Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.992 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 1-12-2024 dengan 2.384 highlights, 17 headlines, 112.227 poin, 1.131 followers, dan 1.311 following. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bekerja di Luar Kota, Menahan Rindu pada Keluarga

1 Mei 2019   16:23 Diperbarui: 1 Mei 2019   16:52 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengalaman ini belum lama terjadi. Ketika pulang kampung naik mobil travel waktu menjelang libur Pemilu, 17 April 2019. Saya dijemput sore hari sekitar pukul 18.00 WIB pada tanggal 16 April untuk mudik, pulang kampung dalam acara utama mau nyoblos. Perjalanan saya dipenuhi dengqn kemacetan di sana-sini. Biasanya kami tiba di kampung pukul 4 atau 5 pagi, tapi pada tanggal 17 April itu kami sampai rumah sekitar pukul 9.30 pagi. Cukup lama di perjalanan dan melelahkan. Tapi demi nyoblos, kami memilih pulang meski bermacet ria.

Kami ada 7 orang penumpang dalam mobil travel. Ditambah supir jadi 8 orang. Hal yang menarik adalah, semua penumpang pulang dengan tujuan utama mau menyoblos. Saya sempat bertanya pada beberapa orang. Ada satu Ibu, yang hanya libur tepat tanggal 17 April saja. Beliau bekerja di sebuah pabrik pembuatan pakaian. Jadi berangkat malam tanggal 16 April dan akan balik lagi tanggal 17 April malam ke tempat kerjanya. Pasti lelah sekali. Waktu saya tanyakan kenapa tidak menyoblos di Purwakarta saja, alasannya kalau tidak mudik, nanti disuruh masuk kerja, lembur setelah nyoblos. Jadi beliau memutuskan pulang. Sekalian bertemu orang tuanya untuk melepas kangen meski hanya sejenak.

Ibu ke dua saya tanya juga. Menurut penuturan beliau sudah 3 tahun tidak pulang. Kaget saya. Lalu kalau libur lebaran bagaimana, menurut pengakuannya, anak-anak yang datang mengunjunginya dari kampung. Namun demi nyoblos kemaren, beliau akhirnya pulang. Pengalaman yang sungguh menyentuh hati. Saya tidak terbayangkan sampai bertahun-tahun tidak pulang. Tidak bisa bertemu keluarga besar.

Keputusan banyak orang bekerja di luar kota ataupun luar pulau bahkan sampai luar negri untuk mencari nafkah demi keluarga tercinta. Terpisah jauh dari keluarga besar. Seringkali harus menahan rindu. Namun tetap dijalani untuk masa depan bersama, keluarga dan anak-anak tentunya. 

Hal menarik berikutnya, dalam perjalanan pulang balik ke kota tempat saya bekerja, saya juga naik mobil travel. Ada pengalaman menarik lainnya. Saya berkenalan dengan salah satu penumpang yang baru akan mencoba bekerja di luar kota untuk pertama kalinya. Baru lulus SMA. Saat di pemberhentian mobil untuk istirahat makan, kami pun ikut turun dan makan di warung. Tapi karena saya selesai duluan dan ada keperluan, saya kembali ke mobil duluan.

Selesai makan, kanalan saya juga kembali ke mobil dan bertanya. Berapa harga makanan di sini. Apakah memang mahal sekali? Karena dia bayar 1 porsi bakso seharga Rp. 44.000,- Sontak saya kaget. Tidak mungkin kata saya. Lalu saya minta kenalan saya kembali ke warung dan menanyakan harga. Karena tidak berani juga malu, dia minta saya temani. Dalam hati saya, mbak ini masih lugu sekali ya, padahal mau kerja di kota besar. Lalu saya temani. 

Benar juga, pemilik warung ternyata salah memberi harga 1 mangkuk bakso. Lalu diberi kembalian. Sekembalinya ke mobil, saya nasehati kenalan baru saya yang masih muda belia ini. Agar dimanapun berada nantinya kalau mau beli makanan sebaiknya tanya dulu harganya sehingga tidak sampai salah lagi seperti malam ini. 

Dua pengalaman menarik ini memberi pelajaran berharga bagi saya. Bekerja di luar kota, selain menuntut kita untuk berani menahan rindu pada keluarga, juga harus berani menjalani kehidupan agar tidak mudah menyerah atau mudah dibohongi. Harus berani bertanya bila tidak tahu. Harus berani minta tolong bila membutuhkan. 

Sejak lulus SMP saya sudah belajar di luar kota. Saya mengenyam pendidikan SMA di luar kota, sekitar 3 jam perjalanan dengan bus umum dari desa saya. Lalu melanjutkan kuliah juga di luar kota yang lebih jauh lagi, di Surabaya. Hampir seharian di kereta ekonomi jaman dulu. Berangkat jam 6 pagi dari Surabaya, sampai desa saya sore pukul 5.  Kalau sekarang, sudah jauh lebih baik pelayanan Kereta Api. Selesai kuliah pun sempat bekerja sekitar 3 tahun di sana. Dan sampai seksrang pun saya masih bekerja di luar kota.

Terbiasa hidup di luar kota, jauh dari keluarga, menahan rindu pula namun saya tidak pernah mengalami sampai bertahun-tahun tidak pulang. Atau pulang hanya sebentar tidak sampai sehari di rumah seperti yang dialami salah seorang ibu penumpang travel kenalan saya. Saya tidak bisa membayangkannya. Ada banyak peristiwa lain yang membuat saya belajar tentang kehidupan dari mengamati kehiduoan orang lain.

Di hari buruh ini, 1 Mei 2019, saya berharap orang-orang yang bekerja di luar kota, selalu sehat dan tetap semangat berkarya meski jauh terpisah dari keluarga. Tetap survive, bisa bertahan hidup di tengah kemelut kehidupan di kota besar. Dan bisa mendapat kesempatan baik bertemu lagi dengan keluarga besar di hari-hari libur mendatang. Semoga setiap kita diberi kesabaran dan ketabahan saat bekerja di luar tempat tinggal kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun