Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.888 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 17-07-2024 dengan 2.280 highlight, 17 headline, dan 109.421 poin. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Pulang (Aku Rindu Ayah dan Bunda)

1 Juni 2019   11:47 Diperbarui: 1 Juni 2019   12:30 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jakarta. Dokumen Pribadi. Photo by Ari

"Pak, itu tadi bus merah arah mana?" Tanyaku yang tergesa-geda duduk di tempat mangkal Ojek. 

"Itu ke Cikarang mbak. Memang mbak mau kemana?" Jawab tukang ojek sembari dilanjut bertanya. 

"Bekasi. Untunglah kalo ke Cikarang. Saya kira ke Bekasi. Tadi pas lihat bus, masih di seberang sana. Tidak kelihatan bagian depan bus."

Bus jurusan Bekasi, Kampung Rambutan dan Cikarang, mempunyai nama dan warna yang sama. Yang membedakan hanya tulisan di bagian depannya.

Jadi menurut tukang ojek yang mangkal di situ, perbandingannya 3 banding 1. Jadi 3 bus ke Cikarang lewat, baru disusul 1 Bus ke Bekasi datang. Jadi kalau sampai terlambat naik bus Bekasi sedikit saja, harus nunggu bus berikutnya sekitar 1 jam di bawah jembatan penyeberangan. 

Sambil menunggu kami mengobrol. Tukang ojek ini ternyata sudah tidak mudik selama 9 tahun. Wah lama sekali ya. Ternyata, memang di kampung hanya tinggal Ibunya saja. Ibunya sering mengunjunginya ke kota sekalian berlibur ke Jakarta. Iya masih bisa bertemu orang tua pasti rasanya luar biasa bahagia.

Seperti aku kini yang masih menunggu bus ke Bekasi untuk mudik bertemu sanak saudara di sana. Mudik tidak harus ke kampung kan ya? 

Kalau tinggal di kota lain yang hanya berjarak dua jam perjalanan dan jarang bisa pulang karena pekerjaan menumpuk, apakah aku boleh menyebutnya sebagai mudik juga? Apapun itu, intinya aku akan pulang menemui Ayah dan Bundaku. 

Iya setelah hampir 1 tahun tidak pulang. Apakah aku kelewatan, hanya kota berjarak 2 jam perjalanan namun jarang pulang? Apapun yang kau pikirkan, aku tak peduli. Pokoknya sekarang aku akan pulang. 

Astaga, tanpa sadar, ternyata aku melamun saja. Kalau bukan teriakan tukang ojek yang sudah berdiri sedari tadi mengamati bus yang datang, "Bekasi Bekasi, Mbak bus nya sudah datang"

Aku terjaga dari lamunanku dan segera berdiri siap-siap naik bus ke Bekasi. "Terimakasih Pak" kataku sambil berpamitan ke tukang ojek. "Semoga bapak bisa segera mudik ya" lanjutku sambil naik ke bus. 

Tak banyak yang kubicarakan dengan tukang ojek tadi. Tapi membayangkan 9 tahun tidak pulang, aku tak sanggup. Aku memang jarang pulang, setahun ini baru bisa dapat waktu libur, itupun kupaksakan harus libur. Mendengar suara Bunda yang menyesak dalam telepon terakhir. "Bunda dan Ayah rindu sekali. Usahakan segera pulang libur lebaran kali ini"

Sepanjang perjalanan naik bus ke Bekasi, nampak masih lancar lalu lintas. Belum banyak penumpang dan masih bayar dengan tarif biasa. Kubaca pengumuman sekilas, besok sudah naik tarifnya. Untung ya mudik hari ini. Memang tarif naik tidak seberapa, tapi untukku yang penuh perhitungan dengan uang, pasti sangat penting.

Membawa kue talas khas Bogor kesukaan Bunda yang kubeli pagi tadi. Dan beberapa pasang baju untuk Ayah dan Bunda. Sudah kusiapkan sejak seminggu lalu. Rencana pulangku sudah mantap dan semua kusiapkan dengan baik. 

Tapi, apa yang akan kuceritakan pada Ayah dan Bunda. Itu yang belum kusiapkan. Satu tahun tak bersua seharusnya ada banyak cerita. Tidak bagiku. Aku tak suka berbagi cerita dengan siapapun. Termasuk Ayah dan Bunda. 

Ayah dan Bunda selalu perhatian padaku. Segala kebutuhanku dipenuhi. Indah hidup kami sampai saat ayah mengalami sakit parah. Ayah tak bisa lagi bekerja. Bunda merawat Ayah sepenuh hati karena cinta Bunda juga berusaha memenuhi kebutuhan kami bertiga. Bunda juga tidak mau aku putus sekolah. Bunda memotivasiku untuk berusaha belajar dan belajar setiap waktu. Agar aku tidak lagi memerlukan biaya sekolah melainkan dapat beasiswa. 

Sejak SMA, aku berjuang selalu mendapatkan beasiswa. Lalu berlanjut kuliah. Berat memang saat kuliah, meskipun uang beasiswa kudapat, namun tidak biaya hidup. Aku harus berusaha keras dengan bekerja ini itu. Mulai kerja part time sore hari, sepulang kuliah. Sabtu dan Minggu pun kugunakan untuk bekerja. Rasanya lelah sekali. Sambil berusaha menabung untuk membantu Bunda dan Ayah di Bekasi. 

Itulah mengapa aku jarang pulang. Terkadang badan sudah sangat lelah. Hanya ingin istirahat saja. Pulang ke rumah Ayah Bunda, bukan ku tak ingin. Namun kebutuhan akan uang membuatku mau tak mau mengesampingkan segala rindu. 

Belum lagi kalau sudah di rumah, rasanya berat menata hati untuk berpisah lagi. Butuh waktu lama untuk membuat hatiku stabil mengerjakan segala aktivitas rutinku. Akhirnya kuputuskan, memilih tudak pulang dulu. Iya demi masa depanku, juga Ayah Bundaku. 

Bunda, seorang wanita yang sangat tabah dan kuat. Tak banyak ku dengar keluhan dalam menjalani hidup yang berat ini. Yang ada selalu kudapati doa-doa tiada henti di waktu-waktu lelahnya. Saat bisa sejenak beristirahat, Bunda berdoa. Tak jarang kudengarkan namaku disebut dalam doa-doa Bunda. 

Jakarta. Dokumen Pribadi. Photo by Ari
Jakarta. Dokumen Pribadi. Photo by Ari

Tak terasa perjalanan sudah hampir dua jam. Kota Bekasi sudah di depan mata. Perjalanan meninggalkan kota tempatku menuntut Ilmu dan mencari nafkah. 

Bayangan Bunda dan Ayah terus membayang. Sebagai anak tunggal, kedatanganku mengunjungi mereka pasti sangat dinantikan. Aku memberi tanda untuk berhenti ketika sudah dekat rumah. 

Rumah Ayah Bunda, dekat jalan raya, ada halaman kecil dengan bunga-bunga yang Bunda rawat. Dulu, Ayah dan Bunda merawat bunga-bunganya berdua. 

Kadang aku ikut membantu. Namun sekarang, hanya Bunda saja yang merawat saat masih lelah. Memang tidak seperti sebelumnya saat merawat bunga-bunga bersama ayah. 

Tapi Bunda tetap berusaha sebaik mungkin merawat bunga-bunga tumbuh. Menyiraminya dengan air setiap sore, apalagi hujan sedang tak kunjung turun. 

Bunga-bunga Adenium atau Kamboja Jepang, nampak sedang berbunga dihalaman depan rumah Ayah Bunda. Menyambut kedatanganku. Setahun tidak pulang ke rumah sama sekali, kadang aku pikir keterlaluan namun aku bisa apa. Aku harus fokus belajar dan mencari uang. 

Waktu liburan, justru banyak lowongan pekerjaan part time yang membuatku bisa dapat cukup banyak uang. Seminggu beberapa kali, aku masih menelepon Ibu dan berkirim pesan setiap hari. 

Akhirnya kuputuskan pulang ke rumah Ayah Bunda di Bekasi dan membatalkan beberapa pekerjaan part time yang sudah kuterima di beberapa tempat. 

Bunga Adenium. Photo by Ari
Bunga Adenium. Photo by Ari

Semarak bunga segera membangkitkan keindahan memori masa lalu. Masuk gerbang rumah, nampak sepi, kuketuk pintu rumah. 

"Bunda, Dita pulang" kataku sembari membuka pelan pintu rumah. Terdengar sahutan dari dalam rumah dan keluar dari kamar. Bunda mendorong kursi roda, ada Ayah duduk di situ. Ayah dan Bunda menyambutku penuh haru. Ayah berusaha menampakkan wajah ceria meski kondisi badan nampak sangat lemah. 

"Ayah, Bunda. Dita rindu" tak terasa air mata menitik deras, tak sanggup aku menahan semua rindu yang kutekan menyesak di kalbu. Aku segera memeluk Bunda, mencium tangan Ayah dan Bunda. Aku pun memeluk Ayah. 

Sosok yang pernah begitu perkasa menjaga keluarga kami. Sosok yang hangat penuh cinta dan perhatian. Sekarang terduduk lemah di kursi roda. 

Ayah menepuk-nepuk punggungnku dengan lembut saat aku memeluknya. "Ayah sangat rindu Dita, terimakasih sudah pulang untuk Ayah Bunda." Kata Ayah pelan dan lembut. Aku hanya bisa mengangguk. Lalu kami berdoa bersama untuk memgucap syukur atas kebersamaan kami. 

Bunda tidak banyak bicara. Rasa haru meliputi hati kami bertiga. Tak ada banyak cerita saat aku baru tiba. Namun malamnya, tak bisa aku menahan semua kisah, semua kuceritakan pada Ayah dan Bunda. Tentu saja tidak semua kisah. Rasa rindu yang kutekan menimbukan sesak, tak pernah kunyatakan. Ayah Bunda sudah tahu itu.

Ayah Bunda pun banyak bercerita tentang banyak hal indah selama satu tahun saat aku tak pulang. Ayah menunjukkan perkembangan kesehatan yang membaik. 

Bunda mendapat cukup waktu merawat Ayah karena uang yang kukirimkan cukup meringankan beban Bunda. Bunda tidak perlu terlalu lelah lagi mencari uang untuk kebutuhan keluarga. 

Aku tahu, setiap beban yang dotanggungkan pada insan di bumi ini sudah ditakar oleh Yang Maha Kuasa. Tak akan mungkin diberikan tanggungan yang melampaui kekuatan umatNya. 

Karena Tuhan setia dan adil, kasih sayangNya pada umatNya sangat besar. Perlu ketaatan dan kesetiaan menanggung semua beban. Iya tentu saja dengan bersandar pada kekuatan Tuhan semata. 

Aku tahu, tanpa campur tangan Tuhan, aku tak akan sanggup menghadapi ini semua. Juga teladan Ayah dan Bunda yang tak henti-hentinya saling mengasihi dalam suka dan duka. Seperti yang mereka ucapkan dalam janji pernikahan, bahwa akan saling mencintai dalam waktu senang pun susah. Beliau berdua sungguh melakukan janji mereka. Terimakasih Tuhan.

Kepulanganku kali ini memberi kekuatan dan penghiburan baru untukku sendiri. Segala lelah fisik dan mental selama di kota tempatku bekerja dan belajar, serasa luruh sudah saat itu. Melihat Ayah dan Bunda yang masih tetap bersemangat, ini juga seperti mentransfer semangat padaku yang sering lelah fisik dan mental di kota tempatku tinggal selama satu tahun ini.

Terimakasih Tuhan, untuk Ayah dan Bundaku. Terimakasih karena aku bisa pulang liburan lebaran ini. Tak mengapa aku kehilangan beberapa pekerjaan part time yang menghasilkan uang dua kali lipat dari hari biasa. Untukku, pulang adalah pilihan terbaik kali ini. Menikmati kebersamaan dengan Ayah dan Bunda tak sebanding dengan uang yang bisa kudapatkan. 

Aku tahu, banyak orang punya pergumulan berbeda denganku. Masih ada yang tidak bisa pulang karena pekerjaan dan tuntutan kebutuhan keluarga. Tetaplah semangat teman, semoga di kesempatan lain, segera ada waktu pulangmu untuk bersua orang tua dan keluarga besarmu. Doaku untuk kalian semua, tetaplah sehat dan jagalah relasi dengan orang tua. Selama Tuhan masih memberi kesempatan kehidupan bagi orang tua kita. Pulanglah, saat kalian bisa menyempatkannya. Rindu Ayah dan Bunda kalian selalu menantikan kepulanganmu. 

"Dita", panggil Bunda menjelang waktu tidurku. "Ayah sudah tidur lelap, Bunda senang sekali, Dita mau pulang menjenguk Ayah dan Bunda. Terimakasih untuk perjuanganmu selama ini demi Ayah dan Bunda." 

Aku memeluk Bunda. "Dita rindu Ayah. Dita rindu Bunda". Kami berpelukan dan sekali lagi berdoa berdua bersama malam itu. Bunda membelai rambutku, menyelimuti ku dengan selimut rajutan Bunda. Selimut kesayanganku, seperti aku diselimuti kasih sayang Bunda. 

Written by Ari Budiyanti

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun