Lalu juga tak hanya terkait sosialisasi tentang pentingnya menjaga kesehatan reproduksi, pentingnya merencanakan kehamilan, pentingnya memeriksakan kehamilan, atau tak hanya terkait peningkatan kuantitas maupun kualitas sumber daya manusia (SDM) kesehatan, namun bisa jadi terdapat hal-hal kecil yang sebenarnya dapat berdampak besar sebagai tuas dalam menggerakkan hal-hal tersebut untuk dapat menjadi solusi atas penurunan angka kematian ibu.
Saya memikirkan tentang bagaimana proses pengambilan keputusan seorang perempuan di dalam keluarga. Apakah saat ia merencanakan kehamilan, adalah atas dasar keputusan bersama, ataukah hanya keputusan dari pihak suami? Apakah saat ia sedang hamil, lalu ia memutuskan untuk memeriksakan kehamilan, keputusan tersebut lalu didukung oleh suami? Dan seterusnya.
Bisa jadi pemerintah pusat hingga daerah telah mengupayakan berbagai program untuk menunjang optimalnya proses pelayanan kesehatan kepada ibu dan anak dalam rangka menurunkan angka kematian ibu yang telah menjadi agenda bersama begitu lama, namun faktor-faktor yang berputar di dalam unit terkecil yang sesungguhnya memiliki kekuatan besar namun sering dilupakan yaitu faktor di dalam keluarga, seperti bagaimana pengambilan keputusan dalam pencarian pelayanan kesehatan ternyata terabaikan dan membuat seorang perempuan tak memiliki kuasa atas hak reproduksinya sendiri, membuat seorang ibu hamil tak mampu mengakses layanan kesehatan karena relasi kuasa yang masih bersifat patriarkis, dan seterusnya.
Dengan demikian, penurunan angka kematian ibu tidak boleh hanya ditangani dari satu disiplin saja misalnya disiplin kesehatan, namun berbagai aspek seperti aspek sosial ekonomi, budaya, agama, dan lain sebagainya harus menjadi perhatian bersama tanpa terkecuali.
Mari memperhitungkan faktor sosial dan ekonomi yang memengaruhi aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan ibu, memahami norma-norma budaya yang dapat memengaruhi keputusan dan perilaku terkait kesehatan reproduksi, mengedepankan pendekatan yang berpusat pada kesetaraan gender dalam upaya kesehatan reproduksi, termasuk memberdayakan perempuan untuk mengambil keputusan tentang kesehatan mereka sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H