Setiap berjaga di poli MTBS atau Manajemen Terpadu Balita Sakit, yakni sebuah poli di Puskesmas untuk anak usia nol hingga lima tahun, Â selalu hampir dapat ditemui ibu yang membawa anaknya dengan keluhan batuk pilek.Â
Sering kali, keluhan batuk pilek ini bukanlah keluhan untuk pertama kalinya alias berulang.Â
Jika ibu pasien lalu kita tanyai apakah ada anggota keluarga yang merokok di dalam rumah, hampir kurang lebih sembilan puluh persen kiranya dari seluruh pasien anak usia nol hingga lima tahun yang datang ke poli MTBS kami, mengatakan bahwa ada anggota keluarga yang merokok, yakni ayah dan/atau kakek dari sang anak.Â
Anak-anak ialah berbeda dengan dewasa. Saat dekat dengan asap rokok, anak tidak dapat memerintahkan dirinya untuk sejenak menutup hidung atau menahan napas agar tak terhirup si asap rokok.Â
Sehingga akhirnya asap rokok akan masuk ke saluran nafas anak-anak yang masih belum matang sistem pertahanannya. Dengan kekebalan yang masih seadanya, begitu mudahnya berbagai mikroba ikut menempel, lalu menjadi infeksi saluran nafas.Â
Tak jarang ujung-ujungnya turut hadir infeksi saluran pencernaan. Ibu akan datang dengan anak yang dikeluhkan batuk, pilek, diare, dan muntah.Â
Jika ayah terus merokok maka infeksi akan terus berulang. Padahal, infeksi (infeksi saluran nafas, infeksi saluran pencernaan) merupakan salah satu faktor penyebab dari stunting.Â
Mengapa? Karena infeksi dapat menyebabkan penurunan food intake dari anak, menghambat penyerapan nutrisi dari makanan, menyebabkan kehilangan nutrisi secara langsung, meningkatkan keperluan metabolik, meningkatkan kehilangan katabolik, dan merusak transportasi makanan ke sel-sel tubuh yang membutuhkan.
Merokok memang menjadi hal yang begitu biasa di negeri ini. Di kalangan para pecandu rokok, merokok itu dianggap menyehatkan, membuat individu menjadi lebih produktif dalam pekerjaannya, dapat membantu mencerahkan pikiran, hingga memudahkan dalam mengalirkan gagasan dan banyak sekali alasan yang dikatakan oleh seorang perokok untuk tetap merokok.Â
Secara mayoritas, perokok di dalam keluarga di Indonesia adalah pihak laki-laki, seperti yang telah disebutkan di atas yakni baik ayah, kakek, paman, ataupun kakak dari sang anak yang dibawa berobat.Â
Beberapa ibu yang diwawancarai di poli kami menjawab bahwa mereka telah mencoba mengingatkan suami/ayah/saudara mereka untuk tidak merokok di dalam rumah, namun tak jarang peringatan sang ibu berujung tak dipedulikan dengan alasan bahwa rokok adalah hal yang dapat membantu menyegarkan pikiran suami yang lelah pulang bekerja seharian sebagai tulang punggung keluarga. Pada akhirnya asap rokok lalu terhirup anak yang kekebalan tubuhnya masih seadanya.Â
Di hari-hari awal di mana saya memulai pekerjaan saya di Puskesmas tepatnya pada bulan Mei, saya bertemu dengan seorang ibu yang membawa anak batuk pilek berulang.Â
Terakhir anak batuk pilek ialah dua minggu yang lalu. Saat itu faktor risiko yang berhasil saya gali hanyalah kebiasaan anggota keluarga alias ayah dari sang anak yang merokok. Selebihnya tak ada faktor risiko lain seperti riwayat alergi di dalam keluarga, riwayat non ASI eksklusif, dan lain sebagainya.Â
Kemudian, pada bulan Agustus, ibu ini kembali datang kepada saya, mengatakan bahwa anak masih datang dengan keluhan yang sama yakni batuk pilek padahal sang suami sudah tak lagi merokok di dalam rumah. Ia kemudian bertanya-tanya apa yang kiranya menjadi penyebabnya.Â
Rupanya, ada hal yang terlihat sepele padahal begitu penting yang terlewatkan yakni merokok di luar rumah tak menjamin anak tak menghirup asap rokok.Â
Asap rokok dapat menempel pada pakaian yang dikenakan sang ayah pada saat ia merokok, pada tangan yang ia gunakan untuk memegang rokok, dan pada mulut yang ia gunakan untuk menghisap rokok.Â
Tanpa cuci tangan menggunakan sabun atau mandi lalu mengganti pakaian anak tetap saja dapat terpapar asap rokok.Â
Pada akhirnya, anak akan terus mengalami batuk pilek yang berulang yang tak menutup kemungkinan juga menghambat pertumbuhan dan perkembangannya.
Melalui tulisan ini, penulis berharap dapat memberi gambaran bahwa merokok tak memiliki satu pun manfaat yang dapat dijadikan alasan oleh perokok untuk tetap merokok.Â
Selain itu, bahaya merokok yang ditimbulkan oleh asap rokok yang terhirup oleh anggota keluarga dalam hal ini, yakni anak sebagai pihak yang begitu rentan, begitu jelas adanya.Â
Relasi kuasa yang ada di dalam keluarga sehingga menghambat proses komunikasi antar anggota keluarga dalam negosiasi terkait suatu permasalahan jelas harus dihapuskan mengingat relasi kuasa sama halnya dengan praktik merokok yang telah terbukti secara ilmiah ialah sama sekali tak ada manfaatnya.Â
Mari berkomitmen untuk berhenti merokok, apapun jenisnya, dimulai dari diri sendiri. Mari berhenti merokok untuk menciptakan generasi anti stunting. Mari berhenti merokok untuk kesehatan. Jadikan dunia sehat tanpa asap rokok!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H