Mohon tunggu...
Ariani Kartika
Ariani Kartika Mohon Tunggu... Freelancer - Sudah keluar dari pekerjaan 9-5

Suka menulis dan membuat sabun artisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senji dan Saori

17 Maret 2023   19:16 Diperbarui: 17 Maret 2023   19:19 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Sekarang hanya tinggal kita berdua," kata Senji perlahan.

Saori, perempuan muda yang duduk berhadapan dengannya di meja makan berukuran kecil,. hanya diam tersenyum.  Itu yang yang disukai Senji dari Saori, dia selalu ada dan siap mendengarkan semua cerita Senji.

"Mayu mungkin tidak akan datang kemari lagi, kamu tahu kan anakku itu tidak menyukaimu," sambung Senji sambil menatap Saori. Lega hatinya karena dia tidak melihat sedikitpun rasa kecewa di wajah Saori.

Senji menuangkan sake ke gelas kecil dan lalu meminumnya. Ada sedikit sensasi rasa panas di tenggorokan, tapi hanya sebentar, kemudian dia merasa sedikit rileks. Sepanjang hari tadi adalah hari yang melelahkan. Tadi siang setelah jenazah isterinya selesai dikremasikan, dia dan Mayu mendaki sebuah bukit kecil, dimana isterinya telah berwasiat untuk menaburkan abunya disana.

Selama upacara kremasi jenazah, Mayu tidak mau berbicara padanya bahkan tidak mau memandang wajah Senji. Sepanjang pendakian bukit, Mayu berjalan jauh dibelakang Senji. Kadang Senji dapat mendengar isakan tangis Mayu yang terbawa angin.

Isteri Senji menderita sakit selama lima tahun sebelum meninggal. Selama itu Senji bertugas sebagai perawat isterinya. Dari membantu isterinya bangun dari tempat tidur sampai menyiapakan makan.  Hal itu melelahkan Senji secara fisik maupun batin.

Sebagai laki-laki normal, Senji ingin juga merasakan kehangatan pelukan wanita. Sesuatu yang tidak bisa didapatkan dari isterinya sekarang. Semua berubah ketika dia bertemu dengan Saori, seorang perempuan yang tidak hanya muda dan cantik, tapi dia sangat mengerti kondisi yang dialami oleh Senji.

Senji membawa Saori untuk tinggal di rumahnya, di kamar Senji yang terpisah dari kamar isterinya. Sudah lama pasangan suami isteri itu pisah kamar.

Awalnya sang isteri marah dengan kehadiran Saori, tapi kemudian dia perlahan menerima kehadiran Saori. Apalagi sikap Senji kepada dirinya semakin lembut dan perhatian sejak kehadiran Saori. 

Akhirnya mereka mengatur agar sang isteri dan Saori tidak saling sering bertemu di apartement mereka yang sempit. Untungnya Saori lebih banyak menghabiskan waktu  di kamar Senji. Ketika Saori keluar kamar, sang isteri gantian masuk kamar. Sebuah kesepakatan yang berjalan mulus.

"Kita harus mengenalkan Saori pada Mayu," usul sang isteri pada suatu hari.

Hal itu tidak pernah terpikir oleh Senji, karena anak perempuan mereka satu-satunya sudah memiliki keluarga sendiri dan tinggal di kota lain.

Suatu hari Mayu datang berkunjung dan mereka bertiga duduk di meja makan sambil menikmati teh hijau hangat.

"Aku ingin mengenalkan kamu ke Saori," kata sang ibu pada anaknya.

"Siapa Saori," jawab Mayu.

"Teman wanita ayahmu."

"Kenapa saya harus kenal dengan teman wanita ayah?" tanya Mayu sedikit heran.

Senji dan sang isteri sejenak terdiam, mencari jawaban yang  tepat.

"Karena dia tinggal disini, bersama kita." Akhirnya sang isteri menjawab. "Dia di kamar ayahmu sekarang."

Mayu segera melompat dan berlari seperti kucing ke kamar ayahnya. Tidak lama kemudian dia balik ke meja makan, langkahnya lunglai tidak bertenaga nyaris jatuh seakan tungkai kakinya lemah tidak bertenaga. Senji bangkit dari kursi dan membantu Mayu untuk berdiri tegak. Tapi Mayu menepis tangannya dan memandang wajah Senji dengan pandangan yang menjijikan. Rawut muka Mayu saat itu, terekam jelas dalam ingatan Senji hingga saat ini.

"Kamu pasti sudah mengantuk," kata Senji setelah menengak habis tetes terakhir.

Malam itu Senji tidur sambil memeluk Saori,  kadang dia menangis terisak. Menangis karena isterinya telah pergi. Menangis karena mungkin Mayu tidak akan datang berkunjung lagi.

Malam itu Saori tidur terlentang menghadapat langit-langit dengan mata terbuka. Dia tidak merasakan pelukan hangat Senji, begitu juga dengan air mata Senji yang membasahi dadanya.

Saori hanyalah boneka cantik berukuran manusia dengan kulit dari silicon. Tidak memiliki hati dan perasaaan.

The End

Catatan :

Cerita ini sudah terbit dalam sebuah buku antologi, tapi saya ingin menyimpan cerita ini di Kompasiana sekaligus ingin berbagi cerita ini dengan pembaca Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun