Masyarakat sering mendengar sebuah hadis yang berbunyi,
" ."
yang artinya, "Barang siapa memulai makan dengan garam, maka Allah akan menghilangkan 70 penyakit, yang pertama adalah lepra." Hadis ini sering disampaikan sebagai anjuran untuk memulai makan dengan garam, dengan klaim bahwa hal itu dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Namun, ketika kita menggali lebih dalam, ternyata hadis ini memiliki status yang perlu diperhatikan dengan lebih cermat.
Status Hadis ini: Lemah atau Palsu?
Sebagai umat yang beragama Islam, kita diajarkan untuk memverifikasi setiap informasi yang berkaitan dengan ajaran agama. Dalam hal ini, hadis yang menghubungkan makan dengan garam dan keutamaan kesehatan ini sering kali dijadikan rujukan dalam kebiasaan sehari-hari. Namun, para ulama hadis telah mengkaji dan menilai bahwa hadis tersebut termasuk dalam kategori maudhu' atau palsu.
Hadis ini tidak memiliki sanad yang shahih. Perawi-perawi dalam sanad hadis ini dianggap tidak dapat dipercaya, dan oleh karena itu, tidak bisa dijadikan dasar ajaran atau amalan dalam agama. Ibn al-Jawzi dalam kitabnya Al-Mawdu'at dan Imam Suyuthi dalam Al-La'ali Al-Mashnu'ah secara tegas menyatakan bahwa hadis ini adalah buatan dan tidak dapat diterima.
Mengapa Makan dengan Garam Tetap Menarik?
Walaupun status hadis tersebut bermasalah, makan dengan garam tetap menarik untuk dibahas, terutama dalam konteks kesehatan. Garam, yang merupakan bumbu dasar dalam setiap masakan, memiliki banyak manfaat bagi tubuh. Garam membantu mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh, mendukung fungsi saraf dan otot, serta memberikan rasa pada makanan. Namun, kelebihan konsumsi garam dapat menimbulkan masalah kesehatan, seperti tekanan darah tinggi dan gangguan ginjal.
Dalam banyak budaya, makan dengan garam dipandang sebagai simbol kesederhanaan dan keberkahan. Namun, penting untuk membedakan antara anjuran berbasis kesehatan atau budaya dengan klaim-klaim yang tidak didukung oleh sumber yang sahih dalam agama.
Menyikapi Tradisi dan Hadis Palsu
Sebagai umat Islam, kita harus berhati-hati dalam menerima hadis, terlebih yang menyangkut amalan. Meskipun makan dengan garam sebagai tradisi bisa jadi memiliki manfaat dari sisi budaya atau kesehatan, kita tidak bisa mengaitkan kebiasaan tersebut dengan ajaran Nabi Muhammad hanya berdasarkan hadis yang statusnya tidak jelas.