Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Keluhan Menstruasi dan Isu Misogini

26 Februari 2023   19:07 Diperbarui: 28 Februari 2023   07:13 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Misogini | created by tirachardz 

Beberapa waktu yang lalu, pada saat saya sedang berada di dalam mobil bersama seorang teman untuk berkeliling-keliling sebentar dengan tujuan untuk melihat muda-mudi yang asik menghiasi setiap sudut kota, kami menyaksikan sebuah mobil yang berputar balik cukup lama di sebuah tikungan jalan tak jauh dari alun-alun yang menjadi pusat keramaian warga. 

Teman saya memberi komentar dari dalam mobil untuk memecah keheningan di antara kami berdua "Pasti cewek nih yang nyupir! Makanya gak bisa puter balik!". 

Saya terdiam sesaat sambil mempersiapkan kata-kata yang paling tepat untuk menyampaikan isi hati yang terdalam. 

Saat itu saya menanyakan balik kepada teman "Kalau gak bisa puter balik emang udah pasti ya kalau itu cewek?", sambil teringat bahwa dahulu saat saya kecil Ayah saya pun pernah tidak dapat berputar balik, yang menurut ayah hal tersebut terjadi dikarenakan pikirannya saat itu sedang terokupasi mengenai suatu masalah.

Teman saya menjawab, "Ya gak pasti sih, tapi feeling ku itu cewek deh yang nyetir!". Saya hanya tersenyum. Memang benar di dalamnya seorang perempuan yang terlihat sedang panik memainkan setir mobilnya karena antrian mobil dan motor sudah mengular panjang di belakang, menunggu giliran untuk berputar balik pada tikungan tersebut.

Di hari lain, saat saya sedang berjaga di Instalasi Gawat Darurat beberapa bulan yang lalu saat saya menjalani internship, seorang perempuan muda datang dengan mata berair. Saat itu saya mendiagnosis perempuan muda tersebut dengan dysmenorrhea atau nyeri menstruasi. 

Lalu saya meresepkan obat rawat jalan untuk mengatasi nyerinya tersebut dan kemudian memberikan edukasi. 

Saat memberikan edukasi, kakak laki-laki dari pasien perempuan muda saya ini berkata, "Maaf ya dok, ini memang lebay dok adik saya. Ternyata hanya nyeri menstruasi ya dok?". 

Lagi-lagi saya terdiam, tersenyum sebentar, lalu melanjutkan dialog dengan menjawab "Kurang pas rasanya jika kita membubuhkan kata hanya sebelum kata nyeri menstruasi, Mas. Nyeri ditangkap berbeda-beda oleh setiap orang. Ada yang ambang nyerinya rendah, sehingga sedikit saja gangguan ke organ yang dikenai, bisa langsung merasa nyeri sekali. Sebaliknya, yang ambang nyerinya tinggi mungkin lebih kuat. Menstruasi itu sakit lho, Mas!" 

Dua kejadian yang saya alami dalam satu tahun ini kiranya merupakan beberapa contoh dari isu misogini yang terjadi tak hanya di Indonesia namun juga menjadi isu di seluruh dunia. 

Misogini adalah sikap atau pandangan yang merendahkan atau membenci perempuan atau wanita, atau keyakinan bahwa pria lebih superior daripada wanita dalam segala hal. 

Misogini seringkali mengarah pada diskriminasi dan penindasan terhadap perempuan, baik secara langsung maupun tidak langsung. 

Misogini dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti pembenaran terhadap kekerasan terhadap perempuan, penghinaan, seksisme, dan penilaian berdasarkan stereotipe gender. 

Misogini juga dapat muncul dalam bentuk tindakan diskriminatif seperti perlakuan tidak adil terhadap perempuan di tempat kerja atau dalam berbagai bidang lainnya.

Misogini dapat terjadi di berbagai lini kehidupan, termasuk di dalam dunia kesehatan. Kasus di mana perempuan diabaikan atau tidak diperlakukan dengan baik, baik oleh keluarga, dokter, ataupun tenaga medis lainnya hanya karena mereka adalah perempuan. 

Misalnya, beberapa dokter masih beranggapan bahwa keluhan nyeri menstruasi atau gejala menopause hanyalah "keluhan wanita" yang tidak perlu dihiraukan. Keluhan tersebut dianggap sebagai keluhan yang tidak serius atau bahkan dianggap sebagai "histeria" hingga "kelemahan".

Stigma ini dapat menghambat akses perempuan ke perawatan kesehatan yang tepat dan membuat mereka enggan untuk mencari bantuan medis. 

Perempuan mungkin merasa sulit untuk mendapatkan perawatan yang tepat dan serius terhadap keluhan menstruasi mereka, bahkan jika kondisi ini memengaruhi kualitas hidup mereka secara signifikan. 

Beberapa dokter mungkin juga tidak mengambil keluhan menstruasi dengan serius, dan dapat mempersepsikannya sebagai masalah psikologis, seperti depresi atau kecemasan, daripada masalah fisik yang nyata.

Selain itu, misogini juga dapat terjadi dalam pengobatan yang tidak setara. Sebagai contoh, beberapa penelitian menunjukkan bahwa banyak wanita dengan penyakit jantung tidak diberikan pengobatan yang tepat atau tidak diobati dengan serius karena stereotipe bahwa penyakit jantung terutama terjadi pada pria

Penting untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu ini dan mengatasi misogini di masyarakat dan dalam sistem kesehatan. Ini dapat dilakukan dengan pendidikan dan informasi yang lebih baik tentang kesehatan reproduksi, serta dukungan terhadap hak dan kesejahteraan perempuan.

Terdapat banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mengatasi isu-isu misogini di sekitar kita. Pendidikan dan kesadaran yang lebih baik tentang gender dan kesetaraan gender dapat membantu mengatasi misogini, dimana melibatkan pendidikan tentang hak-hak perempuan dan kesadaran tentang diskriminasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, penting untuk membangun kesadaran diri tentang bagaimana stereotipe gender memengaruhi tindakan dan perilaku kita sehari-hari. 

Dengan memahami stereotipe yang mendasari misogini, kita dapat menghindari perilaku yang mendorong dan memperkuat diskriminasi dan kesenjangan gender. 

Terakhir, dukungan dan solidaritas antara perempuan dan antara perempuan dan laki-laki dapat membantu mengatasi misogini. Dengan membangun jaringan dukungan yang kuat, kita dapat memberdayakan perempuan dan mengatasi berbagai permasalahan diskriminasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun