Mohon tunggu...
Ariasfjio
Ariasfjio Mohon Tunggu... Akuntan - Pembelajar politik

Belajar untuk bertanya dalam menulis. Terima kasih untuk yang membaca dan memberi nilai.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Imam Darto, Juliari Batubara, HRS dan Mental Korupsi

7 Desember 2020   12:28 Diperbarui: 7 Desember 2020   12:34 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di sinilah saya, melihat trending topik tentang Imam Darto yang terus menggema. Melihat bagaimana twit pertama yang habis dibombardir netizen Indoensia tidak membuat Imam Darto jera. Dia mengeluarkan twit kedua yang lebih heboh bahkan mendorong Gal Gadot jadi trending topik juga. 

Orang Indonesia memang suka dengan cerita ketelanjangan sepertinya. Aksi ketiga dari Imam Darto juga tidak menolong, ketika dia menggembok akun maka serangan makin heboh karena seperti ada kayu bakar baru. 

Bahkan ketika Imam Darto minta maaf, menghapus twitnya serta membuka kembali akunnya tidak memberikan rem tetapi seperti bahan baru lagi. Imam Darto dikritik habis-habisan dan diejek dalam meme dan kartun yang tak terhitung banyaknya. Ini salah satunya yang menarik.

Cemoohan ditujukan untuk pendapat Imam Darto yang dirasakan membela korupsi walau pakai kata awal tidak dukung korupsi. Twit kedua lebih heboh karena menunjukkan karakter yang dianggap menghina wanita dan mendukung perselingkuhan. Keduanya dianggap wajar bagi Imam Darto dengan dasar bahwa manusia punya nurani lemah dalam menghadapi godaan.

Apakah itu opini yang salah? Tidak mewakili?? Bukankah tampak konyol bagi seorang selebritas seperti mendukung bahwa nurani lemah bisa menjadi alasan untuk korupsi?

Ummmm - tidak juga! Ada seorang tokoh masyarakat juga mengatakan hal yang sama. Dia bilang untuk memberantas korupsi diperlukan perbaikan mental. Dia menyalahkan mental yang lemah adalah penyebab korupsi. '

"Saya kira pemberantasan korupsi itu harus dimulai dari mental. Jadi mau sebagus apa sistem, seketat apa sistem, kalau mentalnya udah bobrok ya tetep aja korup, ya,"

Tokoh masyarakat yang menyatakan hal tersebut diatas adalah Juliari Batubara. Sosok yang seperti dibela oleh Imam Darto di twit pertamanya yang kontroversial:

 Mereka memiliki dasar argumen yang sama bahwa korupsi merupakan setan yang menggoda mental. Bedanya pada pernyataan Imam Darto yaitu 'siapa yang gak gentar', seperti menyiratkan bahwa bangsa Indonesia memiliki tradisi bermental lemah menghadapi godaan korupsi.

Pernyataan itu seperti menyatakan korupsi adalah bagian dari tradisi kita. Dan tradisi tidak mengikuti logika. Itu adalah emosi yang didasarkan pada kepercayaan yang ada pada masyarakat. 

Apa yang berlaku bagi biasa bahwa seorang manusia itu dengan mudah digoda setan yang menawarkan uang besar merupakan kesadaran kolektif masyarakat kita adalah yang ditawarkan dalam twit diatas.

Beberapa waktu sebelumnya, kita juga melihat adanya himbauan revolusi akhlak. Berikut petikan pernyataan Habib Rizieq Shihab:

"Saya tanya, kalau pemerintah melakukan revolusi akhlak, dukung tidak? Dukung tidak? Catat ini, sebarkan, biar pemerintah dengar. Kami siap mendukung Anda kalau Anda melakukan revolusi akhlak. Kalau Anda besok berbuat adil, kalau Anda besok menegakkan keadilan, kalau Anda mengubah segala kezaliman ini menjadi ketaatan kepada Allah, kami siap menghormati Anda, kami siap tunduk kepada aturan Anda,"

"Ini yang kita maksud revolusi akhlak. Kita tidak peduli apa pun risikonya. Risikonya paling tinggi mati. Paling tinggi apa. Orang berjuang mati, nggak... nggak berjuang apa? (Mati). Orang sakit mati, yang nggak sakit? (Mati). Orang kena Corona mati, yang nggak kena Corona? (Mati). Yang dimusuhin rezim mati, yang nggak dimusuhin? (Mati). Yang miskin mati, yang kaya? (Mati). Jadi nggak usah takut, mati itu bukan akhir segalanya. Mati itu awal kehidupan kita di akhirat untuk mempertanggungjawabkan segala amal kita di dunia ini,"

"Maka ini, kepada pejabat Indonesia, ingat, besok Anda juga akan mati, bukan kami saja yang mati, Anda akan ditanya kenapa bohong? Kenapa ingkar janji, akan ditanya. Kenapa khianat, kenapa tidak amanat. Nah, mumpung hayat masih dikandung badan, kami ajak, ayo kita ajak revolusi akhlak,"  

Pada sisi ini terlihat bahwa hal yang sama dituduhkan oleh tokoh FPI ini. Korupsi itu sendiri merupakan bagian penghianatan pejabat kepada rakyat. Disini tokoh anti pemerintah juga menggaungkan hal yang sama. Pejabat Indonesia belum memiliki akhlak yang baik berupa mental yang memilih kemuliaan. Tradisi di pemerintahan untuk korupsi salahnya adalah mental begitu kredo mereka. 

Korupsi menurut saya adalah binatang yang aneh. Itu  tergantung pada di mana seseorang berada menghadapinya. Saya mengakui bahwa ada sedikit perbedaan dalam menanggapi korupsi.

Korupsi itu sendiri memang seperti tradisi bagi kita. Hal di mana kita akan menerima korupsi ketika menguntungkan dan menolak ketika merugikan. Berapa banyak individu yang rela kena tilang? Berapa banyak yang menolak mengadukan ke polisi adanya serangan amplop dari politisi?

Pada satu sisi lain terlihat pada masyarakat Indonesia ada penerimaan kepada pejabat itu mereka harus kaya. Ketika tidak kaya maka hal yang wajar bagi banyak orang menyatakan bahwa dia adalah orang bodoh. 

Ketika menerima bantuan dari pejabat juga tidak akan ada penolakan serta antipati padahal sebagai pejabat yang harusnya tidak boleh memiliki usaha lain dan dengan gaji PNS bukan hal yang wajr memiliki kekayaan berlebih. Terdapat penerimaan secara luas atas pejabat memiliki kemewahan berlebih. 

Hal ini menjadi suatu bumerang sendiri karena manusia itu adalah makhluk sosial. ketika manusia lain menerima bahwa kegiatan sebagai individu yang tidak sesuai dengan tata aturan di Masyarakat maka secara otomatis mayoritas akan berusaha menghindari. 

Ketika tindakan mereka sebagai koruptor dengan memiliki kekayaan yang berlebih diterima secara terbuka oleh masyarakat maka tekanan dari teman sejabat dan atasan maka godaan korupsi akan lebih mudah diterima. Revolusi akhlak yang disebutkan oleh para tokoh yang mengaku sebagai anti pemerintahan sendiri seperti menyembunyikan sesuatu. 

Dari mana kita tahu apakah mereka tidak melakukan hal yang sama ketika berkuasa? Apakah tidak cukup contoh bagaimana orang-orang yang mengaku sebagai aktivis memprotes dengan keras sebelum berkuasa tetapi ketika berkuasa lebih buruk dari yang diprotes? 

Ah, bagi saya ini bukan soal mental individu tetapi mental sosial masyarakat yang masih menganggap pejabat kaya itu hal yang wajar walau suka bersuara menentang korupsi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun