Mohon tunggu...
Ariasdi
Ariasdi Mohon Tunggu... Administrasi - Dunia Pendidikan

Catatan Kecil Dunia Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Misteri Bongkahan Emas di Swarnadwipa

3 Januari 2018   16:00 Diperbarui: 8 Januari 2018   22:05 4904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bergaya sejenak dengan kamera ala-kadarnya di dermaga pelelangan ikan, sambil menunggu keberangkatan. (Foto: Dok. Ariasdi)

Waktu terus berlalu. Global Position System (GPS) di telepon pintar saya menunjukkan kecepatan kapal rata-rata 27 knots/jam (50 km/jam), bergerak menyelusuri pantai barat Sumatera, mulai dari Tapan, Pesisir Selatan. Mengapa tidak mengambil garis lurus menuju Padang? Bukankan itu jalur terpendek yang dapat dilalui guna menghemat waktu dan bahan bakar? Pertanyaan itu muncul karena saya merujuk kepada teorema Pythagoras yang menjadi dasar perkembangan geometri non-euclid dan menjadi inspirasi awal Einstein dalam menyusun teori relativitas yang terkenal itu.

Beberapa hari kemudian saya mendapat jawabannya dari kompas.com, bahwa di penghujung November terjadi bibit siklon tropis, mulai dari Samudera Hindia sebelah barat daya Bengkulu. Hampir seluruh Indonesia diguyur hujan setiap hari. Siklon tropis diperkirakan bergerak ke arah selatan tenggara dan berpotensi menjadi topan. Saya terhenyak. Itulah yang menjadi alasan nakhoda memilih jalur parabolic mempertahankan posisi kapal tidak jauh dari pantai guna menjaga hal terburuk yang dapat terjadi.

Syukurlah, saya berhasil berkumpul dengan keluarga pukul 23.15 WIB dalam keadaan sehat wal-afiat. Isteri dan puteri bontot kesayangan memijit kaki dan punggung saya dengan olesan lembut Geliga Krim, imbas dari sekotak lobster yang dibawa dari Sikakap. Sakit dan nyeri punggung serta pundak reda, tubuh kembali segar dan bebas pegal.

Senin pagi saya ngantor. Geliga Krim membuat saya bebas beraktivitas dengan semangat baru. Di meja kerja sudah tergeletak surat penugasan baru; Workshop Shoft-Skill Pengembangan SDM, di Kawasan Mandeh, Selasa dan Rabu. Berarti besok dan seluruh karyawan wajib ikut! Saya siap menjalaninya, walau baru kemaren (Minggu) saya membawa jalan-jalan keluarga ke sana. Bersama Geliga Krim aktivitas luar ruang apapun akan saya lalui.

Minggu; Saatnya melepas ketegangan bersama keluarga tercinta, setelah lima hari ditinggal pergi ke Sikakap. (Foto: Dok. Ariasdi).
Minggu; Saatnya melepas ketegangan bersama keluarga tercinta, setelah lima hari ditinggal pergi ke Sikakap. (Foto: Dok. Ariasdi).
Kawasan Mandeh (Mandeh Resort) merupakan objek wisata kebaharian baru, terletak di daerah Teluk Carocok, Sumbar. Dapat ditempuh sekitar satu setengah jam dari Kota Padang, arah ke selatan. Kawasan yang sudah masuk ke dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional (RIPPNAS) bersama Biak dan Bunaken tersebut terletak di Kecamatan Koto XI Tarusan, Pesisir Selatan.

Julukan The Paradise in the South pantas diberikan karena nyamannya suasana, ombak yang tenang serta beningnya air, membangkitkan hasrat untuk terjun dan menyelam guna melihat keindahan karang dan biota yang hidup di dasarnya. Terdapat beberapa pulau dengan nama unik, seperti Pulau Setan Besar dan Kecil, Pulau Sironjong Besar dan Kecil, Pulau Ular, dan lainnya. Merupakan surga bagi nelayan sekitar untuk mencari ikan.

Kawasan Mandeh, surga bagi wisatawan dengan terumbu karangnya, surga bagi nelayan setempat karena hasil lautnya. (Foto: Dok. Ariasdi)
Kawasan Mandeh, surga bagi wisatawan dengan terumbu karangnya, surga bagi nelayan setempat karena hasil lautnya. (Foto: Dok. Ariasdi)
Gugusan kepulauan dan laguna dari Puncak Mandeh yang dapat ditempuh wisatawan dengan menyewa perahu boat. (Foto: Dok. Ariasdi)
Gugusan kepulauan dan laguna dari Puncak Mandeh yang dapat ditempuh wisatawan dengan menyewa perahu boat. (Foto: Dok. Ariasdi)
Pasang aksi sejenak dengan latar belakang gugusan pulau dari panorama Puncak Mandeh. (Foto: Dok. Ariasdi).
Pasang aksi sejenak dengan latar belakang gugusan pulau dari panorama Puncak Mandeh. (Foto: Dok. Ariasdi).
Selain pesona pulau dan laguna, Kawasan Mandeh juga mengembangkan tujuh kampung dari tiga nagari (desa) di sekitar dermaga penyeberangan sebagai penunjang untuk memanjakan wisatawan. Salah satunya bernama Puncak Mandeh. Dari panorama dapat dilayangkan pandangan ke arah gugusan pulau di bawahnya sambil menyeruput air kelapa muda yang segar. Itulah yang saya nikmati bersama keluarga hari Minggu-nya, karena sepekan sudah saya tinggalkan.

