidak ada yang menolak membantu. Lelah seharian bekerja membuatku menahan keinginan ke toilet. Aku tahu itu tak baik. Tapi mau bagaimana, nangung juga pekerjaannya. Akhirnya sebelum kubawa laporanku ke pak Rian, aku pergi ke toilet dulu.
Saat kembali ke ruanganku, aku sungguh hampir lemas terjatuh jika tak segera kupegang gagang pintu. Pak Rian ada di sana. Pasti menunggu laporanku. Astaga "on time" sekali dia. Pukul 5 lebih sedikit saja aku sudah dicari ke ruangan karena belum mengumpulkan laporan. Dengan cepat dan gugup aku pun memberikan laporanku.Â