Meratap aku melihat ruang hijauku berkurang
Menangis aku melihat air tanahku tak bisa kuserap dan meluncur terus tak terhentikan
Muram aku melihat sahabat-sahabatku kehilangan tempat tinggal, gajah, harimau, singa, beruang, rusa, kelinci berlarian mencari tempat berteduh yang aman
Bergetar aku melihat kumpulan airku beradu dengan plastik sisa aneka kegiatanmu, menjadi sampah bertumpuk, berserakan mengapung di derasnya airku, menjerat kaki sahabat-sahabatku yang lainnya, penyu, paus, lumba-lumba, ubur-ubur laut dan lain-lain, kini mereka menderita tak bebas leluasa berenang lagi di airku
Bergejolak aku melihat kau terus ambil hasil tambangku, kau gali terus di sana-sini, kau lupakan keseimbanganku, kau buat mereka yang tinggal di sekelilingku merana, kadang terjebak dalam lubang-lubang tambangmu
Merajuk aku melihat langitku, yang terus kau penuhi dengan polusi, asap beracun, membuat sahabat-sahabatku sesak nafas, burung, kupu-kupu, lebah, satu persatu berjatuhan mati tak berdaya
Aku harus bagaimana untuk membuatmu sadar dan mencintaiku lagi, haruskah kuluapkan lahar api dari gunung-gunungku, atau kubiarkan hujan menggugah air sungaiku mengepungmu dan menenggelamkan tempat tinggalmu
Apakah kau mau aku menjadi seperti itu padamu?Â
Ya, jika kau tak juga berubah, jika kau tak juga sadar, jika kau tak juga paham, aku tak kuasa lagi menahan luapan amarahku yang akan menghancurkanmu, menelanmu dan seluruh yang kau cintai, keluargamu, harta bendamu, semuanya
Tepat seperti yang kau lakukan pada hutanku, pada lautku, pada langitku, pada sahabat-sahabatku yang tinggal di sana
Cintailah aku, berdamailah denganku, sayangilah aku, agar kau dan aku hidup berdampingan secara damai
...
Dari aku, BumiÂ
Pada kamu, kaum manusia
...
Sebuah perenungan singkat di hari Bumi Sedunia, 22 April 2019
Mari Cintai Bumi
..
Written by Ari Budayanti
Just today
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H