Mohon tunggu...
Muhammad Ariansyah A.
Muhammad Ariansyah A. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keutamaan Makan dengan Garam, Mengkaji Hadis yang Dipertanyakan

2 Desember 2024   11:11 Diperbarui: 2 Desember 2024   12:39 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masyarakat sering mendengar sebuah hadis yang berbunyi,

" ."

yang artinya, "Barang siapa memulai makan dengan garam, maka Allah akan menghilangkan 70 penyakit, yang pertama adalah lepra." Hadis ini sering disampaikan sebagai anjuran untuk memulai makan dengan garam, dengan klaim bahwa hal itu dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Namun, ketika kita menggali lebih dalam, ternyata hadis ini memiliki status yang perlu diperhatikan dengan lebih cermat.

Status Hadis ini: Lemah atau Palsu?

Sebagai umat yang beragama Islam, kita diajarkan untuk memverifikasi setiap informasi yang berkaitan dengan ajaran agama. Dalam hal ini, hadis yang menghubungkan makan dengan garam dan keutamaan kesehatan ini sering kali dijadikan rujukan dalam kebiasaan sehari-hari. Namun, para ulama hadis telah mengkaji dan menilai bahwa hadis tersebut termasuk dalam kategori maudhu' atau palsu.

Hadis ini tidak memiliki sanad yang shahih. Perawi-perawi dalam sanad hadis ini dianggap tidak dapat dipercaya, dan oleh karena itu, tidak bisa dijadikan dasar ajaran atau amalan dalam agama. Ibn al-Jawzi dalam kitabnya Al-Mawdu'at dan Imam Suyuthi dalam Al-La'ali Al-Mashnu'ah secara tegas menyatakan bahwa hadis ini adalah buatan dan tidak dapat diterima.

Mengapa Makan dengan Garam Tetap Menarik?

Walaupun status hadis tersebut bermasalah, makan dengan garam tetap menarik untuk dibahas, terutama dalam konteks kesehatan. Garam, yang merupakan bumbu dasar dalam setiap masakan, memiliki banyak manfaat bagi tubuh. Garam membantu mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh, mendukung fungsi saraf dan otot, serta memberikan rasa pada makanan. Namun, kelebihan konsumsi garam dapat menimbulkan masalah kesehatan, seperti tekanan darah tinggi dan gangguan ginjal.

Dalam banyak budaya, makan dengan garam dipandang sebagai simbol kesederhanaan dan keberkahan. Namun, penting untuk membedakan antara anjuran berbasis kesehatan atau budaya dengan klaim-klaim yang tidak didukung oleh sumber yang sahih dalam agama.

Menyikapi Tradisi dan Hadis Palsu

Sebagai umat Islam, kita harus berhati-hati dalam menerima hadis, terlebih yang menyangkut amalan. Meskipun makan dengan garam sebagai tradisi bisa jadi memiliki manfaat dari sisi budaya atau kesehatan, kita tidak bisa mengaitkan kebiasaan tersebut dengan ajaran Nabi Muhammad hanya berdasarkan hadis yang statusnya tidak jelas.

Dalam Islam, kita diajarkan untuk memeriksa kebenaran sebuah informasi. Misalnya, Nabi sendiri berpesan, "Barang siapa berdusta atas namaku, maka ia siap menempati tempatnya di neraka." (HR. Bukhari dan Muslim). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keakuratan dalam menyampaikan ajaran agama.

Pentingnya Memverifikasi Hadis dan Informasi Agama

Dalam era digital ini, informasi dapat menyebar begitu cepat tanpa adanya verifikasi yang memadai. Banyak orang dengan mudah menyebarkan hadis-hadis tanpa memeriksa apakah hadis tersebut sahih atau tidak. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk menggunakan sumber yang dapat dipercaya, seperti kitab-kitab hadis yang diakui atau berkonsultasi dengan ulama yang ahli dalam bidang ini.

Kesimpulan

Meskipun makan dengan garam memiliki nilai gizi dan manfaat tertentu bagi kesehatan, hadis yang mengaitkan garam dengan pengobatan 70 penyakit, termasuk lepra, tidak memiliki dasar yang sahih dalam ajaran Islam. Sebagai umat Islam, kita sebaiknya memisahkan antara kebiasaan yang bersifat budaya atau kesehatan dengan klaim-klaim keagamaan yang tidak didukung oleh hadis yang sahih.

Keutamaan makan dengan garam yang disebutkan dalam hadis ini hanyalah salah satu contoh pentingnya kehati-hatian dalam mengamalkan ajaran agama. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, mari kita lebih cermat dalam memilih informasi, memastikan keaslian hadis, dan mengedepankan nilai-nilai Islam yang berdasarkan pada sumber yang sahih. Dengan demikian, kita dapat menjaga ajaran agama dan tradisi budaya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun