Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Konstruksi Tradisional Maskulinitas dan Kesehatan Mental

10 Oktober 2022   19:15 Diperbarui: 14 Oktober 2022   12:45 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Definisi maskulinitas

Selama ini, masyarakat menyepakati bahwa perempuan dan laki-laki itu berbeda. Perbedaan terbentuk secara sosial. Ia tidak muncul secara alamiah namun dibangun dari waktu ke waktu. Pengkotak-kotakan gender dan/atau konstruksi terkait konsep gender merupakan istilah dari aspek sosiokultural yang mendasari perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Peran dan stereotip gender yang kaku dalam konstruksi sosial masyarakat patriarki semakin mempolarisasi terkait maskulinitas dan feminitas.

Menurut Pilcher pada tahun 2017, laki-laki diharuskan untuk memenuhi kriteria yang disebut dengan maskulinitas agar dapat disebut sebagai laki-laki. Maskulinitas adalah sekumpulan praktik sosial dan representasi budaya terkait dengan menjadi laki-laki. 

Konsep konstruksi gender dan termasuk dalam hal ini ialah yakni maskulinitas telah begitu melekat pada setiap aspek kehidupan manusia. Laki-laki dituntut untuk memiliki peran yang tak dimiliki perempuan serta perempuan dituntut untuk memiliki peran yang tak dimiliki laki-laki. 

Toxic masculinity dan kesehatan mental

Toxic masculinity yang tumbuh subur pada masyarakat patriarki pada akhirnya akan menekan kesehatan mental laki-laki. Laki-laki menjadi sosok yang egois, memiliki empati yang kurang, dan berperilaku kasar. Jika ada anak yang tidak bersesuaian dengan konsep maskulinitas yang mapan, anak laki-laki tersebut akan dikenakan sanksi sosial, seperti pengucilan dan penindasan sosial.

American Psychological Association (APA) memaparkan bahwa laki-laki yang disosialisasikan untuk dapat menyesuaikan diri dengan ideologi atau konstruksi maskulinitas tradisional lebih mungkin menderita masalah kesehatan mental dan fisik. 

Lingkaran setan konsep tradisional maskulinitas

Sudah saatnya kita semua memahami bahwa konsep tradisional maskulinitas dapat menjadi lingkaran setan untuk kondisi kesehatan mental seseorang. Saat seorang laki-laki dituntut untuk menjadi maskulin, ia dituntut untuk menjadi sosok yang tegar, tak boleh menangis, dan dapat menyelesaikan masalahnya sendiri yang mana terasosiasi dengan keterhubungan sosial seorang laki-laki dalam hal menyelesaikan permasalahan dalam kehidupannya yang menjadi sangat rendah. 

Padahal, dukungan dari lingkungan sosial adalah termasuk hal yang esensial. Lalu, dengan konstruksi tersebut yang membuat seorang laki-laki dituntut menyelesaikan masalahnya sendiri, tak menutup kemungkinan akan menimbulkan masalah kesehatan mental di kemudian hari. Pada akhirnya, Saat laki-laki dihadapkan pada masalah kesehatan mental ini ia kembali dituntut untuk terus menjadi sosok yang diharapkan oleh masyarakat dalam konstruksi maskulinitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun