Jika masih tak tergerak untuk berhenti merokok saat sudah menyadari bahwa ia tak memiliki tabungan karena harus membeli 3-4 bungkus rokok per harinya, tak tergerak untuk berhenti merokok saat sudah begitu menyadari bahwa rokok telah merusak jaringan-jaringan gusi dan giginya.
Kalau masih tak tergerak untuk berhenti merokok bahkan saat ia sendiri sudah disarankan dokter untuk mengurangi rokok karena ia mulai sesak saat bernafas dan keluar masuk rumah sakit untuk penyakit paru obstruktif kronisnya..Â
Bolehkah hati seorang ayah tergerak saat melihat anaknya yang sudah terkujur lemas badannya, batuk pilek hingga sesak karena kebiasaan merokoknya, haruskah menunggu sampai anaknya sudah tak bernyawa?
Lewat tulisan ini penulis begitu berharap, terlebih saat tulisan ini dihadirkan pada momentum Hari Keluarga Nasional, seluruh masyarakat Indonesia dapat memaknai hari ini bukan sekedar selebrasi semata.
Namun sebagai momentum untuk meningkatkan kesadaran bahwa pencegahan stunting dalam hal ini pencegahan infeksi sebagai salah satu faktor dari stunting tidak hanya tugas seorang ibu belaka namun pencegahan stunting adalah tugas bersama.Â
Jika dengan berbagai alasan dan situasi apapun yang telah membuat seorang ayah tak gentar untuk menghentikan kebiasaan merokoknya, sekali lagi, tak bisakah seorang ayah menjadikan kesehatan dan kesejahteraan anak sebagai alasannya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H