Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan oleh para kader kesehatan di Indonesia, sering kali kader kesehatan menemui berbagai tantangan, yang mana mereka begitu beragam.Â
Dimulai dari tantangan terkait sosial budaya hingga tantangan kurangnya sumber daya yang digunakan selama pelayanan kesehatan, yang mana berkontribusi terhadap ketidakefektifan pelayanan dan berujung pada kemubaziran sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial.Â
Menjadi begitu penting untuk setiap pihak yang berwenang kemudian mengidentifikasi apa saja tantangan yang ada di lapangan serta yang tak kalah penting ialah untuk mengurai apa sebenarnya akar dari mengapa tantangan-tantangan tersebut terdapat di tengah-tengah para kader kesehatan.Â
Terkait tantangan sosial budaya, beberapa masyarakat masih kurang percaya hingga enggan menerima pelayanan kesehatan dari para kader kesehatan di Indonesia. Para kader dianggap tak kompeten sehingga masyarakat lebih memilih menggunakan layanan kesehatan seperti rumah sakit atau puskesmas.Â
Faktor sistematika pemilihan kader, adekuasi pelatihan dalam rangka standarisasi pengetahuan dan keterampilan kader, serta kejelasan regulasi yang mengatur posisi, hak, dan kewajiban kader dalam sistem kesehatan nasional, adalah beberapa faktor yang seharusnya dapat menanggulangi hal-hal tersebut.
Di Indonesia, regulasi terkait posisi, hak, dan kewajiban kader masih abu-abu. Bahkan dalam RUU Kesehatan yang sedang getol kita perbincangkan, di mana layanan primer menjadi salah satu pilarnya dalam transformasi kesehatan, kader kesehatan ternyata belum mendapat perhatian yang seyogyanya didapatkan.Â
Pada pasal 36 RUU Kesehatan disebutkan bahwa "Pemerintah Pusat atau Daerah dapat memberikan insentif untuk kader kesehatan".
Alih-alih menggunakan kata "...wajib memberikan insentif", kata "dapat" di dalam pasal tersebut membuat keseriusan pemerintah dalam mengolah layanan primer di Indonesia kemudian menjadi tak tergambar. Padahal, beberapa penelitian telah berhasil menunjukkan bagaimana insentif dapat meningkatkan kualitas kinerja para kader kesehatan.
Terkait sistem pemilihan kader, selama ini masih belum terdapat petunjuk teknis yang mampu menunjukkan bagaimana cara pemilihan kader kesehatan di Indonesia. Kiranya, jika diperlukan, kita dapat mengadaptasi petunjuk teknis oleh WHO.Â
Dalam panduannya terkait kader kesehatan pada "WHO guideline on health policy and system support to optimize community health worker programmes" disebutkan bahwa direkomendasikan penggunaan beberapa kriteria dalam pemilihan kader kesehatan.Â