Tidak kah aneh jika kita harus merujuk pasien dengan kasus-kasus non-spesialistik yang seharusnya bisa didiagnosis di tingkat layanan primer ke rumah sakit yang lagi-lagi membuat pasien harus menempuh sebuah jarak saat ada banyak pekerjaan di rumah menunggunya?
Saat obat-obat esensial semisal obat A yang seharusnya ada namun tak tersedia, lalu kita akan mencoba meresepkan obat B sebagai alternatif dari obat A yang kita ketahui bahwa obat B tak sebaik A. Beberapa waktu lamanya, obat A tak kunjung ada di Puskesmas, hingga obat B terus menjadi pilihan pertama menggantikan obat A, sampai pada suatu titik dimana obat B turut lenyap dari mata, sudah tepatkah jika ini kita sebut sebagai Sebuah Survival Game pada Pelayanan Kesehatan Primer?
Penulis berharap, melalui tulisan ini dapat menyadarkan kita semua bahwa inilah cerminan realita yang tak seindah regulasi yang ada. Pekerjaan kita memang masih banyak menumpuk di depan mata. Â Implementasi dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN), dan dalam hal ini subsistem SKN terkait Pengadaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan perlu terus kita lakukan monitor dan evaluasi baik dari segi pelaksanaannya maupun keberlanjutannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H