Mohon tunggu...
Ariasdi
Ariasdi Mohon Tunggu... Administrasi - Dunia Pendidikan

Catatan Kecil Dunia Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Misteri Bongkahan Emas di Swarnadwipa

3 Januari 2018   16:00 Diperbarui: 8 Januari 2018   22:05 4904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

India klasik menamakannya Swarnadwipa, tertuang dalam  prasasti Nalanda yang diterbitkan raja Kerajaan Pala (810-850M). Swarnadwipa berarti Pulau Emas, merupakan nama lain dari Sumatera yang dipimpin wangsa Syailendra sejak abad ke-9M. Jauh sebelum itu, epik Ramayana telah menyebut Sumatera dengan Suvnarupyaka (Daratan Emas). Limpahan emas di bumi Sumatera yang juga melatar-belakangi pemberian nama kerajaan Dharmasraya (emas yang berlimpah) setelah runtuhnya Sriwijaya.

Faktanya, Sumatera memang banyak mengandung emas. Itulah yang membuat saya tidak peduli tentang adanya alasan lain; mengapa para leluhur menyebutnya sedemikian agung. Hingga beberapa hari lalu, kantor menugaskan saya melaksanakan monitoring dan evaluasi (monev) pelaksanaan Program Sekolah Model ke Kecamatan Sikakap, Kab. Kepulauan Mentawai. Penugasan itu menjadikan kepedulian saya terusik. Pasti ada alasan lain!

Mentawai merupakan gugus pulau lepas pantai seluas 6.011,35 km2, memanjang di sebelah Barat Sumatera, dihuni 85.500 jiwa penduduk. Samudera Hindia mengelilinginya dengan gulungan dan hempasan gelombang yang menjadi impian wisatawan dan peselancar mancanegara. Terdapat 400 titik ombak, 23 diantaranya berskala internasional sebagai tenaga peluncur, merupakan ombak terbaik ke dua setelah Hawaii.

Spot ombak Kepulauan Mentawai, Spot Lances Right di Katiet dan Spot Macaronies di Silabu merupakan dua tempat yang memiliki barel atau terowongan ombak yang konsisten, surga bagi peselancar dunia. (Sumber Foto: internshipsdownunder.com)
Spot ombak Kepulauan Mentawai, Spot Lances Right di Katiet dan Spot Macaronies di Silabu merupakan dua tempat yang memiliki barel atau terowongan ombak yang konsisten, surga bagi peselancar dunia. (Sumber Foto: internshipsdownunder.com)
Beberapa pulau besar seperti Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan, sebenarnya puncak dari pegunungan non-vulkanik bawah laut, bagian dari Sumatera yang menyembul ke permukaan. Kecamatan Sikakap sendiri terletak di Pagai Utara dengan luas wilayah 268,47 km2. Ibukotanya Sikakap, sekaligus pelabuhan utama untuk masuk ke pulau tersebut.

Keramaian pelabuhan Sikakap, Kab. Kep. Mentawai menunggu bersandarnya KF Gambolo. (Foto: Dok. Ariasdi).
Keramaian pelabuhan Sikakap, Kab. Kep. Mentawai menunggu bersandarnya KF Gambolo. (Foto: Dok. Ariasdi).
Kekaguman muncul ketika kapal yang ditompangi sejak Selasa sore dari pelabuhan Bungus-Padang mendekati Sikakap. Semalaman di tengah  laut membuat  saya menyengajakan berdiri di anjungan Kapal Feri Gambolo tersebut, setelah sholat Subuh berjamaah. Perlahan, gugusan pulau seolah menyembul dari balik cakrawala. Bias surya pagi menjadikannya bagaikan bongkahan-bongkahan emas berkilau. "Inilah alasan pemberian nama Swarnadwipa," kata saya membatin.

Empat hari tiga malam saya habiskan di sekitar pelabuhan. Sendiri di penginapan sederhana, ditemani cuaca ekstrim bulan November. Dengan membonceng motor teman yang berdinas sebagai guru, saya mengunjungi beberapa sekolah tujuan. Medan yang berat membuat tubuh paruh baya saya nyeri di beberapa tempat.  Otot dan persendian kaku. Pegalnya semakin terasa pada malam terakhir.

Mentawai sedang berbenah; kondisi prasarana transportasi di beberapa lokasi setelah diguyur hujan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Mentawai sedang berbenah; kondisi prasarana transportasi di beberapa lokasi setelah diguyur hujan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Perahu, sebagai sarana transportasi utama penghubung antar pulau di Kepulauan Mentawai yang harus dinaiki, walau nyawa taruhannya! (Foto: Dok. Ariasdi)
Perahu, sebagai sarana transportasi utama penghubung antar pulau di Kepulauan Mentawai yang harus dinaiki, walau nyawa taruhannya! (Foto: Dok. Ariasdi)
Saya baringkan tubuh sambil menggapai ransel yang berada dibawah ranjang. Kantong depannya saya rogoh, mencari Geliga Krim yang dibeli tadi sore di kios seberang jalan. Letak penginapan di tengah pasar ibu kota kecamatan menjadikan saya mudah mendapatkan Geliga Krim. Tidak lengket, tidak menimbulkan noda pada pakaian serta praktis digunakan merupakan keunggulannya

Salah satu rumah penduduk di pedalaman Mentawai. (Foto: Dok. Ariasdi)
Salah satu rumah penduduk di pedalaman Mentawai. (Foto: Dok. Ariasdi)
Keesokan hari, setelah sholat Jum'at, saya menuju pelabuhan, kembali ke Padang. Dermaga letaknya tidak jauh dari penginapan, saya tempuh dengan berjalan kaki. Jalan asik Geliga saya nikmati karena badan kembali bugar dan bebas pegal. Ransel di punggung dan sekotak lobster ditenteng menandakan siapnya saya menjumpai keluarga di rumah.

Wisatawan manca negara yang juga menyemarakkan suasana bongkar muat dengan kapal cepat MV Mentawai Fast di pelabuhan Sikakap. (Foto: Dok. Ariasdi).
Wisatawan manca negara yang juga menyemarakkan suasana bongkar muat dengan kapal cepat MV Mentawai Fast di pelabuhan Sikakap. (Foto: Dok. Ariasdi).
Resort yang terletak di Pulau Simakakang, Tuapeijat, siap memanjakan wisatawan mancanegara. Sayang, sekarang sedang dikuasai investor asing. (Foto: Dok. Ariasdi)
Resort yang terletak di Pulau Simakakang, Tuapeijat, siap memanjakan wisatawan mancanegara. Sayang, sekarang sedang dikuasai investor asing. (Foto: Dok. Ariasdi)
Kapal cepat Mentawai Fast yang saya tumpangi meninggalkan pelabuhan Sikakap pukul 14.15 WIB. Belum satu mil, alunan gelombang menggila. Beberapa penumpang mulai mabuk dan mual, siaga dengan kantong kresek di tangan. Ibu yang duduk di belakang saya tidak kuat menahan tangis karena phobia. Beberapa kali nakhoda menghentikan mesin, berusaha membiarkan gelombang mempermainkan kapal. "Jika dipaksa menerpa ombak, body kapal yang terbuat dari fiber bisa pecah berkeping," jelas pelayan kapal sambil membagikan sepotong roti dan segelas air mineral, jatah untuk seluruh penumpang.

Perjalanan terasa lama dan panjang. Saya memperkirakan sampai di pelabuhan Muara Padang sekitar pukul 18.00 WIB. Tapi, ya ampun! Jam tangan saya menunjukkan hampir pukul sembilan malam! Langit di luar sudah gelap!

Suasana mencekam di dalam kapal MV. Mentawai Fast. (Foto: Dok. Ariasdi)
Suasana mencekam di dalam kapal MV. Mentawai Fast. (Foto: Dok. Ariasdi)
Saya gelisah. Ombak tidak kunjung jinak. Penumpang yang melewati saya menuju toilet atau kepentingan lain terlihat sempoyongan menjaga keseimbangan. Berusaha selangkah demi selangkah sambil terus menggapai satu persatu tempat duduk yang dilalui agar tidak jatuh.

Waktu terus berlalu. Global Position System (GPS) di telepon pintar saya menunjukkan kecepatan kapal rata-rata 27 knots/jam (50 km/jam), bergerak menyelusuri pantai barat Sumatera, mulai dari Tapan, Pesisir Selatan. Mengapa tidak mengambil garis lurus menuju Padang? Bukankan itu jalur terpendek yang dapat dilalui guna menghemat waktu dan bahan bakar? Pertanyaan itu muncul karena saya merujuk kepada teorema Pythagoras yang menjadi dasar perkembangan geometri non-euclid dan menjadi inspirasi awal Einstein dalam menyusun teori relativitas yang terkenal itu.

Beberapa hari kemudian saya mendapat jawabannya dari kompas.com, bahwa di penghujung November terjadi bibit siklon tropis, mulai dari Samudera Hindia sebelah barat daya Bengkulu. Hampir seluruh Indonesia diguyur hujan setiap hari. Siklon tropis diperkirakan bergerak ke arah selatan tenggara dan berpotensi menjadi topan. Saya terhenyak. Itulah yang menjadi alasan nakhoda memilih jalur parabolic mempertahankan posisi kapal tidak jauh dari pantai guna menjaga hal terburuk yang dapat terjadi.

Syukurlah, saya berhasil berkumpul dengan keluarga pukul 23.15 WIB dalam keadaan sehat wal-afiat. Isteri dan puteri bontot kesayangan memijit kaki dan punggung saya dengan olesan lembut Geliga Krim, imbas dari sekotak lobster yang dibawa dari Sikakap. Sakit dan nyeri punggung serta pundak reda, tubuh kembali segar dan bebas pegal.

Senin pagi saya ngantor. Geliga Krim membuat saya bebas beraktivitas dengan semangat baru. Di meja kerja sudah tergeletak surat penugasan baru; Workshop Shoft-Skill Pengembangan SDM, di Kawasan Mandeh, Selasa dan Rabu. Berarti besok dan seluruh karyawan wajib ikut! Saya siap menjalaninya, walau baru kemaren (Minggu) saya membawa jalan-jalan keluarga ke sana. Bersama Geliga Krim aktivitas luar ruang apapun akan saya lalui.

Minggu; Saatnya melepas ketegangan bersama keluarga tercinta, setelah lima hari ditinggal pergi ke Sikakap. (Foto: Dok. Ariasdi).
Minggu; Saatnya melepas ketegangan bersama keluarga tercinta, setelah lima hari ditinggal pergi ke Sikakap. (Foto: Dok. Ariasdi).
Kawasan Mandeh (Mandeh Resort) merupakan objek wisata kebaharian baru, terletak di daerah Teluk Carocok, Sumbar. Dapat ditempuh sekitar satu setengah jam dari Kota Padang, arah ke selatan. Kawasan yang sudah masuk ke dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPPNAS) bersama Biak dan Bunaken tersebut terletak di Kecamatan Koto XI Tarusan, Pesisir Selatan.

Julukan The Paradise in the South pantas diberikan karena nyamannya suasana, ombak yang tenang serta beningnya air, membangkitkan hasrat untuk terjun dan menyelam guna melihat keindahan karang dan biota yang hidup di dasarnya. Terdapat beberapa pulau dengan nama unik, seperti Pulau Setan Besar dan Kecil, Pulau Sironjong Besar dan Kecil, Pulau Ular, dan lainnya. Merupakan surga bagi nelayan sekitar untuk mencari ikan.

Kawasan Mandeh, surga bagi wisatawan dengan terumbu karangnya, surga bagi nelayan setempat karena hasil lautnya. (Foto: Dok. Ariasdi)
Kawasan Mandeh, surga bagi wisatawan dengan terumbu karangnya, surga bagi nelayan setempat karena hasil lautnya. (Foto: Dok. Ariasdi)
Gugusan kepulauan dan laguna dari Puncak Mandeh yang dapat ditempuh wisatawan dengan menyewa perahu boat. (Foto: Dok. Ariasdi)
Gugusan kepulauan dan laguna dari Puncak Mandeh yang dapat ditempuh wisatawan dengan menyewa perahu boat. (Foto: Dok. Ariasdi)
Pasang aksi sejenak dengan latar belakang gugusan pulau dari panorama Puncak Mandeh. (Foto: Dok. Ariasdi).
Pasang aksi sejenak dengan latar belakang gugusan pulau dari panorama Puncak Mandeh. (Foto: Dok. Ariasdi).
Selain pesona pulau dan laguna, Kawasan Mandeh juga mengembangkan tujuh kampung dari tiga nagari (desa) di sekitar dermaga penyeberangan sebagai penunjang untuk memanjakan wisatawan. Salah satunya bernama Puncak Mandeh. Dari panorama dapat dilayangkan pandangan ke arah gugusan pulau di bawahnya sambil menyeruput air kelapa muda yang segar. Itulah yang saya nikmati bersama keluarga hari Minggu-nya, karena sepekan sudah saya tinggalkan.

Suasana di Puncak Mandeh sambil menyeruput kelapa muda pelepas dahaga. (Foto: Dok. Ariasdi).
Suasana di Puncak Mandeh sambil menyeruput kelapa muda pelepas dahaga. (Foto: Dok. Ariasdi).
Satu kilometer setelah Puncak Mandeh, kita bisa menjumpai Sungai Gemuruh. Sesuai namanya, sungai ini tidak henti mengeluarkan bunyi gemuruh karena airnya meluncur ke muara sambil menerpa bebatuan yang dilaluinya. Lokasi ini bisa dicapai lewat jalur darat yang melewati panorama Puncak Mandeh atau jalur laut melewati hutan bakau. Sementara keluarga saya merasakan sensasi dinginnya air pegunungan dengan menceburkan diri, saya memanfaatkannya untuk ber-selfie sejenak dengan Geliga Krim di tangan.

Sungai Gemuruh, lokasi yang nyaman untuk berendam sejenak bersama dinginnya air pegunungan yang mengalir di sela bebatuan. (Foto: Dok. Ariasdi).
Sungai Gemuruh, lokasi yang nyaman untuk berendam sejenak bersama dinginnya air pegunungan yang mengalir di sela bebatuan. (Foto: Dok. Ariasdi).
Muara air Sungai Gemuruh yang menjadi spot terbaik untuk mengabadikan momen terindah. (Foto: Dok. Ariasdi)
Muara air Sungai Gemuruh yang menjadi spot terbaik untuk mengabadikan momen terindah. (Foto: Dok. Ariasdi)
Riuh rendah suara pengunjung bermain air bercampur derasnya suara Sungai Gemuruh. (Foto: Dok. Ariasdi)
Riuh rendah suara pengunjung bermain air bercampur derasnya suara Sungai Gemuruh. (Foto: Dok. Ariasdi)
Tidak sampai di situ. Jalan-jalan keluarga dilanjutkan 25 km lagi ke Pantai Carocok, Painan. Di sana kami makan siang dan santai sejenak. Setelah berpose bersama Geliga Krim, kami putuskan untuk kembali ke rumah. Ah, hari Minggu yang luar biasa bersama keluarga tercinta. Seberapapun padat perjalanan dinas, Geliga Krim menjamin liburan keluarga saya Bebas Pegal sehingga Jalan Asik Geliga begitu menyenangkan karena kami bebas dari masalah otot.

Pantai Carocok, terletak di ibukota Kab. Pesisir Selatan, Painan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Pantai Carocok, terletak di ibukota Kab. Pesisir Selatan, Painan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Momen indah bersama Geliga Krim di Pantai Carocok yang tidak mungkin dilewatkan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Momen indah bersama Geliga Krim di Pantai Carocok yang tidak mungkin dilewatkan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Selasa pagi, seluruh karyawan siap melaksanakan workshop ke Kawasan Mandeh. Setelah pengarahan dan berdo'a, kami menuju dermaga yang terletak di Dermaga Pelelangan Ikan -  Painan yang berjarak sekitar 60 km dari Padang.

Bergaya sejenak dengan kamera ala-kadarnya di dermaga pelelangan ikan, sambil menunggu keberangkatan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Bergaya sejenak dengan kamera ala-kadarnya di dermaga pelelangan ikan, sambil menunggu keberangkatan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Guna menjaga kebugaran, tengkuk dan leher saya olesi Geliga Krim yang selalu stand-by di mobil. Beberapa teman saya tawari dan mereka mencobanya dengan senang hati. Maklum, gratis. Mereka memuji keunggulannya dibandingkan merek lain. "Hangat, wangi dan lembut. Komposisi menthol dan methyl-salicylate-nya pas," sanjungnya. Saya seperti tidak terpengaruh dengan pujian itu karena khawatir Geliga Krim seberat 60 gram produksi PT Eagle Indo Pharma saya berpindah tangan. Naga-naganya sudah kelihatan. Bukan pelit, tapi irit!

Perjalanan menuju dermaga penyeberangan ke gugusan kepulauan di Kawasan Mandeh bersama Geliga Krim yang sedia selalu dimana saja berada. (Foto: Dok. Ariasdi)
Perjalanan menuju dermaga penyeberangan ke gugusan kepulauan di Kawasan Mandeh bersama Geliga Krim yang sedia selalu dimana saja berada. (Foto: Dok. Ariasdi)
Sekitar  pukul 11.30 WIB kami menaiki perahu. Cukup mendebarkan, karena lantai yang kami tapaki selalu bergerak naik turun dan sesekali menjauh karena dipermainkan gelombang. Untung kami sudah mengolesi beberapa bagian tubuh dengan Geliga Krim, sehingga gerak motorik persendian kami menjadi lentur.

Perlu kosentrasi penuh untuk sampai ke perahu penyeberangan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Perlu kosentrasi penuh untuk sampai ke perahu penyeberangan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Sensasi mengarungi laguna di Kawasan Mandeh. (Foto: Dok. Ariasdi)
Sensasi mengarungi laguna di Kawasan Mandeh. (Foto: Dok. Ariasdi)
Tujuan pertama adalah Pulau Setan. Tidak seseram namanya, karena di sana sudah tersedia makan siang, bagian dari paket perjalanan selama dua hari satu malam. Ditawarkan juga beberapa wahana air bagi yang berminat. Beberapa pulau kami lalui sebelum sampai ke Pulau Setan seperti Sironjong Kecil dengan fasilitas terjun bebasnya.

Pulau Setan; tidak seseram namanya. (Foto: Dok. Ariasdi)
Pulau Setan; tidak seseram namanya. (Foto: Dok. Ariasdi)
Perahu kami mendekati bibir pantai Pulau Setan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Perahu kami mendekati bibir pantai Pulau Setan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Wahana air yang dapat dimanfaatkan wisatawan di Pulau Setan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Wahana air yang dapat dimanfaatkan wisatawan di Pulau Setan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Salah satu yang cukup 'seronok' adalah Pulau Cubadak. Dilengkapi homestay eksotis dengan sewa inap per-orang Rp. 1.300.000,- semalam. Dikelola investor Itali sejak 1993, menjadikannya tidak mudah dikunjungi masyarakat biasa. Paling tidak hingga sembilan tahun ke depan, setelah kontrak berakhir. OMG! Kami hanya bisa celingukan dari tengah laut, melihat dari kejauhan.

Pulau Cubadak, lokasi eksotis yang terlanjur dikontrak pihak asing, sehingga tidak bisa dikunjungi sembarang orang, walau masih berada di Kawasan Mandeh. (Foto: Dok. Ariasdi)
Pulau Cubadak, lokasi eksotis yang terlanjur dikontrak pihak asing, sehingga tidak bisa dikunjungi sembarang orang, walau masih berada di Kawasan Mandeh. (Foto: Dok. Ariasdi)
Kegiatan workshop terpusat di Labuhan Sunday, lokasi yang tidak kalah romantis. Diisi dengan beragam aktivitas dari sore hingga malam, seperti outbond, santapan rohani dan kegiatan peningkatan kapasitas pegawai lainnya. Rasa lelah tidak terasa karena Geliga Krim menjaga dari keram otot dan capek, menjadikan saya berani menyambut surya pagi sambil hiking di salah satu puncak bukit terdekat. Terpaan surya pagi menjadikan benda apa saja terlihat seperti kilauan emas bercahaya. Pantas leluhurku memberinya nama 'Swarnadwipa-Pulau Emas'. Semoga kelestarian alamnya yang asri tetap terjaga.

Penginapan di Labuan Sunday. (Foto: Dok. Ariasdi)
Penginapan di Labuan Sunday. (Foto: Dok. Ariasdi)
Siraman cahaya mentari pagi di sekitar Labuan Sunday menjadikan setiap benda berkilau laksana emas. (Foto: Dok. Ariasdi)
Siraman cahaya mentari pagi di sekitar Labuan Sunday menjadikan setiap benda berkilau laksana emas. (Foto: Dok. Ariasdi)
Salah satu puncak yang cukup menantang untuk kegiatan hiking di Labuan Sunday. (Foto: Dok. Ariasdi)
Salah satu puncak yang cukup menantang untuk kegiatan hiking di Labuan Sunday. (Foto: Dok. Ariasdi)
Rehat sejenak sebelum sampai di puncak Labuan Sunday. (Foto: Dok. Ariasdi)
Rehat sejenak sebelum sampai di puncak Labuan Sunday. (Foto: Dok. Ariasdi)
Kilauan emas di Swarnadwipa, Pulau Sumatera dari dermaga Labuan Sunday. (Foto: Dok. Ariasdi)
Kilauan emas di Swarnadwipa, Pulau Sumatera dari dermaga Labuan Sunday. (Foto: Dok. Ariasdi)
Rabu sore kami kembali, membawa pengalaman yang luar biasa. Non-stop melaksanakan touring selama hampir dua minggu dalam keadaan bugar. Bersama Geliga Krim, apapun kegiatan saya lalui, termasuk membuat artikel ini dalam 1.473 kata. Badan bugar, darah lancar, pikiran segar, inspirasi mengalir. Terima kasih Geliga Krim.***

Terima kasih Kompasiana dan Geliga Krim.(Foto: Dok. Ariasdi)
Terima kasih Kompasiana dan Geliga Krim.(Foto: Dok. Ariasdi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun