Mohon tunggu...
Ariani Kartika
Ariani Kartika Mohon Tunggu... Freelancer - Sudah keluar dari pekerjaan 9-5

Suka menulis dan membuat sabun artisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Si Mie Instan

20 Maret 2023   07:56 Diperbarui: 20 Maret 2023   07:58 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baiklah Ani, kamu boleh sombong sekarang. Kamu boleh menyebut dirimu penganut  hidup sehat. Kamu bilang  bahwa kamu hanya mengkonsumsi makanan sehat, yang kamu sebut real food. Sedangkan aku, kau hina-hina. Kamu sebut aku junk food. Makanan sampah. How dare you!!

Dulu kamu menginginkan diriku tiap hari. Apakah kamu lupa ketika kecil dulu kamu merengek-rengek pada ibumu? Tapi ibumu bersikeras melarangnya. Sama seperti dirimu, ibumu juga menyebutku  junk food. Sekarang aku mengerti, darimana kamu mendapatkan karakter itu.

Kamu merengek tiada henti. Kamu mogok makan. Sampai akhirnya ibumu  menyerah. Kamu dan ibumu membuat kesepakatan, diriku boleh kamu nikmati hanya di hari Sabtu. Setiap sabtu pagi aroma  micin akan mengapung tebal di dapur, menggelitik hidungmu, dan langsung menyentuh sebuah memori di otakmu. Aroma diriku terlalu sedap untuk ditolak,tidak mungkin dilupakan,  bahkan membuatmu ketagihan.

Aku masih ingat bola matamu berbinar cerah ketika aku dihidangkan dalam sebuah mangkuk di hadapanmu.  Kamu hirup dalam-dalam uapku yang menjanjikan kenikmatan.  Dengan bibir mungilmu kamu seruput diriku dalam satu hisapan yang panjang. Aku tidak bisa melupakan bunyi itu.

"Slruuuuup......"

Sekarang kamu bilang teksturku seperti campuran antara gabus dan karet. Katamu , aku hanya berbumbu micim, bukan rempah penuh khasiat. Tahukah kamu, itu sebuah hinaan besar untukku.  

Kamu bilang tubuhmu telah disucikan dengan buah alpokat yang berlemak, hijaunya broccoli dan kale, merahnya tomat, orangenya wortel, juga putihnya kol. Berkat mereka kamu merasa kulitmu lebih glowing, badanmu lebih sehat dan pikiranmu lebih jernih. Dan aku, kamu anggap sebagai sumber dari segala penyakitmu dulu.

Aku sedih tapi  untuk terakhir kalinya ijinkan aku  bertanya.

"Adakah sedikit kenangan tentang diriku yang tersimpan dalam  ingatanmu?"

"Adakah masa dalam hidupmu, walaupun hanya sedetik, dimana kamu sangat menginkan kehadiranku?"

"Apakah ada terbesit rasa rindumu akan bau wangi  micinku?"

Bulan November penuh hujan angin sudah tiba. Aku tahu kamu merindukan kehadiranku di tengah basahnya hujan dan dinginnya angin yang menusuk hingga tulang.  Tidak mengapa, aku akan sabar menunggu karena aku yakin suatu saat nanti kamu akan kembali kepadaku.

Aku, semangguk mie instan panas mengepul, akan memberimu kehangatan.

The End


Catatan : 

Cerita ini sudah dibukukan dalam sebuah buku antologi, tapi saya ingin menyimpan cerita ini disini sekaligus ingin berbagi dengan pembaca Kompasiana.

Terima kasih mbak Riana buat fotonya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun