Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Ibu yang Tidak Bahagia Saat Menyusui

10 Agustus 2023   18:35 Diperbarui: 11 Agustus 2023   02:38 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ibu sedang menyusui anaknya. Sumber: Shutterstock via kompas.com

Bagi seorang ibu yang baru saja melahirkan, hari hari awal setelah kelahiran adalah hari hari yang sulit, yaitu sulit jika tidak ada dukungan dan yang mana berarti tidak akan sulit jika seorang ibu mendapat dukungan dan bantuan dari orang-orang terdekatnya. 

Membantu seorang ibu yang baru saja melalui berbagai proses dari proses hamil 9 bulan, melalui proses persalinan yang rasanya sudah jelas tak dapat digambarkan, hingga melalui proses pasca persalinan yang prosesnya tak kalah sulit untuk dideskripsikan. Paling tidak, suami dan orang tua ialah dua sosok terdekat yang kiranya memegang peranan kunci untuk membantu ibu melalui hari-hari tersebut.

Pada pasca persalinan, terdapat sebuah pekerjaan yang hanya dapat dikerjakan seorang ibu, yakni memberikan air susu ibu. Pekerjaan tersebut pada prosesnya memerlukan kondisi psikis ibu yang prima. Diperlukan dukungan dari orang-orang terdekat seperti keluarga untuk membantu mengerjakan pekerjaan rumah, mempersiapkan peralatan mandi bayi hingga memandikan bayi, menidurkan bayi, dan tak lupa merawat kesehatan diri ibu yang baru melahirkan akibat adanya tindakan atau prosedur seperti tindakan jahitan pada jalan lahir maupun jahitan pada perut untuk persalinan dengan proses sectio caesaria atau SC. 

Dukungan-dukungan tersebut yang membantu kondisi psikis ibu akan sangat diperlukan mengingat produksi ASI dipengaruhi oleh hormon yang bernama oksitosin, yang mana diperoleh jika ibu merasa bahagia. Dengan demikian, wajib hukumnya bagi seorang ibu untuk bahagia saat menyusui. Jika tidak bahagia, maka bayi yang baru saja lahir akan dirugikan karena tidak mendapatkan haknya yakni hak untuk mendapat air susu ibu.

Terkait apakah hak anak untuk memperoleh ASI tersebut diatur melalui regulasi, undang-undang terbaru kesehatan atau yang  yang kini resmi bernama Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan mengatur mengenai pemberian ASI eksklusif pada bayi. Disebutkan bahwa ASI eksklusif harus diberikan selama 6 bulan pertama, kemudian dilanjutkan sampai usia 2 tahun. 

Pasal 42 berbunyi bahwa pertama, setiap bayi berhak memperoleh air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan sampai usia 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis. 

Kedua, pemberian air susu ibu dilanjutkan sampai dengan usia 2 (dua) tahun disertai pemberian makanan pendamping. Ketiga, Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat wajib mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus. 

Pemberian dukungan kepada ibu sesuai poin 3 pada pasal 42 oleh pihak keluarga, yang mana terdapat pada ranah pribadi keluarga, tentu saja tak mudah diawasi. Kontras dengan pelaksanaan pemenuhan kewajiban oleh pemerintah pusat, daerah, hingga masyarakat untuk mendukung ibu bayi secara penuh dalam proses pemberian ASI yang wujudnya dapat dilihat secara jelas bahkan hingga dapat diukur sehingga dapat diawasi. 

Kiranya, kesadaran masing-masing individu untuk memberikan dukungan kepada ibu menjadi begitu esensial. Salah satunya ialah kesadaran suami untuk berbagi peran dalam urusan domestik atau rumah tangga. Dengan berbagi peran domestik, maka akan mengurangi beban kerja ibu kemudian menjaga kondisi fisik dan mental ibu selama menyusui. Namun, bagaimanapun kesadaran tak lepas terpupuk dari sebuah edukasi. 

Sosialisasi dan edukasi kesehatan terkait pentingnya dukungan kepada ibu menyusui kepada keluarga terdekat dari ibu menyusui kiranya adalah hal yang patut dijadikan perhatian. Sosialisasi dan edukasi mengenai media sosial hingga media langsung, baik formal maupun non-formal harus dimasifkan. Jika diperlukan, sosialisasi dan edukasi mengenai hal ini patut dijadikan semacam kewajiban untuk para suami menghadirinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun