Mohon tunggu...
Ariana Maharani
Ariana Maharani Mohon Tunggu... Dokter - MD

Pediatric resident and postgraduate student of clinical medical science at Universitas Gadjah Mada, Instagram: @arianamaharani

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Misteri Keran Air, Sabun Cuci Tangan, dan Cairan Penyanitasi Tangan yang Menghilang

13 Juni 2022   14:36 Diperbarui: 13 Juni 2022   14:41 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pandemi COVID-19 selama kurang lebih 2 tahun terakhir tak dipungkiri telah membawa banyak perubahan kepada seluruh bagian kehidupan manusia di dunia, tak luput kepada Indonesia.  Pengaruh positif maupun negatif yang berdampak secara populasi maupun individual telah membuat pandemi COVID-19 menjadi salah satu sejarah kehidupan yang tak pernah dan tak mungkin akan terlupakan. Sebagai contoh, ingatkah anda bagaimana kebingungannya setiap negara termasuk Indonesia menghadapi virus tak kasat mata namun dapat menjadi pencetus yang mengerikan bagi mereka yang rentan dan memiliki penyakit komorbid sebelumnya? Ingatkah anda perlahan-lahan kita mulai mempelajari dan memahami cara pencegahan penularan COVID-19 dari manusia ke manusia? Ingatkah anda betapa masker begitu berharga untuk kita? Ingatkah anda lonjakan harga masker yang luar biasa? Ingatkah anda saat tabung oksigen tiba-tiba menjadi barang yang langka? Dan ingatkah anda jika kita pernah memiliki praktik cuci tangan yang benar setiap kita hendak memulai aktivitas dan bekerja?

Salah satu hikmah yang kita peroleh dari pandemi ialah praktik di masyarakat yang sudah mulai menunjukan bahwa masyarakat menyadari betapa pentingnya praktik cuci tangan, khususnya cuci tangan memakai sabun.  Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2018 proporsi populasi yang mempunyai kebiasaan cuci tangan dengan benar di seluruh wilayah kabupaten/kota di Indonesia masih di bawah 50%. Namun setelah pandemi, berdasarkan laporan dari UNICEF melalui pemantauan relawan dengan dasbor UNICEF dan oleh Kementerian Kesehatan, diketahui praktik cuci tangan sudah naik ke rata-rata 60% populasi, dan laporan hasil survei perilaku masyarakat pada masa pandemi yang dilakukan BPS pada 13-20 Juli 2021, memperlihatkan bahwa hampir 75% anggota masyarakat sudah sering cuci tangan. 

Praktik cuci tangan yang naik ke rata-rata 60% bahkan 75% populasi itu didukung oleh motivasi kolektif kita dalam melakukan pencegahan COVID-19. Masing-masing ruang-ruang publik di Indonesia pun, jika anda masih ingat, menyediakan keran-keran air beserta sabun cuci tangan, dan tak jarang juga disertai cairan gel penyanitasi tangan (hand sanitizer) yang diletakkan di dekat pintu masuk seperti kantor-kantor maupun bank-bank. Kemudian, setiap pengunjung yang datang selalu menyempatkan dan terlihat seperti tak mau kalah untuk berlomba-lomba mencuci tangan agar tak tertular COVID-19 yang mungkin menempel di benda-benda mati sebagai contoh pegangan pintu masuk lobi bank atau kursi yang kita duduki saat menunggu antrian, bahkan saking berdampaknya COVID-19 ini, tak jarang juga kita temui pengunjung-pengunjung yang juga mengantongi cairan penyanitasi tangan, agar selalu merasa aman. Ruang-ruang publik ini pun juga terlihat selalu memastikan bahwa persediaan sabun cuci tangan tak boleh sempat kehabisan.

Namun di tahun 2022, saat aku berkunjung ke bank di kampung halamanku untuk mengurus kartu ATM ku yang tertelan, aku memperhatikan sebuah hal yang entah disebut fenomena atau misteri, terkait pensiunnya keran air, sabun cuci tangan, dan cairan penyanitasi tangan yang dulu pernah aku lihat diposisikan di depan pintu masuk bank. 

"Loh, kerannya kemana pak?" ucapku tanpa basa-basi kepada Pak Satpam kenalanku, mengikuti sifatku yang memang terbiasa ceplas ceplos secara lisan, apalagi tulisan (contohnya segala pemikiranku di Kompasiana ini).

"Dilepas Mbak. Kan COVID nya juga udah kelar.."

"Yee.. emang cuci tangan cuman buat COVID pak?" sahutku sambil tersenyum dikombinasikan dengan rasa gemas.

"Hehehe.. tanya bos cabang aja ya Mbak. Iya sih kan cuci tangan buat banyak ya.." Tutur pak Satpam, sambil ikut tersenyum. Memang itulah kelebihan orang Indonesia, mereka suka saling melempar senyum apapun keadaannya. 

Tak bijak menurutku tempat-tempat publik menghentikan penyediaan sarana cuci tangan dengan dalih pandemi COVID-19 telah berlalu. Jika pun sarana cuci tangan ada di toilet-toilet dari tempat-tempat publik tersebut, nampaknya bukan sebuah alasan untuk menghentikan usaha penyediaan sarana cuci tangan yang lebih terjangkau. Dengan adanya sarana cuci tangan yang lebih dekat dengan pintu masuk, justru membuat sebagian dari kita lebih mudah mengingat untuk selalu melakukan cuci tangan dengan menggunakan sabun karena terlihat langsung oleh mata kita begitu memasuki tempat publik tersebut. Sudah selayaknya, tempat-tempat publik ikut menyukseskan kegiatan gerakan masyarakat sehat (GERMAS) dan bentuk penerapannya melalui Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tak hanya saat pandemi COVID-19 saja, namun pada hari-hari biasa, kapanpun dan dimanapun mengingat mikroba di sekitar kita, tak hanya SARS-Cov2, tapi ada banyak virus, bakteri, parasit, cacing, jamur yang tak mengenal tempat dan bisa nongkrong dimana saja. 

Namun, penyediaan sarana cuci tangan oleh tempat-tempat publik juga hanya akan sia-sia jika tak ada kesadaran dari kita untuk menggunakannya. Penulis berharap dengan COVID-19 yang sudah tak semeriah dulu tak akan melunturkan meriahnya semangat kita untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat yakni salah satunya mencuci tangan dengan sabun setiap hendak melakukan maupun selesai melakukan kegiatan karena pada dasarnya mencuci tangan tidak hanya diperuntukkan untuk mencegah COVID-19 saja. Dengan giat melakukan CTPS atau cuci tangan pakai sabun kita telah melakukan tindakan pencegahan atau mengurangi faktor-faktor risiko terhadap banyak penyakit terutama penyakit infeksi yang dapat ditularkan dari tangan ke tangan dan menyebar ke bagian seperti mukosa hidung, mulut, kulit dan daerah-daerah yang berpotensi menjadi wadah kolonisasi infeksi.

Perwujudan cuci tangan dengan sabun memerlukan kolaborasi berbagai pihak mengingat perilaku ini adalah sumbangan peran dari setiap orang. Bagaimana setiap rumah tangga saling mengingatkan untuk melakukan praktik cuci tangan, bagaimana tenaga kesehatan dan termasuk berbagai elemen masyarakat giat melakukan promosi kesehatan, bagaimana institusi-institusi publik turut mendukung tempat-tempat yang "ramah untuk mencuci tangan" dengan penyediaan akses menuju fasilitas CTPS seperti yang telah kita singgung di atas, bagaimana negara mendukung hak penyediaan air bersih kepada masyarakat, dan bagaimana setiap dari kita menyadari sebuah esensi dari betapa pentingnya untuk melakukan cuci tangan baik untuk diri sendiri maupun sesama.

Tak lupa mengingatkan, perilaku hidup bersih dan sehat tak hanya berupa cuci tangan dengan sabun, namun juga melakukan persalinan di fasilitas kesehatan, menimbang balita setiap bulan, makan buah dan sayur setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, menggunakan air bersih, memberantas sarang nyamuk minimal seminggu sekali, menggunakan jamban sehat, dan terakhir tidak merokok.

Salam GERMAS!

Mari lanjutkan kebiasaan cuci tangan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun