Mohon tunggu...
Aria Sugiarti
Aria Sugiarti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ria

Masih banyak salah dalam menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Filosofi Pendidikan dari Bapak Pendidikan yang Bersuara Lantang

29 Juni 2021   23:33 Diperbarui: 29 Juni 2021   23:44 1579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Setiap tanggal 2 Mei selalu diperingati hari pendidikan nasional. Hari ini diambil dari hari kelahiran Ki Hajar Dewantara. Melalui pendidikan Ki Hajar Dewantara berjuang melawan penjajah. Lantas bagaimana cara Ki Hajar Dewantara memperjuangkan pendidikan?

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau yang akrab dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara merupakan bapak pendidikan Indonesia yang terkenal dengan semboyan "Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karsa, Tut wuru handayani. Semboyan ini tentunya memiliki arti sendiri-sendiri. 

Ing ngarso sung tulodo yang artinya seorang guru harus mampu menjadi contoh bagi muridnya, baik sikap maupun pola pikir. Jika seorang guru memberi teladan yang baik maka muridnya juga akan berperilaku baik. 

Ing madya mangun karsa memiliki arti jika seorang guru berada di antara muridnya maka guru tersebut harus mampu memberikan inspirasi dan motivasi terhadap muridnya. Tut wuri handayani berarti, jika seorang murid sudah paham dengan materi yang disampaikan dan pandai dalam banyak hal maka guru harus menghargai muridnya tersebut.

Selain terkenal dengan semboyannya, Ki Hajar Dewantara juga terkenal dengan filosofi pendidikannya. Namun, siapa yang tau bahwa sebelum menggagas filosofi pendidikan, Ki Hajar Dewantara memulai langkahnya sebagai seorang aktivis, pejuang, dan wartawan cerdas nan tajam dalam mengkritik pemerintah colonial Belanda.

Ki Hajar Dewantara lahir dari keluarga bangsawan dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat.  Sewaktu masih kecil beliau menuntut ilmu seperti anak-anak pada umumnya dan ketika sudah remaja beliau mendapat kesempatan kuliah di sekolah dokter STOVIA  secara gratis karena mendapat beasiswa. 

Beliau juga bekerja sebagai wartawan surat kabar, antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. 

Namun, dikarenakan beliau sering sakit-sakitan akhirnya beliau sering tidak naik kelas dan beasiswa yang beliau peroleh dicabut. Kegagalan Ki Hajar Dewantara tak membuatnya putus asa, beliau justru mulai menulis. Hingga pada akhirnya tulisan tersebut dibaca oleh dr. Cipto dan Douwes Dekker. Dari sinilah Ki Hajar Dewantara, Douwes DeKker dan dr. Cipto mulai bahu membahu menyebarkan ide Indonesia merdeka lewat partai politik pertama di Nusantara.

Dalam tulisan "Seandainya Aku Seorang Belanda" Ki Hajar Dewantara mengkritik pemerintah belanda yang mengakibatkan beliau diasingkan. Douwes Dekker dan dr. Cipto yang membela Ki Hajar Dewantara pada akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda. Semasa pengasingannya Ki Hajar Dewantara mempergunakannya untuk belajar dengan tujuan mendalami dunia pendidikan. Setelah itu Ki Hajar Dewantara kembali ke tanah air. Sesampainya di tanah air beliaupun masih tetap mengkritik pemerintah colonial Belanda yang mengakibatkan beliau harus keluar masuk penjara.

Pada suatu hari Ki Hajar Dewantara diingatkan oleh sang istri akan janjinya kepada sang guru untuk mendidik kaumnya yang masih tertindas. Pada akhirnya Ki Hajar Dewantara mendirikan sebuah sekolah di Yogyakarta yang diberi nama Taman Siswa. Sekolah ini beliau dirikan sebagai salah satu cara memperkuat rakyat lewat senjata pendidikan. Mimpi Ki Hajar Dewantara sangat besar, beliau bercita-cita untuk meraih kemerdekaan dari penjajahan dan juga kebodohan.

Ki Hajar Dewantara pernah berkata bahwa pendidikan merupakan tempat persemaian segala benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat kebangsaan. Pendidikan dan kebudayaan adalah satu kesatuan yang utuh, oleh karena itu untuk mencapai suatu kebudayaan yang kita impikan maka harus menjadikan pendidikan sebagai landasan pembentukan peradaban bangsa.

Filosofi Ki Hajar Dewantara adalah filosofi tentang berubahan, filosofi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kodrat Keadaan
Kodrat keadaan terbagi menjadi dua, yaitu kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam adalah kodrat yang berkaitan dengan alam tempat masyarakat berada. Sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan waktu. Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan dari pendidikan ialah memerdekakan manusia, menghasilkan manusia yang selamat raganya dan bahagia jiwanya.

2.  Peran Penting Pendidikan
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan memiliki 3 peran penting, yaitu memajukan dan menjaga diri, memelihara dan menjaga bangsa, memelihara dan menjaga dunia. Beliau menyebut filosofi ini dengan sebutan filosofi tri rahayu. Ki Hajar Dewantara percaya bahwa hal tersebut saling berhubungan dan berkontribusi pada kepentingan yang lebih besar.

3. Asas Trikon
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan itu harus kontinu, konvergen, dan konsentris. Kontinu artinya berkelanjutan. Maksud dari berkelanjutan sendiri ialah apa yang kalian capai hari ini adalah hasil dari apa yang kalian pelajari dari masa lalu. Belajar itu terus menerus sepanjang hidup dan pastinya selalu ada cara untuk menjadi lebih baik lagi dari pada hari ini. Dalam pengertian lain kontinuitas itu berarti kita harus melakukan dialog kritis tentang sejarah. 

Dalam bergerak maju kita tidak boleh lupa akan akar nilai budaya yang hakiki dari masyarakat. Asas yang kedua yaitu konvergen, maksud dari konvergen ialah pendidikan itu harus memanusiakan manusia dan memperkuat nilai kemanusiaan. Ilmu itu harus dari berbagai sumber, karena dengan cara memperluas pengetahuan tentunya ilmu yang didapat akan semakin banyak. Asas yang terakhir yaitu konsentris, maksud dari konsentris sendiri yaitu pendidikan itu harus menghargai keragaman dan memerdekakan pemelajar. Ini artinya seseorang diperbolehkan untuk belajar dari luar, akan tetapi harus disesuaikan dengan identitas dan konteks yang ada pada hidup kita masing-masing.


Begitu besar pengorbanan Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu kita harus menghormati jasa beliau. Menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh adalah salah satu cara yang dapat kita lakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun