Mohon tunggu...
Ariasdi
Ariasdi Mohon Tunggu... Administrasi - Dunia Pendidikan

Catatan Kecil Dunia Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Makna "Cinta" Tonny Koeswoyo dalam Misteri Kehidupan

21 Januari 2018   11:14 Diperbarui: 25 Januari 2018   19:12 2960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Okky R / Grafis: Ariasdi

Sumber Foto: Okky R / Grafis: Ariasdi
Sumber Foto: Okky R / Grafis: Ariasdi

Yon Koeswoyo vokalis yang dianugerahi Allah kecerdas dan kekuatan fisik hingga akhir hayatnya. Tumpukan karya dinasti Koeswoyo Plus didendangkan dengan penuh energi. Bayangkan, 77 tahun masih sanggup berdiri, berjingkrak sambil menyandang rithm electrick  gitar berbobot di atas 4 kg. Membawakan 25 lagu non-stop tanpa 'contekan' lirik. Masih terlihat muda, seperti puluhan tahun yang lalu. Dahsyat! Rahasianya, ketika diwawancara oleh salah satu stasiun televisi swasta; "semua itu dari hati. Hati yang lurus dan ikhlas," jawabnya.

Demikian juga dengan Yok Koeswoyo. Kontemplasinya sudah mencapai derajat sufistis. Reaksinya akan meninggi jika dikatakan seniman sebagai seorang 'pencipta'. Sufistik Yok nyaris mendekati Plato dan layak dipanggil 'Mpu'. Yok lebih nyaman jika hasil karyanya disebut sebagai 'karangan', karena 'pencipta' itu hanya milik Illahi.

Ternyata, teori 'mimesis'-nya Plato dan Aristoteles telah berhasil 'memaksa' dan 'membangunkan' manusia untuk berkarya dengan hati nurani. Plagiarisme dalam bentuk apapun sangat ditabukan, jika tidak ingin diejek sebagai karya yang pantas dilecehkan. Seniman memerlukan daya kreativitas dari imajinasi. Karya yang berasal dari kejernihan hati akan sampai ke hati. Rasionalitas manusia menerjemahkan, sehingga karya tersebut bermakna sebagai bekal kekhalifahannya. Plato dan Aristoteles hanya segelintir dari sekian banyak 'milestone' yang perlu ditapaki untuk sampai kepada kehidupan hakiki.

Moksa seorang seniman akan menuju noktah Sang Pencipta. Hanya hati yang lembut dan bening yang mampu menerima dan menyampaikan ukiran Qalam Illahi tersebut. Sangat kontradiktif jika dibandingkan dengan karya yang dicemari unsur saitoni yang hanya mengumbar syahwat dan 'eros'. Inilah yang dimaksud Plato untuk membuangnya jauh-jauh dari Athena.

"Kalau kita punya pandangan luas. Kalau kita mengerti manusia. Kalau kita mengerti kebudayaan. Kalau kita mengerti proses keindahan pada manusia. Kalau kita mengerti jalannya bermacam-macam untuk menuju Tauhid kepada Allah SWT. Maka, seluruh keluarga Pak Koeswoyo, mereka adalah pahlawan," demikian Cak Nun ketika melepas kepergian Yon Koeswoyo di peristirahatan terakhirnya.

Emha Ainun Najib (Cak Nun) melanjutkan dengan rangkaian kata yang sarat makna: "Keluarga Koeswoyo bukanlah penyanyi. Mereka adalah orang yang sudah 'hidup' di dalam 'hati' Anda semua. Yang mereka nyanyikan adalah 'isi hati' Anda sendiri. Makanya, orang yang baru mendengarkan lagunya Koes, merasa sudah pernah mendengarnya, merasa sudah pernah menghafalnya. Karena yang mereka (Koes) nyanyikan bukan kehendak mereka".

Yon, John, Yok dan Nomo Koeswoyo. (sumber foto: aktual.com)
Yon, John, Yok dan Nomo Koeswoyo. (sumber foto: aktual.com)
Cak Nun juga berharap, "para pengamat, para penulis, pemerintah, departemen-departemen dan yang berkait, untuk mencari 'Ilmu' lebih luas, lebih tinggi dan lebih kompleks untuk memahami keluarga Koes. Karena selama ini pemahaman kita hanya fakultatif, hanya sebagian, hanya linier dan tidak mengerti kelengkapannya Koes, serta tidak mengerti sebenarnya dimana letak keistimewaan mereka ini".

Cak Nun juga menyinggung sejauh mana pemahaman kita terhadap keluarga Koes. "Terus terang, masyarakat banyak tidak faham. Pemahamannya dibawah 5% terhadap keluarga Koeswoyo," lanjutnya.

Yok dan Nomo Koeswoyo bersama Emha Ainun Najib ketika melepas kepergian Yon Koeswoyo. (sumber foto: caknun.com)
Yok dan Nomo Koeswoyo bersama Emha Ainun Najib ketika melepas kepergian Yon Koeswoyo. (sumber foto: caknun.com)
Walau pemahaman saya tergolong yang 5% ke bawah, tulisan ini perlu dipublikasikan. Saya berpendapat bahwa bahasa seniman itu universal dan ajeg karena yang disampaikannya bukan kehendak mereka. Bukankah yang menasehati Hamka adalah buku yang ditulisnya sendiri (Tasawuf Modern) ketika berada dalam kesulitan hidup? Apa yang mereka lakukan, apa yang mereka wujudkan, apa yang mereka ucapkan dan apa yang mereka lakoni adalah refleksi dari "atas".

Maafkan saya jika sudah terlalu jauh menyelami makna "Cinta"nya Oom Tonny Koeswoyo. Maafkan jika hanya sampai di situ pemahaman saya. Maafkan.

"Kumenyerah pada-Mu, kumenyerah pada-Mu".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun