Pekan ASI Sedunia atau atau World Breastfeeding Week diperingati setiap tanggal satu hingga tujuh Agustus setiap tahunnya.Â
Di tahun 2022 Pekan ASI Sedunia membawakan tema "Step up for Breastfeeding: Educate and Support" atau jika dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia ialah "Langkah Untuk Menyusui: Edukasi dan Dukungan", yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang menyusui dan manfaatnya.Â
Namun, dalam riuh semangat masyarakat untuk meningkatkan kesadaran mengenai betapa pentingnya menyusui, tak jarang masih banyak kealpaan masyarakat dalam menghantarkan pesan tersebut, salah satunya melalui mom shaming.
Mom shaming adalah tindakan, merendahkan, mencela dan menghakimi ibu tentang cara mengasuh dan keputusan yang diambil terkait anaknya.Â
Sebagai contoh, meremehkan ibu yang melahirkan melalui prosedur operasi caesar karena dianggap tak merasakan "nikmat" sakit mengejan saat melahirkan per vaginam.
 Selain itu, berbagai kesalahan ditujukan kepada ibu karena dipandang tak berhasil menjaga kehamilannya sehingga akhirnya harus menjalani prosedur operasi.Â
Contoh lain dari mom shaming adalah menceramahi ibu tentang cara menyusui, tanpa bertanya terlebih dahulu apa pertimbangan seorang ibu memberikan susu formula alih-alih air susu ibu.Â
Mom shaming pada proses ibu menyusui ini begitu sering terjadi di sekitar kita. Terjadi pada ibu-ibu dengan ASI yang tak dapat dikeluarkan kemudian memberikan susu formula kepada anaknya, atau pada ibu-ibu yang memberi ASI tak langsung dari badan tapi ditampung di kantong penyimpanan ASI dan diberikan melalui botol, atau pada ibu-ibu yang memberi ASI langsung dari badan sang ibu namun jumlahnya tak banyak, atau pada ibu-ibu yang memberikan ASI dalam jumlah yang banyak namun menggunakan empeng, dan lain sebagainya.Â
Mungkin di dunia ini tak ada satu pun ibu yang bermaksud melakukan mom shaming. Jika kita coba klarifikasi para ibu tentu saja akan menjawab bahwa mereka berniat untuk saling mengingatkan.
Jika niat sudah benar, maka pada akhirnya cara mengingatkan para ibu yang lain inilah yang perlu kita benahi agar tak menjurus ke arah mom shaming.Â
Betapa pentingnya kita memahami apa itu mom shaming dan bagaimana menghindarinya mengingat begitu banyak bahaya yang dapat ditimbulkan dari mom shaming.Â
Satu bahaya yang jelas ialah bahayanya terhadap psikis seorang ibu. Seorang ibu yang baru saja melahirkan tentu saja mengalami hidup yang berbeda 180 derajat.Â
Mengalami fase malam menjadi siang dan siang tetaplah siang, syukur-syukur jika merasakan siang menjadi malam.Â
Tak banyak ibu yang memiliki pengetahuan mumpuni terkait cara pengasuhan anak yang baik dan benar, terlebih jika ini adalah anak pertamanya.Â
Cara terbaik untuk menghindari mom shaming adalah memahami bagaimana keadaan psikis ibu yang berubah dari waktu pra-melahirkan hingga setelah melahirkan.Â
Jika tujuan kita adalah mengingatkan, kita harus memastikan bahwa dalam proses mengingatkan sang ibu, kita tak menggunakan nada yang tinggi atau nada yang tak nyaman, tak menggurui, tak menghakimi, serta tak melakukannya di depan umum.Â
Seyogyanya, kita harus mampu mengajak ibu berbincang dengan mulai berdiskusi terkait alasan-alasan atas pilihan keputusannya terhadap pengasuhan anaknya. Sehingga pada akhirnya proses mengingatkan sang ibu menjadi proses yang dipersonalisasi berdasar pengalaman pribadi ibu.Â
Mom shaming atau tindakan menghakimi cara pengasuhan yang diambil seorang ibu terkait anaknya dan dalam hal ini ialah mom shaming pada proses menyusui seorang ibu adalah sebuah lingkaran setan.Â
Penghakiman yang tak berdasar informasi yang benar, yang dapat dibuktikan secara ilmiah, alih-alih dapat membantu ibu untuk menyelesaikan masalahnya justru hanya memperumit dan tak jarang membuat seorang ibu malu karena mom shaming sering sekali dilakukan di tengah keramaian. Kejadian penghakiman ini kemudian akan mempengaruhi psikologis seorang ibu dan berpengaruh pada produksi ASI ibu.
Oleh karena itu, melalui tulisan ini, penulis berharap kita dapat menyediakan lingkungan yang ramah untuk para ibu memberikan keputusan yang terbaik untuk anaknya masing-masing.Â
Selain itu, memperkuat komunikasi dua arah antar individu untuk menghindarkan proses transfer ilmu menjadi wadah penghakiman maupun perdebatan.
Satu tujuan yang kita yakini dan sama-sama kita tekuni ialah setiap anak mendapatkan hak yang seharusnya seorang anak peroleh. Salah satunya adalah hak anak terhadap ASI eksklusif pada 6 bulan pertama kehidupan!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI