Ingin menginjak makammu, bersujud dan meminta petunjuk pengobatan disana. Tempat kumpulan darah ulama tercecer rapi dan tempat kumpulan batu memijakkan kakinya.
Bukan untuk mencipta jalan tengah, mengenai karomah bukan lagi suatu target. Berdoa tidak dengan puisi, ataupun sajak indah yang  belum ada sebelumnya.
Menancapkan kening yang mengkerut akan perdebatan yang melahirkan cemas dan merapatkan hidung mencium aroma kedengkian. Lalu membisik mengantarkan suara menganai dinding tanah asal muasal, sembari menunggu langit mengabulkannya.
Mencoba memacu mendengar makam, mengajak duduk bercerita membahas semuanya kecuali cinta dan pengaharapan. Mendengarkan lebih banyak dan belajar tentang cara nikmatnya kematian.
Menarik energi yang tersisa tentang luka dan kebahagian, mendengar makian jiwa terhadap diri sendiri akan kelupaan kepada tuhan, menghina bacaan yang menjadikan kebodohan, serta mengutuk cinta yang makin pandai melukis luka.
Hingga pertengahan malam, makam menjelma tempat bersujud dan meminta petunjuk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H