Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mengapa Masih Terdapat Puskesmas Tanpa Dokter?

4 Desember 2022   20:46 Diperbarui: 18 Desember 2022   12:00 1366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bekas rumah sakit busung lapar di masa lalu masih bertahan sampai kini di Kapanewon Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta(KOMPAS.COM/DANI JULIUS)

"Tenaga kesehatan cenderung lebih tertarik dan lalu lebih memilih bekerja di daerah perkotaan yang mana memiliki tingkat status ekonomi yang lebih baik dan mampu memberikan keuntungan sosial, budaya dan profesionalisme lebih banyak." 

Kiranya itulah kalimat yang paling sering dilontarkan sebagai jawaban saat kita bertanya-tanya mengapa masih ada Puskesmas tanpa dokter di Indonesia, mengapa masih ada Puskesmas tanpa 9 tenaga kesehatan minimal, mengapa para dokter cenderung menumpuk di daerah perkotaan dibanding pedesaan.

Tak mencengangkan jika kemudian saat kita melihat data yang ditampilkan pada situs web SISDMK Kementerian Kesehatan RI (sisdmk.kemkes.go.id), masih terdapat Puskesmas tanpa dokter yang digambarkan dengan peta kabupatennya yang diarsir kuning dan merah, yang berarti Puskesmas-puskesmas tersebut belum memiliki dokter. Kurang lebih terdapat 500an Puskesmas tanpa dokter yang mayoritasnya berada pada Puskesmas-puskesmas di pulau Papua. 

Masalah pemerataan dokter maupun secara lebih luas lagi yakni pemerataan tenaga kesehatan di Indonesia ini bukanlah masalah yang baru-baru saja mencuat. Permasalahan ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang saat tahun sudah mencapai penghujung 2022. Masih menjadi masalah yang tak kunjung mencapai target yang diharapkan. 

Pada bulan Februari 2020, PPSDMK Kementerian Kesehatan RI menargetkan pada akhir tahun 2020 persentase Puskesmas tanpa dokter harus mencapai 0%. Nyatanya, hingga kini di tahun 2022 dan jelang 2023, persentase itu masih begitu jauh dari yang PPSDMK harapkan. 

Tercatat 6,9% Puskesmas tanpa dokter dan yang tertinggi berasal wilayah timur Indonesia. Terdapat Puskesmas tanpa dokter tertinggi di Papua sebanyak 48,18% dan Papua Barat 42,1%. Disusul oleh Maluku sebesar 23,5% dan Nusa Tenggara Timur 23,2%. Kemudian diikuti Sulawesi Tenggara sebesar 18,2%, Maluku Utara 16,4%, Gorontalo 12,9%, Kalimantan Tengah 10,8%, Sumatera Selatan sebesar 9,3%, dan Sulawesi Tengah sebesar 7,7%.

Angka kematian ibu, angka kematian bayi, hingga angka stunting yang tinggi terdapat pada daerah-daerah dengan Puskesmas tanpa dokter, menurut data PPSDMK per 2019. Hal tersebut tentu saja mengkhawatirkan. Tak menutup kemungkinan tak adanya tenaga kesehatan berupa dokter yang memiliki kompetensi untuk melakukan diagnosis dan tatalaksana, menyumbang angka-angka tersebut.

Selama ini terdapat kebijakan yang diupayakan oleh Kementerian Kesehatan untuk mengatasi masalah tidak meratanya dokter di Puskesmas-puskesmas seluruh Indonesia yakni melalui program Nusantara Sehat atau beken disebut dengan NS dan melalui program Dokter Internship. 

NS adalah program yang dijalankan pemerintah untuk menempatkan tenaga kesehatan termasuk dokter baik dalam skema NS individual maupun NS team-based ke daerah terpencil maupun sangat terpencil selama 2 tahun. 

Sedangkan internship atau Program Internship Dokter Indonesia (PIDI) adalah program yang dikeluarkan pemerintah untuk menempatkan dokter-dokter yang baru saja lulus ke seluruh Indonesia dalam rangka pemahiran, pemandirian, dan baru-baru saja ini ditambahkan dengan maksud pendayagunaan. 

Jika dahulu PIDI hanya menempatkan dokter-dokter internship ke Puskesmas utama (wahana induk tempat internship melakukan pemahiran dan pemandirian kompetensi serta keterampilan), per 2019 dokter internship didayagunakan pada Puskesmas-puskesmas satelit. 

Dengan penempatan dokter internship pada Puskesmas-puskesmas satelit, yang sering kali tergolong pada Puskesmas di daerah terpencil dan sangat terpencil, kiranya pemerintah dalam hal ini ialah PPSDMK harus mampu merespons secara proporsional terkait hak-hak yang seharusnya dokter-dokter tersebut dapatkan. Selain itu terdapat skema seperti PTT, ASN/PNS, dan per 2021 ini ialah kebijakan P3K untuk mengatasi masalah tidak meratanya tenaga kesehatan.

Masifnya pengiriman tenaga dokter melalui paling tidak kedua program tersebut yaitu NS dan PIDI ialah masih belum cukup. Untuk itu, Kementerian mengupayakan lewat beasiswa-beasiswa afirmasi putra putri daerah untuk berkuliah di Fakultas Kedokteran untuk lalu kembali ke daerah masing-masing dan mengisi kekosongan posisi dokter di wilayah masing-masing. 

Hal tersebut di atas seperti kebijakan berupa program penempatan, lalu program beasiswa pendidikan, tentu saja merupakan langkah gemilang dari pemerintah. Namun pemerintah perlu memperhatikan, bahwa masih banyak strategi multisektoral lain yang harus dikerahkan dalam rangka pemerataan tenaga dokter maupun pemerataan tenaga kesehatan di Puskesmas-puskesmas seluruh Indonesia ini. 

Tentu saja pemerintah harus terus selalu berbenah untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas unsur sistem lain dari sebuah sistem tenaga kesehatan, misalnya kuantitas dan kualitas infrastruktur maupun sarana prasarana fasilitas kesehatan yang nantinya akan digunakan oleh dokter-dokter yang akan ditempatkan di Puskesmas-puskesmas daerah terpencil dan sangat terpencil ini, agar para dokter dapat mempraktikan teori dan keterampilan yang dipelajari secara ideal di bangku kedokteran ke Puskesmas tempat bekerja dengan optimal. 

Pemerintah harus selalu menyadari bahwa seseorang mau dan rela bekerja di suatu tempat tentu saja karena suatu tempat tersebut dianggap mampu memberinya keuntungan, kembali, yakni karena keuntungan sosial, budaya, hingga keuntungan profesionalisme. Oleh karena itu pemerintah harus mampu meyakinkan dan membuktikan kepada para tenaga kesehatan yang ditempatkan di daerah terpencil hingga sangat terpencil bahwa keuntungan-keuntungan tersebut bisa mereka dapatkan. 

Semoga sesegeranya target 0% Puskesmas tanpa dokter dapat kita deklarasikan, menuju status kesehatan Indonesia yang lebih baik lagi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun