Stigma dapat muncul dalam bentuk seperti penderita nyeri yang dianggap hanya berpura-pura atau memperbesar gejala yang dialaminya, atau orang yang mengalami rasa nyeri sering dianggap lemah atau kurang tahan sakit, bahkan sering kali juga penderita nyeri dapat dianggap sebagai pencari perhatian atau malas karena tidak dapat bekerja seperti biasa.Â
Selain itu, beberapa orang menganggap bahwa rasa nyeri hanya dapat diatasi dengan obat-obatan atau operasi, sehingga mereka meremehkan pengobatan alternatif seperti terapi fisik atau psikoterapi.
Stigma terhadap penderita nyeri dapat memperburuk kondisi mereka, dikarenakan stigma mungkin membuat penderitanya menjadi malu atau takut untuk mencari pelayanan kesehatan.Â
Menjadi sangat esensial bagi kita untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang rasa nyeri dan pengaruhnya pada kesejahteraan fisik dan mental.Â
Harus dipahami bahwa penanganan rasa nyeri yang efektif memerlukan pendekatan yang individual dan dapat berbeda-beda pada setiap orang. Fasilitasi untuk pengobjektifan rasa nyeri melalui skala nyeri dapat digunakan untuk membantu pasien menggambarkan rasa nyeri yang mereka alami.
Penghindaran penggunaan kata-kata yang bersifat menghakimi rasa nyeri perlu menjadi perhatian bersama. Dengan demikian, penderita nyeri dapat terhindar dari stigma, dapat memperoleh dukungan yang seharusnya, dan mampu mendapatkan pengobatan yang tepat serta efektif untuk rasa nyeri mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H