"Sudah jam tujuh kurang sepuluh" sambil pukpuk dilengannya. Aldi masih setengah sadar. Nyawanya mungkin masih tercecer. Tapi, saya wajib membangunkannya. Amanahnya demikian. Karena pukul setengah delapan Aldi harus ketemu dengan Prof . Wiwik. Dosen Pembimbing Skripsinya.
Sebagai teman satu kosan, yang sudah tinggal satu atap dua tahun lamanya. Sedikit banyak tahu tipikal Aldi. Pun demikian Aldi tahu karakter saya.
"eh mas bro, gue mandi. Elo tolong prinin paper gue ya?!
"iya buruan gih mandi. Telat lagi loo nanti."
Tanpa ba-bi-bu laptop Aldi yang masih menyala dengan file word yang masih terbuka " Paper Siap Print.docx". Â Tinggal ctrl+P Â sekitar lima belas halaman tercetak dari dokumen tersebut. Aldi yang sudah rampung langsung meneneteng ransel untuk ke kampus.
" gue cabut dulu ya mas bro. Thanks loo dan prinin paper gue."
Pukul Sembilan kurang sepuluh  Aldi kembali ke kosan. Saya yang memang tidak agenda ke kampus hari itu. Urung juga untuk keluar kosan. Secangkir kopi dan mangkuk mie instan masih teronggok didepan televisi. Beberapa remah kacang garing terserak.
"bro, dosen gue mo cabut ke Thailand minggu depan bro" Aldi membuka dialog. Sambil menyantap mie instan saya memperhatikan.
"doi ke Thailand sampai akhir tahun ini katanya. Itu artinya, skripsi gue gabisa kelar akhir semester ini. " Aldi melanjutkan. Sebenerya saya ingin ambil suara. Tetiba, Rudi keluar dari kamar kosan. Merecoki mangkuk Mie instan saya. Kami bertiga didepan ruang TV.
"Gue juga bro, makanya sekarang gue galau" Rudi menimpali Aldi. "Tapi gue slow aja, have fun aja bro"
Saya yang harus bersabar kopi didalam cangkir dapat segera dimunan. Ikut nimbrung menimpali Rudi dan Aldi. "makanya, kita kudu punya plan B, klo bisa sih 26 alphabet lainnya perlu dibuat plannya buat jalanin hidup kita." sambil niupin kopi sebelum diteguk.
Aldi yang sedari tadi nge-Galau di kamarnya. Keluar sambil cengengesan. "tumben lo bro, sok bijak gituh? abis baca kitab sutasoma ya?" Rudi yang gak jadi mandi juga ikutan komentar "Maklum bro, anak sastra, ngomongnya dah kaya Pujangga."
"Ini bukan lantaran sastra atau gak mas bro" saya menimpali obrolan  yang mulai agak serius itu. Tentu saja, sambil meniup-niup kopi didalam cangkir yang masih panas itu.
"Jadi gini bro, gue juga pernah ngerasain hal yang sama kaya kalian sekarang ini. ya, meskipun udah setahun lalu sih. Tinggal nunggu wisuda aja ntar. Tapi gue selalu punya banyak rencana. Termasuk kalo tiba-tiba dosen kaya Aldi sekarang. Untungnya dosen gue waktu itu cuma dua bulan aja di Munich. Kalo sampe setahun penuh? Yaudah gue sambi aja gawe. Itung-itung pengalaman. ya kan ?!" Aldi manggut-manggut. Rudi asyik ngupasin kacang. Dan tetap tak kunjung mandi dengan handuk dililit di leher.
Saya yang setahun lebih awal dari Aldi dan Rudi merasa terpanggil untuk menenangkan ke-Galau-an yang tengah melanda mereka. Memang begitulah kadang dalam menyusun rencana perlu dipikirkan juga rencana lainnya. Maka tak salah jika ungkapan "Gagal Berencana, Merencanakan Gagal." Begitulah kira-kira tagline yang sering dijumpa dalam berbagai kesempatan training motivasi. Sebenarnya bukan dari perencanaan itu saja tapi action yang dijalankan. Sejauh mana renca dan aksi berjalan simultan.
Obrolan kami  terhenti. Gegara lantaran siang ini saya ada jadwal ngajar. Rudi juga akan ke kampus. Dan Aldi merampungkan bacaan jurnalnya dan terpaksa harus menunda target untuk ujian skripsi hingga akhir tahun itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H