Suasana di Puncak Mandeh sambil menyeruput kelapa muda pelepas dahaga. (Foto: Dok. Ariasdi).
Suasana di Puncak Mandeh sambil menyeruput kelapa muda pelepas dahaga. (Foto: Dok. Ariasdi).
Satu kilometer setelah Puncak Mandeh, kita bisa menjumpai Sungai Gemuruh. Sesuai namanya, sungai ini tidak henti mengeluarkan bunyi gemuruh karena airnya meluncur ke muara sambil menerpa bebatuan yang dilaluinya. Lokasi ini bisa dicapai lewat jalur darat yang melewati panorama Puncak Mandeh atau jalur laut melewati hutan bakau. Sementara keluarga saya merasakan sensasi dinginnya air pegunungan dengan menceburkan diri, saya memanfaatkannya untuk ber-selfie sejenak dengan Geliga Krim di tangan.

Sungai Gemuruh, lokasi yang nyaman untuk berendam sejenak bersama dinginnya air pegunungan yang mengalir di sela bebatuan. (Foto: Dok. Ariasdi).
Sungai Gemuruh, lokasi yang nyaman untuk berendam sejenak bersama dinginnya air pegunungan yang mengalir di sela bebatuan. (Foto: Dok. Ariasdi).
Muara air Sungai Gemuruh yang menjadi spot terbaik untuk mengabadikan momen terindah. (Foto: Dok. Ariasdi)
Muara air Sungai Gemuruh yang menjadi spot terbaik untuk mengabadikan momen terindah. (Foto: Dok. Ariasdi)
Riuh rendah suara pengunjung bermain air bercampur derasnya suara Sungai Gemuruh. (Foto: Dok. Ariasdi)
Riuh rendah suara pengunjung bermain air bercampur derasnya suara Sungai Gemuruh. (Foto: Dok. Ariasdi)
Tidak sampai di situ. Jalan-jalan keluarga dilanjutkan 25 km lagi ke Pantai Carocok, Painan. Di sana kami makan siang dan santai sejenak. Setelah berpose bersama Geliga Krim, kami putuskan untuk kembali ke rumah. Ah, hari Minggu yang luar biasa bersama keluarga tercinta. Seberapapun padat perjalanan dinas, Geliga Krim menjamin liburan keluarga saya Bebas Pegal sehingga Jalan Asik Geliga begitu menyenangkan karena kami bebas dari masalah otot.

Pantai Carocok, terletak di ibukota Kab. Pesisir Selatan, Painan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Pantai Carocok, terletak di ibukota Kab. Pesisir Selatan, Painan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Momen indah bersama Geliga Krim di Pantai Carocok yang tidak mungkin dilewatkan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Momen indah bersama Geliga Krim di Pantai Carocok yang tidak mungkin dilewatkan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Selasa pagi, seluruh karyawan siap melaksanakan workshop ke Kawasan Mandeh. Setelah pengarahan dan berdo'a, kami menuju dermaga yang terletak di Dermaga Pelelangan Ikan -  Painan yang berjarak sekitar 60 km dari Padang.

Bergaya sejenak dengan kamera ala-kadarnya di dermaga pelelangan ikan, sambil menunggu keberangkatan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Bergaya sejenak dengan kamera ala-kadarnya di dermaga pelelangan ikan, sambil menunggu keberangkatan. (Foto: Dok. Ariasdi)
Guna menjaga kebugaran, tengkuk dan leher saya olesi Geliga Krim yang selalu stand-by di mobil. Beberapa teman saya tawari dan mereka mencobanya dengan senang hati. Maklum, gratis. Mereka memuji keunggulannya dibandingkan merek lain. "Hangat, wangi dan lembut. Komposisi menthol dan methyl-salicylate-nya pas," sanjungnya. Saya seperti tidak terpengaruh dengan pujian itu karena khawatir Geliga Krim seberat 60 gram produksi PT Eagle Indo Pharma saya berpindah tangan. Naga-naganya sudah kelihatan. Bukan pelit, tapi irit!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun