Untuk melihat bagaimana kemajuan pelaksanaan suatu pembangunan di suatu negara, kiranya menarik jika kita menguraikan celah antara produk hukum (UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, dsb) yang disusun dengan sejauh apa kenyataan praktik di lapangan.Â
Dalam hal ini saya akan membahas mengenai Peraturan Menteri Kesehatan dan isu pelaksanaan pembangunan Puskesmas di seluruh Indonesia.Â
Menguraikan Celah antara Permenkes terkait Puskesmas dan Realita (Bagian Pertama)
1. Menurut Kementerian Kesehatan RI pada Januari 2022 lalu, hingga kini terdapat sejumlah 141 Kecamatan yang tak memiliki Puskesmas. Padahal jika bercermin pada Permenkes Nomor 43 Tahun 2019, disebutkan pada pasal 10, bahwa Puskesmas harus didirikan di setiap kecamatan.Â
Hal ini kemudian memperlihatkan celah pertama antara UU mengenai Puskesmas dan praktiknya di lapangan.Â
Pemerintah harus memahami betapa besarnya urgensi terhadap akselerasi pembangunan infrastruktur terkait pelayanan kesehatan tingkat primer yang dielu-elukan sebagai layanan garda terdepan dan kunci dari keseluruhan transformasi kesehatan.
Itu tercermin dari transformasi layanan primer yang diletakkan sebagai pilar pertama sebelum pilar-pilar lainnya dan berulang kali disebutkan Menteri Kesehatan RI, Ir. Budi Gunadi Sadikin, CHFC, dalam setiap konferensi pers terkait rencana dan eksekusi transformasi kesehatan Indonesia yang ditargetkan hingga tahun 2024.Â
Pemerintah harus menyadari bahwa majunya suatu bangsa ditopang oleh majunya sumber daya manusianya. Majunya sumber daya manusia tercermin dari indeks pembangunan manusia atau IPM yang terdiri atas indikator pendidikan dan kesehatan.Â
Sudah tidak ada waktu lagi untuk pemerintah menunda-nunda investasi pada penyumbang indeks pembangunan manusia satu ini.Â
Kecamatan-kecamatan tanpa Puskesmas tentu saja tak hanya memerlukan sebuah Puskesmas saja. Satu hal tersebut tidak cukup untuk kemudian menanggalkan kewajiban pemerintah dalam rangka menutup celah antara Permenkes terkait Puskesmas dengan realita.Â