Mohon tunggu...
Soni Ariawan
Soni Ariawan Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar

Pendidik, pembelajar, pemerhati bahasa dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orang Lain Berkata, Anda Tetap Berlalu!

26 September 2016   13:35 Diperbarui: 26 September 2016   14:26 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: soniunram.blogspot.com

Sahabat hebat! Di antara Anda tentu saja pernah mendengar atau membaca cerita lomba panjat pinang antar kodok sedunia kan? Pernah kagak?

Sekadar mengingatkan Anda, berikut saya ceritakan kembali dengan sedikit modifikasi. Semoga Anda berkenan membaca dan mengambil hikmahnya!

Dikisahkan, pada suatu zaman pernah diadakan lomba panjat pinang antar kodok se-Dunia. PON-nya kodok ini diikuti oleh seluruh kodok dari semua negara mulai dari kodok kutub sampai dengan kodok di samudera Hindia. Semua negara mengirimkan atlet-atlet kodoknya yang handal dan bermental juara.Tembakanpistoldan diiringi dentuman meriam 7 kali oleh ketua penyelenggara menandakan lomba panjat pinang dimulai. Semua kodok berusaha menunjukkan performa terbaiknya dengan hasil latihan-latihan di negaranya masing-masing.

Semangat miliaran kodok penonton pun menggelorakan stadiun tempat dilangsungkannya pertandingan ini. Semua penonton teriak mengeluarkan kata-kata negasi dengan tujuan melemahkan para peserta sebagai uji mental sekaligus sebagai strategi serangan kepada kodok yang berasal dari luar negaranya agar terjatuh dan tidak bisa menjangkau pucuk pinang yang sudah dilumuri oli. Ternyata sebagian besar peserta terjatuh karena kalah mental mendengar teriakan para penonton yang notabenenya mencemooh dirinya.

Namun ada seekor kodok dari Afrika dengan perawakan kecil, kurus, hitem pekat, hidup lagi, keliatannya ia bergerak pelan namun pasti. Semua penonton sontak meneriaki kodok kecil hitam tadi. Sambil tertawa tidak yakin,para penonton terus mencemooh kodok hitam tersebut. Dia dikatakan tidak pantas juara karena tubuhnya tidak kuat, kulitnya tidak indah dan cemoohan lainnya. Namun apa yang terjadi, hari itu miliaran kodok menyaksikan sebuah keajaiban yang memecahkan rekor dunia. Kodok kecil hitam tadi mampu sampai ke pucuk pinang dan memegang bendera sebagai sebuah pertanda kemenangannya.

Sebagaian besar atlet kodok kecewa dengan dirinya, saling menyalahkan dengan pelatihnya. Sementara kodok sang juara sedang sibuk menemui wartawan dari seluruh negara untuk konferensi pers berbagi tips kemenangannya. Semua wartawan menanyakan substansi pertanyaan yang sama mengenai motivasi juara dan tips kemenangan sang kodok.

Tetapi dari puluhan wartawan yang bertanya sang kodok hanya senyum dan menganggukkan kepala, tidak berkata apa-apa. Setelah ditelusuri dan diperiksa tim medis ternyata kodok tersebut adalah kodok tuli. Dia sama sekali tidak mendengar apa-apa. Jadi,usahamiliaran penonton menyorakikodok pemenangbermaksud melemahkan kodok tersebutternyata sia-sia belaka. Gimana gak sia-sia, kodoknya tulis si. Pantas saja si kodok terus naik dengan semangat dan meyakinkan, karena dia tidak mendengar apa-apa.

***

Terkadang kita harus menutup telinga untuk menjalani kehidupan ini. Saran saya, kalau kritik dari siapapun membangun silahkan didengarkan, tetapi kalau merusak dan tak berguna buang ke laut saja. Tetaplah tenang menghadapi semua tantangan dan kritikan. Balaslah dengan senyuman yang paling menawan. Seperti sikap Rasulullah yang tak pernah dendam denngan orang yang menganiaya beliau. Beliau tak pernah gentar dengan kritikan apapun. Itu baru kritikan kan, bukan tindakan, hanya butuh skill bersilat lidah sedikit saja. Terus kenapa kita perlu khawatir?

Mari kita tiru Asy-Sya’bi ketika menghadapi seorang lelaki yang datang memakinya. Ia berkata dengan bijak, “ Jika yang Anda katakan tadi benar, semoga Allah, Tuhan yang Maha Kuasa mengampuniku. Tetapi jika yang Anda katakan tadi bohong, semoga Allah mengampunimu.” Bahkan Imam Hasan Al-Basri mengantarkan buah segar kepada orang-orang yang membicarakan kejelekannya. Luar biasa.

Dalam buku Man Shabara Zhafirabang Rifa’i Rif’an, menulis 4 rumus jitu menyikapi kritikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun