Saya mencermati rekam medis pasien. Rasa bangga saya akan kerutinan pasien untuk selalu kontrol tepat waktu menggambarkan rasa yang paling dominan tergambar saat itu.
Jika ada rapor atau indeks prestasi kumulatif yang dapat saya berikan kepada pasien ini, tentu saya akan beri indeks prestasi 4.0 di setiap kontrol dan juga 4.0 secara kumulatif.
Bagaimana tidak, berat badannya yang perlahan kian meningkat setiap kontrol, dahak-dahaknya yang telah terkonversi di bulan 1 dan 5 pengobatan, termasuk sekarang di akhir bulan ke-6, serta efek samping yang ia rasakan selama 6 bulan selalu ia sampaikan dan komunikasikan.Â
Summa Cum Laude dari tuberkulosis adalah gelar yang tadi saya berikan kepada pasien tersebut.
Saya kemudian mengucapinya selamat karena telah bersabar dan taat dalam menyelesaikan pengobatan tuberkulosis yang lumayan panjang, hingga tak jarang banyak kasus pasien lelah meminum obat dan berujung pada kekambuhan.
Kemudian, saya resepkan multivitamin untuk menambah kekebalan tubuhnya. Sambil meresepkan, saya sampaikan bahwa kami bangga sekali memiliki pasien yang rajin membaca dan mempelajari penyakitnya.
Tak hanya mempelajari namun juga selalu rajin melakukan konfirmasi kepada ahli. Kami senang pasien turut berpikir kritis atas kondisi penyakitnya dengan aktif mendengarkan, aktif bertanya, dan tak hanya diam di setiap pertemuan kontrol penyakit.Â
"Selamat mbak sudah wisuda dari tuberkulosis ya," ujar saya.
"Terima kasih dok," balas pasien sambil tersenyum tawa.
Diam-diam kami berdua saling memendam rasa haru. Namun rasa haru saya tak berlangsung lama karena antrean pasien poli umum masih mengular panjang.
Bercanda. Saya masih terharu sampai detik ini.