Negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, sedang berusaha untuk mencapai universal health coverage atau cakupan kesehatan universal.Â
Menurut data WHO tahun 2006, terdapat kekurangan sumber daya manusia kesehatan sebanyak 4,25 juta petugas di negara-negara di Afrika dan Asia disertai dengan distribusi sumber daya manusia kesehatan yang tidak merata.Â
Terkait krisis sumber daya manusia untuk kesehatan tersebut, banyak negara melakukan terobosan berupa pendayagunaan kader kesehatan untuk memperluas jangkauan sistem kesehatan yang tidak memadai, sulit dijangkau, sehingga dapat memperluas cakupan intervensi kunci.Â
Semakin hari, kader kesehatan atau kader posyandu semakin diakui sebagai bagian integral dari komponen tenaga kesehatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat di negara-negara seperti negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia atau Depkes RI pada tahun 2003, kader kesehatan atau kader posyandu ialah masyarakat yang dipilih dari dan oleh masyarakat, bersedia dan mampu untuk bekerja sama dalam kegiatan kemasyarakatan secara sukarela, sedangkan menurut World Health Organization atau WHO pada tahun 1998, kader kesehatan ialah laki-laki ataupun wanita yang dipilih oleh masyarakat kemudian dilatih untuk menangani masalah-masalah kesehatan perorangan.Â
Menurut Lewin dkk pada penelitiannya di tahun 2010, kader didefinisikan sebagai setiap petugas kesehatan yang melakukan fungsi yang terkait dengan pemberian perawatan kesehatan, terlatih dalam beberapa cara dalam konteks intervensi, dan tidak memiliki sertifikat atau gelar profesional atau paraprofesional formal di perguruan tinggi pendidikan.
Dalam pelaksanaannya, kader kesehatan atau Posyandu diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2019 terkait Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan.Â
Permenkes ini menjelaskan terkait peran atau kewajiban kader secara terinci, namun belum terdapat penjelasan terkait hak-hak yang didapat oleh seorang kader di dalamnya.Â
Tak jarang kita mendengar terkait fenomena drop out para kader kesehatan atau posyandu, alias berhenti dari menjadi seorang kader. Padahal proses pengkaderan kader itu sendiri adalah proses yang lumayan memakan waktu agar terlatih dengan baik.Â
Terdapat beberapa faktor yang selama ini diteliti berkontribusi terhadap angka tersebut. Insentif yang terlalu kecil, sarana dan prasarana yang kurang, serta pelatihan yang kurang, ialah diantaranya.Â