Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengapa Masih Banyak Masyarakat Mandi Cuci Kakus di Sungai?

24 September 2022   20:50 Diperbarui: 25 September 2022   01:50 1179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan "Potret Kesehatan dari Desa Tanpa Listrik dan Sinyal"

Kurang lebih satu minggu yang lalu, saya mengunjungi salah satu desa dengan akses geografis yang tak mudah di Kecamatan Teluk Kepayang, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan untuk melakukan MBS atau Mass Blood Survey. 

Saya begitu antusias saat diajak oleh pemegang program Malaria di Puskesmas saya untuk mengikuti program ini, terlebih program ini dilakukan di satu dari dua desa yang begitu ingin saya kunjungi yakni Desa Tamunih, sebelum saya menyelesaikan masa program internship dokter Indonesia atau disebut juga dengan PIDI kurang lebih sekitar 1.5 bulan lagi. 

Jalan menuju pemukiman warga di desa ini ditempuh dengan perjuangan. Melewati jalan tanpa pengerasan, jalan dengan tanah nan liat yang begitu licin dan bertambah licin pasca guyuran air hujan setengah jam yang lalu. Kemudian, jika sesekali terdapat jalan yang tak licin alias jalan berbatu, sering kali ia adalah jalan menanjak yang kemiringannya berkisar 70 derajat hingga ekstrim hampir menuju 90 derajat. 

Walau demikian, sama sekali tak pernah saya menyesal untuk berkunjung ke desa ini, bahkan jika ada kesempatan lagi, saya begitu ingin mengunjungi tempat tersebut kembali. Saya ingat sekali saat salah satu siswa SD kelas 1 di SD Tamunih yang merupakan sekolah filial, menghampiri saya setelah saya mengajari mereka gerakan masyarakat hidup sehat, dengan mata berbinar-binar ia bertanya "Bulan depan ibu kesini lagi?". Sungguh tidak menyangka bahwa kehadiran kami disana ternyata sudah dirindukan bahkan sebelum kami meninggalkan tempat tersebut. 

Bahagia tak terkira rasanya mendengar kalimat sederhana yang dilontarkan oleh anak-anak SD di SD yang baru saja dioperasikan satu bulan yang lalu. Dengan kata lain, sudah sekian tahun lamanya semenjak banyak masyarakat bermukim di desa tersebut, tak ada akses menuju pendidikan, dan berujung pada alih-alih anak menikmati masa mengenyam pendidikan dengan belajar dan bermain, anak-anak mau tidak mau ikut bekerja mencari kayu di hutan bersama kedua orang tua mereka. Begitu senang rasanya melihat ada secercah harapan di desa ini dengan didirikannya sekolah dasar. Semoga menjadi awal dari kemajuan peradaban untuk masyarakat di desa ini.

Saat itu kami tiba di desa tersebut sekitar waktu maghrib. Saya spontan bertanya bagaimana saya dapat berwudhu dan mandi setelah perjalanan berjam-jam yang menghasilkan seember keringat. Masyarakat menjawab "Kami biasa mandi, mencuci, BAB, BAK, minum dari air sungai". Dan tepat, sungai tersebut ada di depan rumah yang saya diami. 

Kami berdiam di rumah dinas salah satu guru di SD Filial Tamunih dari kayu dengan desain panggung. Kebetulan di rumah ini disediakan toilet, namun air tetap bersumber dari air yang diambil dari sungai menggunakan ember atau jerigen. Saat itu, saya berpikir, bahwa paling tidak saya dapat BAK di tempat tertutup. Pagi harinya, setelah saya bangun tidur, saya melihat sudah banyak warga yang berkumpul di tepi sungai untuk mandi, BAK, BAB, dan lain sebagainya. 

Dampak mandi cuci kakus hingga minum dari sungai

Masyarakat akan menjadi sangat rentan terhadap penyakit-penyakit yang bersifat infeksi atau penyakit-penyakit oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, dan lain sebagainya yang dipaparkan/masuk ke tubuh terlebih pada penyakit-penyakit yang digolongkan sebagai waterborne disease atau penyakit yang ditularkan melalui air meliputi penyakit kulit, penyakit pencernaan, penyakit pernafasan, dan lain sebagainya.

Mengapa masih banyak masyarakat yang mandi cuci kakus di sungai?

Mengutip dari penelitian yang dilakukan oleh Sugara tahun 2017, pada riset yang berjudul "Perilaku Masyarakat dalam Memanfaatkan Aliran Sungai sebagai Sarana Mandi Cuci dan Kakus" disebutkan bahwa secara besar terdapat beberapa faktor mengapa masyarakat mandi cuci kakus di sungai, antara lain:

1. Faktor ekonomi

Faktor rendahnya ekonomi masyarakat merupakan salah satu faktor yang mendorong masyarakat melakukan aktivitas MCK di bantaran sungai. Dengan rendahnya kemampuan finansial, masyarakat tidak mampu membangun fasilitas/sarana MCK di rumah mereka masing-masing.

2. Faktor lingkungan

Mudahnya akses masyarakat menuju sungai merupakan faktor selanjutnya yang mendorong masyarakat memanfaatkan sungai salah satunya melakukan aktivitas MCK di bantaran sungai. Melakukan aktivitas tersebut di sungai dianggap praktis karena dianggap dekat secara jarak dan tidak memakan biaya dibandingkan harus membangun kamar mandi, bak mandi, dan lain sebagainya di rumah masing-masing. Selain itu, masyarakat tentu juga tak memiliki pilihan saat akses menuju air bersih sebagai contoh dalam hal ini ialah air bersih yang disediakan oleh perusahaan daerah air minum atau PDAM tak menjangkau wilayah mereka karena akses geografis yang begitu sulit.

3. Faktor sosial budaya

Penggunaan sungai sebagai tempat MCK sudah menjadi budaya untuk sebagian masyarakat di Indonesia khususnya di daerah-daerah tertinggal Indonesia yang memang terbentang di sekitar aliran sungai. Sungai tak hanya dianggap sebagai tempat untuk melakukan aktivitas tersebut, namun sungai juga telah dianggap sebagai tempat dimana masyarakat berkumpul, bersosialisasi, bertukar informasi, hingga menjalin hubungan emosional antara satu sama lain. 

Bagaimana solusi terhadap isu ini?

Penyelesaian terhadap isu ini tentu saja tidak dapat diselesaikan dengan monodisiplin, melainkan suatu pendekatan multidisipliner mengingat faktor yang berkontribusi terhadap motif/alasan masyarakat dalam penggunaan sungai sebagai tempat mandi cuci kakus hingga minum adalah multifaktorial. 

Seperti yang telah disebutkan di atas, faktor-faktornya ialah antara lain faktor ekonomi, faktor lingkungan, faktor sosial budaya, dan dari perspektif penulis hal tersebut dapat pula ditambah dengan faktor pendidikan masyarakat yang belum memahami sepenuhnya bahaya atau implikasi terhadap kesehatan dari kegiatan yang sudah menjadi budaya tersebut. 

Oleh karena itu, penyelesaiannya tentu saja dengan menggerakan ekonomi masyarakat sehingga masyarakat tak akan mengesampingkan pembuatan MCK di rumah masing-masing, lalu melihat dari faktor lingkungan yakni dengan meningkatkan akses masyarakat menuju penyediaan air bersih, hingga peningkatan kapasitas pengetahuan masyarakat terkait sanitasi dan asosiasinya dengan kesehatan masyarakat, serta merangkul masyarakat dengan segala kearifan lokal mereka agar penyelesaian masalah ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun