Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pengobatan Diare Anak yang Tidak Rasional

1 September 2023   13:08 Diperbarui: 1 September 2023   17:10 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak mengalami perut mulas akibat diare. (Dok. Shutterstock/takayuki via Kompas.com)

Sehari-hari saat saya bertugas di IGD RS, saya sering kali menemukan orangtua pasien bayi hingga balita yang membawa anaknya ke IGD karena diare yang tak kunjung sembuh. 

Saat ditanyakan apakah sudah berobat sebelumnya, rata-rata sudah menjawab bahwa mereka telah berobat. Saya selalu menanyakan obat apa yang telah mereka dapatkan. 

Saya akan tersenyum lebar jika sang ibu menunjukan obat seperti oralit atau suplemen yang mengandung probiotik seperti lactobacillus atau jika ibu menunjukkan sirup zink dan obat untuk mengurangi rasa mual hingga muntah pada anak. 

Sebaliknya, tentu saja saya akan marah dan murka di dalam hati, jika yang ditunjukkan adalah obat-obat selain di atas. Dan benar saja, pada realitanya, selama saya berjaga di IGD maupun klinik saya ditugaskan, saya lebih sering menemui anak dengan diare yang hanya diberikan antibiotik. Benar-benar hanya antibiotik. 

Tidak ada obat muntah, tidak ada oralit, tidak ada suplemen probiotik, tidak ada zink. Padahal, antibiotik tidak diperlukan sama sekali pada diare yang tidak dicurigai penyebabnya sebagai bakteri, dimana padahal penyebab terbanyak kasus diare pada anak disebabkan oleh infeksi virus yang utamanya adalah Rotavirus (40--60%). 

Saya selalu berusaha menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa sebenarnya diare adalah respon tubuh manusia untuk mengeluarkan yang kotor dari dalam pencernaan, sehingga dapat dikatakan sesungguhnya ia merupakan respon yang baik agar yang kotor-kotor tak bersarang di dalam tubuh. 

Namun, jika respon tubuh untuk mengeluarkan yang kotor tersebut berlebih, dehidrasi kemudian menjadi ancaman. 

Mengingat betapa mungkinnya dehidrasi timbul pada anak, saya selalu menekankan betapa pentingnya untuk terus dapat memberi makan dan minum kepada anak yang sedang diare untuk mencukupi kebutuhan cairannya sehari-hari termasuk di dalamnya ialah juga untuk mengganti cairan yang keluar dari dalam tubuh lewat buang air besar atau BAB cair tersebut. 

Selain itu, pengobatan tidak rasional lainnya yang sering saya temukan di lapangan selain pemberian antibiotik pada anak dengan diare ialah pemberian obat antidiare. 

Wajib dipahami oleh seluruh tenaga kesehatan bahwa obat antidiare pada anak tidak berguna sama sekali untuk mencegah dehidrasi maupun memperbaiki status gizi anak, namun justru dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya. 

Selanjutnya, patut dipahami bersama, bahwa pada prinsipnya, yang paling penting untuk dinilai pada anak yang sedang diare adalah tingkat dehidrasi anak. 

Apakah terdapat dehidrasi berat, ataukah dehidrasi sedang, atau dehidrasi ringan, atau tidak ada dehidrasi sama sekali. 

Jika anak dehidrasi sedang hingga berat, dan cairan melalui oral atau mulut sudah tidak mampu mengganti cairan yang defisit, tentu saja anak perlu mendapat penanganan lebih lanjut di fasilitas kesehatan baik tingkat primer maupun tingkat lanjutan untuk mengatasi dehidrasinya. 

Orangtua wajib secara proaktif membawa anak ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan bantuan penilaian tingkat dehidrasi anak. Apakah dapat dilakukan pengobatan rawat jalan ataukah memerlukan pengobatan rawat inap.

Penulis berharap, seluruh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab terhadap pengobatan diare anak, memahami bahwa selama ini World Health Organization atau WHO telah mengeluarkan lima prinsip pilar tatalaksana diare pada anak yang disebut sebagai lintas diare atau lima langkah tuntaskan diare. 

Lima langkah tersebut antara lain, pertama rehidrasi, kedua dukungan nutrisi, ketiga pemberian antibiotik sesuai indikasi, keempat pemberian zink, dan kelima ialah edukasi sebagai langkah promotif dan preventif (edukasi seperti tetap melanjutkan pemberian ASI, cuci tangan sebelum makan, jaga kebersihan lingkungan, BAB di jamban, imunisasi campak, serta minum air putih yang bersih serta memakan makanan yang dimasak dengan baik).

Kiranya, penanganan-penanganan diare pada anak yang tidak rasional sudah saatnya kita sudahi. Tidak boleh ada lagi praktik-praktik peresepan obat yang tidak berdasar. Alih-alih mendapat manfaat yang diharapkan dari obat yang diresepkan, justru efek samping yang mengintai. 

Tenaga kesehatan wajib untuk mengikuti panduan-panduan yang telah diterbitkan dari institusi yang berwenang, seperti oleh WHO maupun Kementerian Kesehatan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun