Mas Erwin, Tour Leader Jogja Walking Tour, berkata bahwa tour hari ini di candi Sambisari akan berlangsung selama kurang lebih 2.5 jam. Dan tambah mas Erwin lagi, candi Sambisari termasuk candi yang paling lengkap ketika ditemukan.
Saya memandang candi Sambisari yang letaknya 6.5 m dibawah dari tempat saya berdiri. Dari atas saya bisa melihat seluruh komplek candi yang terdiri dari sebuah candi utama yang menghadap barat dan tiga candi perwara (candi pendamping yang berukuran kecil )yang terletak di depan candi utama, beserta halamannya yang dibatasi pagar tembok.
Sayapun bertanya dalam hati,“Bagaimana menghabiskan waktu 2.5 jam di candi yang berukuran kecil itu? Dan bagaimana candi kecil itu disebut lengkap?”
Sekilas Candi Sambisari
Ada beberapa orang yang suka menyebut candi Sambisari adalah candi bawah tanah. Tidak sepenuhnya salah sih, karena candi tersebut terletak 6.5 m lebih rendah dibandingkan dengan perumahan penduduk dan persawahan yang mengitari candi tersebut, yang memberi kesan candi tersebut terletak di bawah tanah.
Pada abad ke-9 ketika candi Sambisari dibangun, ketinggian permukaan tanah candi masih sama dengan area sekeliling candi, tapi karena aktivitas sedimentasi aktif dari gunung Merapi yang mengubur candi Sambisari dan area disekitarnya. Jadi bisa dibayangkan berapa banyak tanah dan batuan sedimen yang keluar dari perut gunung Merapi.
Sebelum turun melihat candi dari dekat, mas Edwin memberi beberapa aturan ketika berkunjung ke candi.
- Dilarang mengkonsumsi makanan dan minuman manis di candi.Tumpahan minuman atau sisa remahan yang manis akan mengundang serangga untuk datang dan bersarang diantara batuan candi.
- Berkunjung ke candi yang berbatu hitam di siang hari bolong memang panas sekali, untuk mencegah dehidrasi, cukup dengan minum air putih.
- Jangan memegang relief candi. Tangan kita berkeringat juga berminyak, hal ini dapat menimbulkan jamur. Ukiran pada candi yang rumit susah untuk dibersihkan.
Terus terang setelah beberapa kali berkunjung ke candi-candi, baru sekali ini saya mendengar peringatan seperti ini. Masuk akal juga alasannya, dan menurut saya masyarakat perlu diedukasi soal ini.
Halaman Candi
Candi Sambisari dikelilingi oleh pagar tembok yang terbuat dari batuan tuff berwarna putih, berbeda dengan bangunan candinya yang terbuat dari batu andesit hitam. Terdapat pintu masuk di 4 sisi dinding pagar, tetapi yang sebelah utara ditutup. Diperkirakan sisi sebelah utara sengaja ditutup untuk membendung aliran lahar dingin dari gunung Merapi.
Mungkin banyak yang tidak tahu sebenarnya candi Sambisari memiliki 2 lapis pagar. Disisi sebelah timur dieksposi sepotong bagian pagar luar, yang jaraknya cukup jauh dari pagar dalam. Pagar bagian luar sengaja tidak dipugar sepenuhnya dengan berbagai pertimbangan. Bayangkan berapa banyak rumah penduduk harus digusur.
Terdapat 8 lingga berukuran kecil yang biasa disebut lingga patok disekeliling candi. Disebut lingga patok karena lingga tersebut adalah petunjuk 8 arah mata angin. Menurut kepercayaan Hindu masing-masing mata angin memiliki dewa penjaga
Sepertinya kesadaran akan arah mata angin cukup penting dalam kehidupan masyarakat saat itu. Apa karena itu orang Jogja sekarang lebih suka memakai petunjuk arah mata angin seperti utara-selatan atau timur-barat, daripada kiri-kanan, ketika memberi petunjuk jalan?
Cerita tentang Candi
Setelah berkeliling halaman candi, kami duduk disisi selatan candi yang teduh dari sinar matahari sambil mendengarkan mas Erwin bercerita tentang bagaimana membangun sebuah candi.
Menentukan Lokasi Pembangunan sebuah candi itu tidak sembarangan. Kalau di kebudayaan Cina mengenal feng shui , di kebudayaan Hindu mengenal Vastu untuk menentukan lokasi dimana terdapat energi positif untuk mendirikan candi suci yang merupakan tempat beribadah pada masa itu.
Setelah Lokasi ditemukan, tidak serta merta langsung dibangun candi diatasnya, tapi harus diperiksa dulu kondisi tanahnya apakah memungkin untuk membangun sebuah candi yang tersusun dari potongan batuan andesit yang berat.
Ada 3 cara untuk mengetes kekuatan tanah.
- Dibuat lubang lalu lubang itu diisi air. Jika airnya meresap kedalam tanah dengan cepat, berarti tanah itu berongga, tidak cukup padat dan kuat untuk menyangga sebuah candi.
- Ditabur biji-bijian. Jika biji-bijian tersebut bersemai, berarti tanahnya bagus dan biji yang bersemai melambangkan kehidupan.
- Api dinyalakan dalam lubang. Jika dalam kondisi tanpa angin api tersebut tetap menyala, berarti tanah tidak berongga yang memungkinkan ada gas yang bergerak keatas dari dalam tanah.
Mendengar penjelasan mas Erwin tadi, saya tidak bisa menyembunyikan kekaguman saya terhadap tradisi dan kearifan lokal yang dimiliki oleh nenek moyang kita. Mereka menyelesaikan masalah krusial dengan cara sederhana.
Selain menentukan lokasi candi, di setiap candi juga harus ditentukan titik utama candi dimana pripih candi ditanam. Apa itu pripih candi?
Peripih candi adalah benda-benda tertentu yang diletakan didalam sebuah wadah, biasanya berupa kotak batu atau wadah gerabah. Peripih candi pada umumnya terdiri atas logam mulia, batu mulia, mantra atau rajah, biji-bijian (padi, jagung, Kopi, Jali), rempah-rempah (kemiri, kayu cendana dan jinten), serta pinang.
Letak pripih tiap candi berbeda. Pripih candi Siwa Prambanan ditanaman tepat dibawah patung dewa Siwa di tengah candi. Kalau pripih candi Sambisari terletak disamping pintu masuk sebelah selatan.
Bagi pembuat candi pada masa itu, pripih mempunyai fungsi penting bagi keberadaan bangunan candi sebagai tempat ibadah. Dipercayai bahwa pripih merupakan media bagi dewa merasukkan zat inti kedewaannya. Dapat dikatakan peripih merupakan roh sebuah candi.
Sementara bagi para peneliti dan arkeolog, penemuan peripih adalah hal yang penting, karena pripih bisa menjadi sebuah kunci untuk menyingkap tabir mengenai usia dan makna pembuatan candi.
Pemugaran candi
Sekarang kita geser duduk di bagian barat kaki candi, disebelah pintu masuk dekat dengan tempat pripih candi ditanam. Mas Erwin melanjutakan kuliahnya, kali ini tentang cara pemugaran candi.
Tahap awal pemugaran candi adalah dengan membongkar seluruh candi, baik bagian yang masih utuh berdiri atau sudah runtuh sebagian. Batuan candi yang terpasang dengan sistem kuncian (interlock) dibongkar satu per satu hingga tidak berbentuk bangunan. Sebelum dibongkar dilakukan registrasi pada setiap blok batu agar bisa disusun ulang. Sejatinya bangunan candi itu seperti maian Lego yang bisa dibongkar pasang, hanya saja terbuat dari batu dan berukuran besar.
Tidak cukup dengan hanya membongkar candi saja, tanah dibawah candi juga perlu digali. Hasil penggalian tanah dibawah candi ini, selain dijumpai peripih, juga ditemukan struktur fondasi yang dibuat untuk menopang candi. Semakin tinggi candinya, semakin dalam fondasinya. Uniknya lobang fondasi diisi dengan batuan kerikil, yang juga bisa berfungsi sebagai peredam getaran gempa.
Berkat kearifan local dari nenek moyang kita dulu, hari ini kita masih memiliki peninggalan bangunan candi yang megah walaupun pulau Jawa cukup sering diguncang bencana gempa.
Tidak semua reruntuhan bisa dipugar karena berdasarkan aturan ICOMOS (International Council of Monuments and Site) yang ditetapkan pada tahun 1981 yang prinsipnya adalah pemugaran suatu objek harus mempertahankan bentuk aslinya. Pada prakteknya hanya candi yang masih memiliki 2/3 batuan asli yang bisa dipugar.
Jadi jangan heran jika kalian menemui reruntuhan dan batuan yang dibiarkan begitu saja ketika berkunjung ke candi. Bongkahan-bongkahan batu itu seperti kepingan teka-teki yang belum menemukan padanannya untuk bisa disusun ulang.
Candi Utama
Matahari sudah tinggi ketika akhirnyakita masuk ke candi utama. Setelah naik tangga dan melewati gerbang candi, kita langsung menghadap pintu bilik utama candi. Di kanan kiri pintu terdapat sebuah relung kosong yang seharusnya berisi arca Mahakala dan arca Nandiswara.
Menurut cerita, ketika candi Sambisari digali, 2 arca tersebut ditemukan utuh. Namum dalam proses pemugaran candi, kedua arca tersebut hilang dicuri. Kenapa 2 arca tersebut dicuri? Kemungkinan karena 2 arca tersebut termasuk jenis arca yang langka alias jarang dijumpai.
Candi Sambisari adalah candi untuk pemujaan dewa Wisnu yang diwujudkan dalam bentuk Lingga dan Yoni. Di dalam bilik candi induk terdapat Lingga dan Yoni yang merupakan aspek Dewa Siwa. Lingga adalah salah satu perwujudan dari Siwa, sedangkan Yoni adalah perwujudan dari sakti (istri) Siwa.
Setelah melihat bilik utama candi, kita mengitari candi searah jarum jam. Dimulai dari sisi utara bagian luar terdapat arca Parwati, isteri dewa Siwa, sisi sebelah timur ada arca Ganesha (anak dewa Siwa) dan sisi selatan ada arca Maharesi Agastia yang merupakan perwujudan dewa Siwa sendiri.
Seperti halnya candi-candi yang lain, dinding candi selalu diukir dengan relief, bisa berupa relief naratif yang menceritakan sebuah kisah seperti kisah Ramayana di candi Prambanan. Atau relief dekoratif berupa bentuk sulur-suluran yang terinspirasi dari tanaman atau pola geometris, seperti yang terdapat di candi Sambisari.
Setelah berkeliling candi, ada satu pertanyaan yang tersisa. Apakah nenek moyang kita meninggalkan catatan tentang alat, metode dan teknis pembuatan candi? Sewaktu pemugaran candi diperlukan alat berat seperti crane untuk menangkat dan memindahkannya balok-balok batu yang berat. Bagaimana nenek moyang kita dulu melakukannya
Sayang sekali, tidak pernah ditemukan catatan atau piagam yang menjelaskan tentang teknis pembuatan candi. Dalam piagam hanya ditulis tentang kapan dan untuk apa candi dibuat, serta siapa yang memerintahkan pembuatan candi.
Tidak heran kalau kemudian timbul teori “liar” yang menyebutkan pembangunan candi itu dibantu oleh jin, yang “dikuatkan” oleh dongeng Loro Jonggrang di candi Prambanan.
Mas Erwin memberi sebuah perumpamaan yang menarik. Prasasti candi itu ibarat buku menu makanan, hanya memberi info tentang jenis-jenis makanannya. Bukan buku resep masakan, yang menjelaskan bahan-bahan dan cara mengolah hingga menjadi makanan.
Penutup
Hampir pukul 11 siang ketika tour di candi selesai. Mas Erwin menepati janjinya, tidak terasa hampir 3 jam kita mendengar cerita menarik tentang candi.
Wajah saya sudah berminyak karena keringat dan perut lapar. Tapi saya masih enggan pulang. Saya beli kue apem dari warung sebelah candi, lalu mencari kursi di taman candi. Dari atas, saya memandang candi sambil menikmati gurihnya kue apem kelapa. Setelah mendengar cerita candi tadi, saya tidak akan melihat candi dengan cara yang sama seperti dulu.
******
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H