Yon Koeswoyo vokalis yang dianugerahi Allah kecerdas dan kekuatan fisik hingga akhir hayatnya. Tumpukan karya dinasti Koeswoyo Plus didendangkan dengan penuh energi. Bayangkan, 77 tahun masih sanggup berdiri, berjingkrak sambil menyandang rithm electrick gitar berbobot di atas 4 kg. Membawakan 25 lagu non-stop tanpa 'contekan' lirik. Masih terlihat muda, seperti puluhan tahun yang lalu. Dahsyat! Rahasianya, ketika diwawancara oleh salah satu stasiun televisi swasta; "semua itu dari hati. Hati yang lurus dan ikhlas," jawabnya.
Demikian juga dengan Yok Koeswoyo. Kontemplasinya sudah mencapai derajat sufistis. Reaksinya akan meninggi jika dikatakan seniman sebagai seorang 'pencipta'. Sufistik Yok nyaris mendekati Plato dan layak dipanggil 'Mpu'. Yok lebih nyaman jika hasil karyanya disebut sebagai 'karangan', karena 'pencipta' itu hanya milik Illahi.
Ternyata, teori 'mimesis'-nya Plato dan Aristoteles telah berhasil 'memaksa' dan 'membangunkan' manusia untuk berkarya dengan hati nurani. Plagiarisme dalam bentuk apapun sangat ditabukan, jika tidak ingin diejek sebagai karya yang pantas dilecehkan. Seniman memerlukan daya kreativitas dari imajinasi. Karya yang berasal dari kejernihan hati akan sampai ke hati. Rasionalitas manusia menerjemahkan, sehingga karya tersebut bermakna sebagai bekal kekhalifahannya. Plato dan Aristoteles hanya segelintir dari sekian banyak 'milestone' yang perlu ditapaki untuk sampai kepada kehidupan hakiki.
Moksa seorang seniman akan menuju noktah Sang Pencipta. Hanya hati yang lembut dan bening yang mampu menerima dan menyampaikan ukiran Qalam Illahi tersebut. Sangat kontradiktif jika dibandingkan dengan karya yang dicemari unsur saitoni yang hanya mengumbar syahwat dan 'eros'. Inilah yang dimaksud Plato untuk membuangnya jauh-jauh dari Athena.
"Kalau kita punya pandangan luas. Kalau kita mengerti manusia. Kalau kita mengerti kebudayaan. Kalau kita mengerti proses keindahan pada manusia. Kalau kita mengerti jalannya bermacam-macam untuk menuju Tauhid kepada Allah SWT. Maka, seluruh keluarga Pak Koeswoyo, mereka adalah pahlawan," demikian Cak Nun ketika melepas kepergian Yon Koeswoyo di peristirahatan terakhirnya.
Emha Ainun Najib (Cak Nun) melanjutkan dengan rangkaian kata yang sarat makna: "Keluarga Koeswoyo bukanlah penyanyi. Mereka adalah orang yang sudah 'hidup' di dalam 'hati' Anda semua. Yang mereka nyanyikan adalah 'isi hati' Anda sendiri. Makanya, orang yang baru mendengarkan lagunya Koes, merasa sudah pernah mendengarnya, merasa sudah pernah menghafalnya. Karena yang mereka (Koes) nyanyikan bukan kehendak mereka".
Cak Nun juga menyinggung sejauh mana pemahaman kita terhadap keluarga Koes. "Terus terang, masyarakat banyak tidak faham. Pemahamannya dibawah 5% terhadap keluarga Koeswoyo," lanjutnya.
Maafkan saya jika sudah terlalu jauh menyelami makna "Cinta"nya Oom Tonny Koeswoyo. Maafkan jika hanya sampai di situ pemahaman saya. Maafkan.
"Kumenyerah pada-Mu, kumenyerah pada-Mu".