Di sebuah desa yang terletak di kaki gunung, tinggal seorang pemuda bernama Arif. Usianya sudah memasuki 30 tahun, tetapi dia belum juga menikah. Arif adalah seorang yang sederhana, bekerja sebagai petani di lahan milik orang tuanya. Setiap pagi dia bangun sebelum fajar, dan pulang saat matahari mulai terbenam. Walaupun hidupnya tidak mewah, dia merasa cukup dengan segala yang dimiliki. Namun, ada satu hal yang selalu mengganjal di hatinya: dia merasa belum menemukan pasangan hidup.
Suatu hari, di masjid desa, seorang ustaz yang sudah dikenal bijaksana, Ustaz Ahmad, mengajak jamaah untuk memperdalam pemahaman tentang hadis-hadis Nabi . Saat itu, Ustaz Ahmad membahas sebuah hadis yang cukup menyentuh hati Arif:
" ."
"Nikahlah, karena aku akan membanggakan kalian di hadapan umat-umat lain pada hari kiamat, dan siapa yang menikah, maka Allah akan membantu dalam menghindarkan keburukan."
Hadis ini membuat Arif terdiam. Tidak hanya tentang kebanggaan yang akan diperoleh Nabi , tetapi juga tentang bantuan Allah yang dijanjikan bagi mereka yang menikah. Seiring berjalannya waktu, Arif mulai merenung. "Jika menikah benar-benar dapat membawa berkah, apakah ini pertanda bahwa aku harus segera menikah?" pikirnya.
Arif memang sudah lama mengagumi Aisyah, seorang gadis desa yang cerdas dan baik hati. Aisyah sering membantu ibu Arif di rumah, terutama dalam urusan memasak dan menjahit. Namun, meskipun mereka sudah lama saling mengenal, Arif selalu ragu untuk mengungkapkan perasaannya. Dia merasa belum cukup mapan untuk menawarkan masa depan yang baik kepada Aisyah.
Suatu sore, setelah shalat asar, Arif memberanikan diri untuk berbicara kepada orang tua Aisyah. Dengan sedikit gemetar, dia melangkah ke rumah mereka. "Bismillah," ujar Arif dalam hati, menguatkan diri.
Ketika ia sampai di rumah Aisyah, ia menemukan ayah Aisyah sedang duduk di teras. Arif pun mengucapkan salam, lalu memulai percakapan yang sudah lama dia pikirkan. "Pak Haji, saya datang untuk berbicara tentang sesuatu yang penting. Saya ingin menikahi Aisyah," katanya dengan suara yang sedikit terbata-bata.
Ayah Aisyah menatapnya sejenak, kemudian berkata, "Arif, kamu adalah pemuda yang baik. Kami tidak ragu dengan kebaikanmu. Tapi, kamu tahu sendiri bahwa pernikahan bukan hanya soal cinta, tapi juga tanggung jawab. Kami ingin kamu bisa memberikan yang terbaik untuk Aisyah."
Arif terdiam. Kata-kata ayah Aisyah seperti membawa beban yang berat. "Saya akan berusaha, Pak Haji. Saya percaya jika Allah mengizinkan, Allah akan memberikan berkah dalam pernikahan kami. Seperti hadis yang kita dengar di masjid, 'Siapa yang menikah, Allah akan membantu dalam menghindarkan keburukan.' Saya yakin Allah akan memudahkan jalan kami," jawab Arif dengan penuh keyakinan.
Akhirnya, setelah percakapan panjang, orang tua Aisyah memberi izin, dan pernikahan mereka pun dilangsungkan dalam suasana yang penuh kebahagiaan. Pada hari yang bahagia itu, Arif merasa seperti sebuah pintu keberkahan terbuka di hidupnya. Tidak hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam ketenangan hati dan keyakinan akan masa depan yang lebih baik.