Mohon tunggu...
Arianonaka
Arianonaka Mohon Tunggu... -

Penghuni Bilik Imajinasi

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Jago Bahasa Asing, Penting; Tak Tahu Bahasa Daerah, Parah!

7 Mei 2015   12:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:17 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahir bahasa Inggris, Jerman, Prancis, atau Jepang? Oke, Anda patut dibanggakan.

Bukan hanya Anda, pun saya harus benar-benar merenungkan hal yang satu ini. Dalam era teknologi saat ini, kita dituntut untuk bisa berbahasa asing. Apalagi mengingat bahwa di akhir tahun 2015 akan dibentuk pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara yang lebih dikenal sebagai Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Dalam pelaksanaan jual-beli, tentu ada bahasa yang berfungsi sebagai alat dalam mengomunikasikan maksud dan tujuan.

Tentang bahasa asing sendiri, saya sebenarnya tidak mahir (Hmm, jadi terpikirkan untuk ikut kursus bahasa inggris secepatnya). Di sekolah, kita hanya diajarkan bahasa inggris dasar. Lanjut ke SMP dan SMA/sederajat pun diajarkan hal yang sama. Hingga ke perguruan tinggi, saya pun mendapatkan mata kuliah bahasa inggris khusus dalam bidang bisnis. Didorong rasa penasaran tentang bahasa, saya meminta kamus bahasa Perancis milik paman saya. Tak hanya itu, saya juga sangat senang dengan bahasa Jepang lalu membeli kamus dan mencari referensi lain melalui internet. Dalam hati ngdumel , “Buseeet susah amat ngapalin semuaa!!!”. Sebenarnya teknik menghapal menurutku tidak efektif. Bahasa adalah kebiasaan. Ambil saja contohnya bahasa Indonesia. Sejak kecil, tanpa melalui kursus bahasa Indonesia pun, toh saya bisa dengan mudah dan lancar menggunakan bahasa Indonesia. Kenapa tidak dengan bahasa asing? Lalu saya mulai berpikir, bagaimana kalau saya menggunakan bahasa asing untuk percakapan sehari-hari. Sempat saya lakukan beberapa lama dengan saudara ataupun teman-teman, tapi tetiba saya dijangkiti faktor malas hingga akhirnya kebiasaan itu berhenti.

Kita tinggalkan senejak tentang bahasa asing. Setelah mahir berbahasa asing, apakah Anda sudah mahir dalam berbahasa daerah?

Cukup bahasa daerah sendiri dulu (walau sebenarnya kita juga mesti tahu sedikit-banyak tentang bahasa daerah lain). Sejak kecil, dalam lingkungan keluarga saya diajarkan berbahasa Indonesia. Sampai-sampai jika saya ke kampung halaman orangtua saya di Sengkang, Sulawesi Selatan, saya hanya bisa bengong mendengar sanak keluarga bercakap-cakap. Hanya ada satu-dua kosakata yang saya ketahui. Rasanya malu, sebagai orang yang dalam dirinya mengalir darah Bugis kok bisa-bisanya tak mahir berbahasa Bugis. Piye toh iki?!

Saya baru mahir berbahasa Bugis saat kuliah. Sebab, mayoritas teman-teman sekelas saya adalah orang daerah. Setiap hari, mereka berkomunikasi menggunakan bahasa Bugis. Seperti yang saya tuliskan di atas—bahasa adalah kebiasaan. Dari kebiasaan mendengar dan mengaplikasikan bahasa, saya pun jadi mahir berbahasa Bugis hingga sekarang. Malah saya lebih banyak berbahasa Bugis saat berbicara dengan mereka ketimbang bahasa Indonesia. Saya juga mulai menambah referensi bahasa Jawa. Menurut saya bahasa Jawa mudah untuk dipelajari.

Bahasa asing dan bahasa daerah wajib untuk diketahui. Sebab bahasa menunjukkan bangsa. Belajar bahasa, yuk!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun