Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Psikologis Orangtua dari Anak dengan Stunting

15 Juni 2023   21:00 Diperbarui: 16 Juni 2023   10:13 2739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu yang lalu, saya menyaksikan sebuah video di TikTok yang dibuat dan diunggah oleh seorang ibu rumah tangga yang di dalam video tersebut ia mengatakan tidak ingin datang kembali ke Posyandu pada bulan depan. Ia merasa terpojokkan saat para kader posyandu memberi nasihat kepadanya mengenai anaknya yang mengalami stunting. 

Selain nasihat para kader posyandu yang menurutnya tak mengenakkan, stigma yang dibangun masyarakat mengenai hal-hal yang membuat anaknya menjadi anak stunting merupakan hal kedua mengapa posyandu kini menjadi tempat menyeramkan baginya.

Keengganan orang tua untuk membawa anaknya ke posyandu akan berimplikasi pada tinggi badan dan berat badan anak yang akhirnya lepas dari pengawasan. Sang anak bisa saja jatuh selamanya dalam kondisi stunting dan tak terselamatkan. 

Melalui cerita di atas, seluruh pihak yang berperan dalam penanganan stunting kiranya harus memahami bahwa kondisi stunting pada anak dapat menjadi beban yang berat bagi orang tua secara psikologis. 

Orang tua dan anak yang mengalami stunting sering kali menghadapi stigma sosial. Mereka mungkin mengalami diskriminasi atau dijauhi oleh masyarakat karena pertumbuhan anak yang terhambat. 

Orang tua dari anak dengan stunting sering kali diberikan stigma tidak dapat mengasuh anak dengan baik dan benar. Padahal, kondisi stunting tidak hanya tentang apa yang diberikan oleh orang tua. Banyak hal yang berkontribusi di dalamnya. Dengan kata lain, stunting pada anak bukanlah kesalahan atau kegagalan orang tua. 

Faktor penyebab stunting sangat kompleks dan melibatkan berbagai aspek seperti gizi, sanitasi, dan akses ke pelayanan kesehatan yang memadai. Sebut saja salah satu dari sekian banyak faktor penyebab stunting adalah terkait bagaimana pemerintah menjamin ekonomi warganya. Akibat dari ekonomi warga yang tidak dijamin oleh negara, para orang tua tak mampu untuk membeli makanan yang bergizi sejak ia hamil hingga membesarkan anak-anaknya. 

Pada akhirnya, stigma yang diberikan di lingkungan sosial dapat berdampak negatif pada kesejahteraan psikologis orang tua, membuat mereka merasa malu, terisolasi, hingga merasa rendah diri.  

Patut dipahami bahwa penanganan stunting kiranya memang sangat rumit. Penanganan stunting adalah hal yang begitu multifaktorial. Terdapat begitu banyak faktor yang mempengaruhi penanganan stunting. 

Penanganan stunting tidak hanya mengenai bagaimana memberikan edukasi kepada orang tua atau wali dari anak dengan stunting. Tidak juga hanya terkait mengukur tinggi badan dan berat badan anak untuk melakukan penapisan mana anak yang dicurigai stunting. Terdapat kondisi psikologis yang tercipta di dalam proses penanganan stunting yang wajib dijadikan perhatian. 

Begitu penting bagi orang tua dengan anak yang mengalami stunting untuk mendapatkan dukungan emosional dan sosial. Perjuangan untuk mengentaskan stunting kiranya menjadi nol besar jika masih terdapat anak dengan stunting yang tak memiliki akses ke fasilitas pelayanan kesehatan saat seluruh anak memiliki hak penuh atas kesehatan. 

Penulis berharap seluruh pihak terkait dapat menciptakan lingkungan yang nyaman untuk setiap orang agar dapat mengakses pelayanan kesehatan dengan hati yang tentram.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun