Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.953 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 27-10-2024 dengan 2.345 highlights, 17 headlines, 111.175 poin, 1.120 followers, dan 1.301 following. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Bukan Takut Hujan, Tapi ...

7 April 2019   20:05 Diperbarui: 14 Oktober 2021   17:39 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua bersaudara main sepeda bergantian. Photo by Ari

Sebuah kisah di suatu malam. Saat hujan lebat dan beriringan dengan gemuruh guntur. Sesekali pun ada kilat menghiasi langit malam yang gelap pekat.

Ketika kakak beradik sedang berkunjung di rumah nenek di kampung. Sang kakak sudah tertidur lelap. Kelelahan bermain rupanya seharian ini. Hujan lebat menambah nyenyak saja tidurnya.

Sang adik sebaliknya. Dia begitu resah dan gundah. Belum juga tertidur. Malahan ada gejala mau menangis. Memang sih, si adik selalu tidur siang dan biasanya cukup lama. Bisa sampe 4 jam. Wah-wah, tidur yang sangat lelap.Tiba-tiba hujan semakin deras saja dan suaranya kencang sekali. Mbah (panggilan untuk nenek), Ibu, Bulik (panggilan untuk Tante), juga sudah sangat mengantuk sekali. Adik kaget mendengar suara air hujan yang keras jatuh di atap rumah.

"Bu, takut, takut" sambil menangis teriaknya. Dengan sudah terkantuk kantuk, ibu dan mbah berusaha menidurkan Adik, tapi tetep saja Adik menangis kencang.

Bulik pun beraksi ikut menenangkan. "Adik takut apa? Itu cuma air hujan, air, kayak kalo Adik mandi pakai air, dari kran keluar airnya deras. Kalau air hujan turun deras dari langit" kata Bulik sambil terkantuk kantuk

"Takut, hujan, sepeda" kata Adik lagi.

Ibu pun langsung paham, dan bilang ke Bulik "Oh, itu Adik takut sepedanya di depan kehujanan ya"

Mbah pun menyahut "Bulik, sepedanya Adik dimasukin saja ke rumah..biar kelihatan jadi tidak menangis lagi. "

Sepedanya baru dikeluarkan dari garasi samping rumah, sudah lama tidak dipakai karena Adik tinggal di luar kota. Hanya pakai sepeda jika datang berkunjung ke rumah Mbah. Sepedanya masih kotor. Bulik tidak mau memasukan sepeda ke dalam rumah.

"Sepedanya kotor, Mbah". Adik masih menangis

Lalu Bulik mengajak adik ke jendela depan rumah. Melihat dari jendela yang berkaca.
"Coba Adik lihat sepedanya, tidak kehujanan kan, aman. Lihat ke atas, sepedanya di bawah atap depan rumah jadi tidak kehujanan. Yang kehujanan itu tanaman Bulik, yang di atasnya tidak ada atapnya. Besok pagi, sepedanya kita cuci dulu ya, baru setelah itu buat mainan Adik. Sekarang tidur dulu ya. Besok pagi baru main sepeda, coba sekarang kordennya ditutup."

Adik menutup korden jendela dan udah berhenti menangis, melihat sepedanya aman di depan rumah, tidak kehujanan, lalu segera pergi ke Ibu.  Tidak sampai 10 menit, sudah langsung tertidur lelap. Hantinya sudah tenang. Sepeda tidak kehujanan. Aman. 

Sementara hujan masih tetap deras, membuat tidur semakin lelap saja.

Adik bukan takut hujan deras tapi takut sepedanya kehujanan di tengah malam. Keesokan harinya, saat Adik bangun tidur, sepedanya sudah bersih dan siap digunakan. Mbah sudah memandikan sepeda Adik sehingga bisa digunakan.

Adik masih kecil. Sepedanya roda masih tiga. Tapi senangnya bukan kepalang, pagi-pagi bersepeda ria mengelilingi halaman depan rumah Mbah yang luas itu.

..

Ditulis oleh Ari Budiyanti

7 April 2019

Terinspirasi kisah keponakan-keponakan kecilku

#CerpenAri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun